BAB 15

"Pergilah."

Apa maksud pria itu sebenarnya?

Ingatan itu kembali muncul begitu Allea menutup mata. Ia tak bisa tidur lagi. Allea langsung duduk dan menatap keluar jendela. Langit malam tampak kelam dibalik tirai yang setengah terbuka, Allea menatap lama, rasa gelisah semakin menghantuinya.

Kring..Kring!

Dering ponsel memecah keheningan malam. Allea dengan malas meraih ponselnya yang berada tepat di samping bantalnya. Ia menatap layar.

{Om Dav}

Tangan Allea membeku, seakan waktu berhenti saat itu juga. Namun bunyinya menjadi lebih nyaring karena dia membiarkannya, tepat sebelum deringnya hampir berhenti, Allea menjawabnya. Namun tak langsung bicara, dia memberikan kesempatan untuk lawan bicaranya terlebih dahulu memulai.

"Masih belum tidur?" tanya Davendra dengan suara serak.

"Belum," balasnya singkat.

"Bisa bertemu?"

Allea mengernyit, dia langsung mengecek jam di ponselnya. Memindahkan ponsel dari telinga dan menatap layar. Pukul 11.34 pm. Ini sudah hampir tengah malam. Bisa-bisanya pria itu mengajak nya untuk bertemu.

"Ini sudah tengah malam, Om." Allea berusaha menahan emosinya, ingin rasanya ia memaki pria itu. Tapi itu tidak akan mungkin, dia sangat sensitif dengan orang yang lebih tua darinya. Apalagi hampir seusia ayahnya, selisih lima tahun. Dia masih punya sopan santun.

"Iya, bukan sekarang. Besok jam 10."

"Pagi? Memangnya om ga kerja?"

"Besok jadwal om kosong, kenapa? Sudah tak ingin bertemu lagi?" suaranya menjadi semakin serak, namun tegas.

Hachiiu.

Dia bersin, pria itu tiba-tiba bersin. Allea mendengarnya begitu jelas.

"Om kenapa? Om sakit?" tanyanya. Dia tampak menjadi antusias dari sebelumnya, terlihat jelas di wajahnya. Gadis itu tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Hanya flu ringan."

Allea cemas. Apa mungkin pria itu terkena flu setelah bertemu dengannya tadi.. Entah kenapa rasanya Allea ingin berada di samping pria itu sekarang. Dia ingin—tidak, semua sudah berakhir—akan berakhir. Allea harus menyingkirkan pikiran-pikiran aneh dari kepalanya.

Lagipula meskipun pria itu sakit, ada istrinya yang akan menjaganya. Seharusnya Allea tak kawatir, seharusnya ia tak mencemaskan pria beristri itu. "Oh, hanya flu."

"Besok Om jemput, dan—"

"Tidak usah," Allea memotong. "Aku diantar Pak Jeremy aja."

"Emm, Oke."

Ha? Dia menyetujuinya semudah itu? Tidak biasanya, sangat-sangat tidak biasa. Pria itu selalu berdebat ingin menjemput Allea tiap kali mereka ingin bertemu. Tapi setuju? Secepat itu?? Pasti memang ada yang aneh.

"Tidurlah lagi, jangan begadang," suara seraknya—suara lembut pria itu selalu membuatnya luluh. Dia sungguh tidak bisa berfikir jernih sekarang, seharusnya dia tak menyimpan apapun. Seharusnya ia tak menyimpan-rasa pada pria itu.

"Sayang, masih kerja jam segini?"

Siapa?? Siapa itu. Allea mendengar suara wanita samar-samar dari telepon. Suara yang familiar, itu istrinya.

Tutt..

Panggilan berakhir.

Itu dia. Itu adalah jawaban dari semua keraguan yang membalutnya. Itu istrinya, wanita yang ada di sisinya. Wanita yang bisa dia perkenalkan dengan siapapun, wanita yang bisa bersamanya dimanapun dan wanita yang bisa memilikinya.

Allea terdiam, ponselnya terlepas begitu saja dari tangannya. Dia tertawa kecil, ia sudah jatuh terlalu dalam. Tawanya membuat bibirnya terasa kering, hatinya remuk dan pikirannya berkecamuk ribut menginginkan keputusan.

Entah bagaimana— bisa-bisanya dia terikat sekuat ini dengan pria yang sudah mengambil ciuman pertamanya— pria yang sudah mengambil keperawanan-nya.. Atau apa mungkin karena pria itu adalah yang pertama?

Ting.

Ponselnya kembali berbunyi, nyala layarnya menerangi kamarnya yang hanya di terangi lampu tidur.

Nomor tak dikenal.

[Lea, ini aku, Deon]

[Kau sungguh akan kuliah di luar negeri?]

"Deon? Dia tiba-tiba mengirim pesan tengah-malam hanya untuk menanyakan ini?" batin Lea heran. "Tapi darimana dia dapat nomer ku."

-Deon~ Simpan.

Allea membalas.

[Aku masih berpikir]

[Kenapa?]

Kring. Kring..

Lelaki itu tiba-tiba menelpon, membuat Allea sedikit terkesiap.

"Halo," suaranya terdengar berat dan ragu, setengah berbisik.

"Apa?" Allea berbaring, mencoba membuat dirinya rileks.

"Paman bilang kau akan kuliah diluar negeri, benarkah?"

"Entahlah. Memangnya kenapa?" Allea mulai curiga, pria itu menanyakan pertanyaan yang sama dengan pesan yang dia kirim, sebenarnya apa yang tidak diketahuinya. Kenapa orang-orang begitu mengurusi kuliahnya. Bahkan untuk lelaki yang hanya mengobrol dengannya baru-baru ini tiba-tiba bertanya, tengah malam.

"Hanya—ingin memastikan. Paman bilang kau akan kuliah di AS,—denganku." lanjutnya disertai jeda pada kata terakhir yang dia ucapkan.

"Ha?" Allea mengernyit, kuliah di AS? Dengan Deon?? Siapa? Bukankah seharusnya dia yang harus tahu lebih dulu. Apa mungkin ayahnya juga tahu tentang ini? Tidak mungkin kan—hanya dia yang belum tahu.. Atau mungkin memang hanya dia yang tidak tahu.

"Eemmm, sepertinya kau masih memikirkannya, ya."

"Ya?"

"Tidak—tidak. Tidurlah, selamat malam, Lea." suara nya yang berat terdengar lembut dan ramah. Dia menyebut nama Lea dengan begitu halus. Deon jelas tampak bicara dengan hati-hati.

"Malam..," Allea masih di ambang kebingungan, lelaki itu tampak tahu segalanya. Dia menjawab ucapan Deon begitu saja sebelum panggilannya berakhir, seakan keluar sendiri tanpa sadar.

"Ayah.. Aku harus bertanya padanya," gumam gadis itu berencana untuk menghubungi ayahnya. Tapi jarinya tiba-tiba berhenti saat akan benar-benar menelpon, sudah lewat tengah malam. Dia hanya akan mengganggu istirahat ayahnya.

Allea mengurungkan niatnya, dia mematikan layar ponselnya dan menghadap langit-langit. Dia bisa bertanya pada ayahnya besok. Dan juga—dia bisa bertanya pada Davendra esok hari.

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!