Jalanan di siang hari tampak padat, seperti biasanya. Orang-orang akan segera kembali pada kesibukannya seusai makan siang. Kendaraan roda empat dan roda dua mulai menyalip satu sama lain di jalan raya kota untuk segera sampai tujuan tepat waktu.
Davendra melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, menyesuaikan dengan kendaraan lainnya. Dia mengemudi dengan ekspresi dingin. Wajahnya tampak tegang, tidak lagi ramah seperti sebelumnya.
"Dia—apa dia marah.., aku harus bagaimana sekarang.." gumam Allea gelisah, ia merasa canggung. Allea melirik Davendra dari kaca spion depan, pria itu tampak serius mengemudi dan yang jelas ia sedang kesal. Raut wajahnya tampak kusut, Allea sudah melakukan hal yang tidak sepantasnya pada orang yang sudah menolongnya.
Gadis itu sudah berbuat salah, namun gengsi nya yang tinggi menahan moralnya untuk mengakui.
"Jadi kau tidak akan meminta maaf?" Pria itu akhirnya membuka suara, dia mencuri pandang dari spion depan. Mata keduanya hampir bertatapan satu sama lain. Davendra tersenyum sinis begitu gadis itu mengalihkan pandangannya.
"Anak-anak jaman sekarang memang tak tahu sopan santun, ya," lanjutnya. Suaranya terdengar tenang, tapi jelas ada ketegasan di dalamnya.
"Aku salah," jawab Allea ketus, ia menatap keluar jendela, tak berani untuk menatap pria di bangku kemudi. Dalam hatinya, ia sebenarnya merasa bersalah karena sudah mempermalukan pria itu di restoran. Dia hanya sensitif dan menyimpulkannya secara impulsif.
Davendra mencibir, "Haha, sepertinya aku mendapatkan cara baru untuk meminta maaf," balasnya. Amarahnya belum sirna, Davendra masih merasa harga dirinya dilukai. Tanpa pikir panjang, Davendra menaikkan laju kecepatan mobilnya. Allea menggertakkan giginya.
Pria yang dengannya saat ini benar-benar berbeda dari kesan pertama yang ia tangkap. Ia pikir Davendra adalah pria baik, tapi sekarang ia terlihat seperti pria angkuh yang suka menggurui. Allea berfikir demikian.
Tak lama, Allea merasa dejavu. Dia mengenal jalan yang baru saja lewati, itu adalah tempat mereka pertama kali bertemu.
"Apa mungkin—dia ingin mengantarku kembali ke sekolah?" batin Allea.
"Aku akan mengantarmu kembali ke sekolah," ucap Davendra datar seolah ia bisa membaca pikiran Allea. "Kau seharusnya ada disekolah kan?!"
"Ck," Allea berdecak, menjadikan itu tanda adanya protes darinya. Jujur saja dia tak ingin kembali, karena ia yakin penerimaan rapornya belum usai. Ia bisa memastikan jika situasinya sangat-sangat ribut jika dia muncul disana. Tapi ia juga tidak punya alasan untuk tetap bersama dengan pria itu.
Rasanya waktu berjalan begitu lama, situasinya menjadi canggung karena Davendra tampak sibuk dengan telepon yang baru saja diterimanya. Seakan pria itu tidak menganggap kehadiran Allea di bangku penumpang. Hingga akhirnya Allea menurunkan kaca jendela mobil setengahnya.
Tik.
Bunyi pemantik menyadarkan Davendra tentang ada orang lain di mobilnya, asap putih mulai mengebul keluar jendela dan menyisakan sedikit yang terhirup masuk ke hidungnya. Allea merokok dengan santainya, seolah sudah menjadi kebiasaan lama.
"Dia merokok?!"
Davendra tercengang, untuk sesaat dia tidak menghiraukan orang yang masih berbicara di seberang telepon. Untuk beberapa alasan dia bersimpati pada gadis itu, namun rasanya dia menaruh simpati pada orang yang salah.
Tanpa berpikir panjang, Davendra memutus telepon dan memarkirkan mobilnya. Hanya berjarak 200 meter lagi mereka sampai di SMA Geneva.
"Turun!"
Suara Davendra terdengar berat dan bulat. Allea mengernyit, kesalahan apa lagi yang dia perbuat. Pria itu tampak lebih marah dari sebelumnya. Tapi Allea sudah memutuskan untuk tidak berlama-lama. Ia buru-buru membuka pintu tanpa mengucapkan kalimat apapun.
"Tunggu," ucapan Davendra terdengar lebih tenang. Allea baru mengeluarkan satu kakinya dari mobil, siap untuk mendengarkan ucapan pria itu selanjutnya. Semacam ucapan perpisahan?
"Kau hanya akan merusak dirimu jika tidak merubah sikapmu," kata-kata Davendra terdengar seperti peringatan. "Mungkin—aku memang tidak tahu apa yang kau alami, tapi jangan jadikan itu alasan untuk menyiksa dirimu sendiri."
Allea terdiam, merasa ada yang masuk dalam hingga ke hati kecilnya. Entah kenapa kata-kata Davendra terasa benar. Tapi ia juga tak membalas ucapan pria itu, ia hanya mendengus kesal sebelum benar-benar keluar dari mobil dan pergi menjauh.
Davendra memperhatikannya dari dalam mobil, dia melihat punggung mungil seorang gadis yang tampak memikul beban yang cukup berat untuk seusianya. Itu mengingatkannya pada seseorang, seseorang yang berada jauh di masa lalu.
"Kuharap kau tidak berakhir sepertinya..," Davendra tetap memperhatikan Allea hingga gadis itu benar-benar memasuki gerbang sekolah sebelum ia pergi dari sana.
Sementara itu, Allea melewati gerbang sekolah dengan perasaan aneh. Ia menggigit bibir bawahnya, bertanya-tanya kenapa kata-kata Davendra mengganggunya begitu dalam. Tapi sudah ada jawaban yang pasti, ia sudah memutuskan.
Dia membenci pria itu… tapi kenapa—kenapa suara dan tatapannya terus terngiang di benaknya?
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments