BAB 11

Allea melangkah cepat menuju kamar hotel. Jantungnya masih berdegup kencang setelah pertemuannya dengan Monica, istri Davendra. Pria yang sudah menghabiskan malam penuh gairah dengannya. Ada rasa gelisah yang menghantui pikirannya.

Kenapa Davendra tidak memberitahunya? Apa dia benar-benar hanya pelarian bagi pria itu?

Begitu memasuki kamar, Allea segera meraih ponselnya dari dalam tas kecilnya di sofa. Dia ingin menghubungi Davendra, ingin tahu ke mana pria itu pergi. Namun sebelum sempat mengetik pesan, sesuatu yang hangat melingkar di pinggangnya.

Allea membeku. Sebuah suara berat berbisik di telinganya.

"Lea, pergi ke mana pagi-pagi dengan kemejaku, hm?"

Tubuh Allea sedikit bergetar. Suara itu begitu dekat, begitu akrab. Dia menoleh sedikit dan menemukan Davendra berdiri di belakangnya, pria itu mengenakan kaos abu-abu, membungkus tubuh tegapnya. Davendra menatapnya dengan ekspresi tajam, seolah tidak suka dengan sesuatu.

"Aku ingin tahu ke mana om pergi tadi," jawab Allea, mencoba melepaskan pelukan pria itu. Tapi Davendra menahannya, lengannya semakin erat di pinggangnya.

"Aku pergi melihat ke mana gadis nakal ini pergi pagi-pagi," gumam Davendra. Suaranya terdengar dalam dan penuh makna tersirat.

Allea bisa merasakan sesuatu yang berbeda dari nada bicara Davendra. Namun tak memikirkan hal itu, ia menghela napas kesal dan mencoba melepaskan diri lagi. "Om, lepaskan aku..."

"Tidak," sahut Davendra cepat.

Davendra terdiam sejenak. Matanya menyelidik, menatap lurus ke dalam mata Allea. "Siapa dia?" tanyanya akhirnya.

Allea mendengus, kesal karena Davendra bersikap seperti ini padahal dirinya yang lebih banyak menyembunyikan sesuatu. "Keponakanmu."

Mata Davendra menyipit. "Ha?"

"Deon, keponakanmu," ulang Allea, menekankan setiap kata. "Dan Monica, istrimu. Mereka ada di sini."

Sekilas keterkejutan melintas di wajah Davendra, tapi detik berikutnya bibirnya melengkung membentuk senyuman penuh kemenangan. "Jadi kau sudah bertemu mereka?" tanyanya, suaranya terdengar puas.

"Om sengaja membawa mereka ke sini?" Allea menuntut jawaban.

Davendra terkekeh kecil. "Tentu saja, ternyata berjalan lebih lancar dari dugaanku."

Allea memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan. "Ada apa?"

Davendra menyentuh pipi gadis itu, matanya berbinar seakan menikmati reaksinya. "Karena aku mengadakan pesta kecil untuk gadis nakal om ini."

Allea menatapnya penuh tanda tanya. "Apa maksudnya? Bukankah pesta nya untuk keponakan om?"

"Tidak, aku tidak se—perhatian itu padanya," jawabnya santai.

Allea terdiam. Dia berpikir sejenak, pria itu benar. Dia bukan tipe lelaki yang akan memikirkan sebuah pesta kecil. Pasti itu ide istrinya, dan dia hanya ingin aku terlibat.

Pria ini benar-benar sulit ditebak. Dia datang ke sini bukan hanya untuknya, tapi juga untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya.

Lalu Lea... Apa pria itu hanya sekadar ingin mempermainkannya?

Sebelum Allea bisa berkata apa pun, Davendra meraih dagunya dan menunduk, menyatukan bibir mereka dalam satu ciuman panjang dan panas. Sentuhannya membuat Allea hampir kehilangan keseimbangan.

Namun sayangnya, ciuman itu tak lama. Keduanya akhirnya membuat jarak, Allea mengatur napasnya yang berantakan. "Jadi kemana Om tadi?" tanyanya dengan suara bergetar.

Davendra tersenyum miring dan mengangkat dagunya ke arah tempat tidur. "Menjadi pria baik."

Allea mengikuti arah pandangannya. Di sana, ada sebuah tote bag berwarna krem. Ia akhirnya bisa melepaskan diri dari Davendra. Allea berjalan mendekat dan membukanya—dua set pakaian perempuan terlipat rapi di dalamnya.

"Ini untukku?" tanyanya, terkejut.

Davendra menyilangkan tangan di dada. "Tentu saja. Kau tak bawa baju ganti, kan?"

Allea menggigit bibirnya. Rasa hangat menjalar di dadanya, tapi bersamaan dengan itu juga ada perasaan tidak nyaman. Dia tidak tahu harus senang atau justru semakin bingung dengan sikap pria ini.

Davendra kembali mendekati nya, jemarinya menyusuri rambut gadis itu sebelum berhenti di tengkuknya. "Kau terlihat sangat menggoda dalam kemejaku," bisiknya, nadanya terdengar liar.

Jantung Allea berdebar. Dia tahu tatapan itu. Tatapan pria yang menginginkannya—lagi.

Namun, sebelum sesuatu terjadi, Davendra melepas sentuhannya. "Tapi aku harus menemui istri dan keponakanku sekarang," katanya datar. "Kita lanjutkan nanti."

Sebelum pergi, Davendra mengecup singkat kening Allea, dan melangkah keluar kamar. Meninggalkan gadis itu yang masih berdiri terpaku, memandangi tote bag di tangannya dengan berbagai perasaan yang campur aduk.

**

Malamnya, pesta dimulai.

Di tepi pantai yang diterangi cahaya lampu-lampu kecil dan obor yang tertancap di pasir, suasananya terasa hangat dan menyenangkan. Meja-meja kayu penuh dengan berbagai hidangan lezat, sementara aroma daging panggang menguar ke udara.

Allea datang dengan mengenakan baju yang diberikan Davendra padanya. Gaun kecil ditutupi sweater hangat membalut tubuhnya. Dia tidak bisa menghindari acara ini, meski perasaannya masih tidak menentu.

Begitu tiba, Monica langsung menyambutnya dengan ramah. Senyum wanita itu begitu cerah, begitu tulus.

"Ah Allea, kamu sudah datang," katanya antusias dengan penjepit di tangannya.

Senyum itu... terlalu baik.

Allea menelan ludah. Rasanya perasaan bersalah menggerogoti hatinya. Wanita ini begitu baik, sementara ia telah melakukan sesuatu yang akan sangat menyakitinya jika suatu saat wanita itu mengetahuinya.

Sebelum Allea terlalu larut dalam pikirannya, Deon tiba-tiba muncul di sampingnya. "Hei, aku tidak menyangka kau benar-benar datang."

Allea tersenyum tipis. "Aku juga tidak menyangka akan ada di sini."

Deon tertawa kecil. "Duduklah di sini. Aku akan mengambilkan daging panggang untukmu."

Tanpa menunggu jawaban, Deon langsung pergi. Allea menghela napas dan duduk di salah satu kursi.

Namun, tatapan tajam dari sudut lain membuatnya menoleh. Davendra duduk tak jauh darinya, wajahnya terlihat sedikit kusut.

"Ada apa dengannya?" batin Allea heran.

Ketika Deon kembali dan mulai bersikap manis, Monica bahkan sempat menggoda keponakannya. "Deon, kau baik sekali pada Allea, yaa.." katanya dengan nada bercanda.

Deon hanya terkekeh, sementara Allea mencoba untuk tetap tenang. Namun, wajah Davendra semakin gelap dan suram.

Dalam beberapa menit berikutnya, Davendra menyuruh Deon untuk melakukan berbagai hal, mulai dari mengambil minuman hingga membantu mengatur meja kembali. Allea bisa melihat dengan jelas bahwa pria itu sengaja memisahkan Deon darinya.

Allea hanya tertawa kecil melihat tingkah Davendra yang kekanak-kanakan. Sepertinya pria yang sudah berumur 38 tahun ini lupa akan umurnya sendiri.

Hingga saat pesta semakin larut, Deon akhirnya kembali duduk di dekat Allea. Mereka mulai makan dan tertawa bersama, layaknya sebuah keluarga besar yang sedang berpesta.

Tapi, Deon tiba-tiba menyadari sesuatu saat memperhatikan Allea. Beberapa kali dia mencuri pandang pada pamannya, bukan. Tidak hanya Allea, tapi pria itu—Davendra juga melakukan hal yang sama. Rasanya aneh, namun Deon tak ingin berprasangka.

Mungkin dia hanya salah memperhatikan..

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!