Rahang Alberth mengeras saat mendengar semua ucapan Josh. Dia tak menyangka bahwa Josh akan kembali hadir di kehidupan mereka.
Walaupun, sebenarnya Alberth yakin rahasia yang dia simpan rapat selama puluhan tahun akan terbongkar. Tapi, tetap saja dia tak menyangka saksi mata semua rahasianya akan datang secepat ini. Dia belum sanggup untuk kehilangan keluarganya. Walaupun dia bersikap dingin di dalam rumah. Namun ternyata, dia selalu melihat semua keluarganya lewat cctv yang tersambung pada ponselnya.
Bagi Alberth itulah salah satu cara untuk merasa dekat dengan keluarganya.
Sebelum pergi meninggalkan restoran, Alberth mengambil ponsel dari jasnya dan menelpon seseorang.
"Josh, takan kubiarkan kau membuka semuanya," lirih Alberth dengan rahang yang mengeras karena menahan amarah. Alberth pun bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan restoran.
•••
Gia dilanda perasaan cemas yang amat luar biasa. Bagaimana tidak, Zidan mengajaknya untuk pergi bersama. Sedangkan semua karyawal lain sedang menggosipkannya. Gia memang fokus pada pekerjaanya. Namun, tetap saja, sesekali dia merasa khawatir tentang ucapan dan gosip yang akan menyerang dirinya karena terlalu dekat dengan Zidan yang tak lain adalah atasannya. Apalagi semua tau bahwa Gia diangkat menjadi sekretaris secara tiba-tiba.
Gia menghela napas kasar saat melihat jam di tangannya. Waktu menunjukan jam pulang kantor. Gia mengambil resiko untuk kabur dari Zidan. Gia melihat pintu ruangan Zidan, Gia bisa bernapas lega saat tak ada tanda-tanda Zidan akan keluar dari ruangannya.
Dengan cepat, Gia membereskan mejanya dan mengambil tasnya. Kemudian dia melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangannya dengan mengendap-ngendap.
Baru saja dia akan menekan tombol lift, Zidan keluar dari ruangannya. Gia memejamkan matanya sejenak karena menahan kesal.
"Kau tidak menungguku, Gia?" tanya Zidan yang menghampiri Gia yang sedang berdiri di depan pintu Lift.
"Ta-tadinya aku ingin menunggumu di basement," jawab Gia dengan terbata-bata. Dia berusaha untuk menghilangkan kegugupannya karena terciduk akan kabur.
Tanpa menjawab lagi ucapan Gia. Zidan menekan tombol lift dan mempersilahkan Gia untuk masuk terlebih dahulu dan dia menyusul di belakang Gia.
Benar saja, saat sampai di lobi, semua memperhatikan Gia dan beberapa orang memandang Gia dengan sinis.
Gia hanya bisa berjalan sambil menunduk, sedangkan Zidan sudah berjalan di depan Gia.
Zidan menghentikan langkahnya saat merasa Gia tak ada di belakangnya. Saat Zidan akan memanggil Gia, keningnya mengkerut bingung saat melihat Gia berjalan sambil tertunduk.
Zidan melihat kesekelilingnya. Dan akhirnya Zidan paham dengan apa yang terjadi. Tak ingin mempersulit Gia, Zidan pun memilih untuk kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya.
"Gia, maafkan aku," ucap Zidan saat mereka sudah berada di mobil milik Zidan.
Gia menoleh ke arah Zidan. "Kenapa kau minta maaf?" tanya Gia dengan bingung.
"Kau pasti tidak nyaman dengan tatapan karyawan lain karena aku dan direktur utama menyusul mu makan di kantin. Aku minta maaf atas sikap ku yang menyusulmu ke kantin."
Mendengar ucapan Zidan yang begitu tulus, Gia tersenyum. "Zidan, aku memang merasa tak nyaman. Tapi, sudahlah, semua karyawan akan lupa. Jadi berhentilah menyalahkan dirimu sendiri," jawab Gia sambil tersenyum. Melihat senyuman Gia yang manis, jantung Zidan berdetak dua kali lebih cepat.
"Zidan ... Zidan." Gia mengibas-ngibas tangannya karena Zidan Malah melamun menatap dirinya.
"Ah, Ia. Maafkan aku Gia. Ayo kita berangkat!" balas Zidan sambil menjalankan mobilnya.
Setelah sampai di pemakaman, mereka pun berpisah untuk pergi ke pusara ibu mereka masing-masing. Mereka cukup lama berada di pemakaman ibu mereka.
Gia yang sudah selesai, langsung menengok kearah Zidan. Walaupun Zidan membelakanginya. Namun, Gia tau bahwa Zidan tengah menangis. Terlihat jelas punggung Zidan sedang bergetar.
Gia menghela napas sejenak, lalu bangkit dari berjongkoknya untuk menghampiri Zidan.
"Zidan!" panggil Gia sambil menepuk lembut pundak Zidan.
Zidan pun tersadar, sebelum bangkit dari berlututnya, Zidan dengan segera menghapus air matanya.
"Kau sudah selesai?" tanya Zidan.
Bukannya menjawab, Gia malah memandang lekat wajah Zidan. Tiba-tiba hati Gia terenyuh saat melihat wajah Zidan dari dekat. Terlihat jelas bahwa mata Zidan menyimpan ketakutan, kesedihan dan rasa putus asa.
Tanpa sadar, Gia malah mengayunkan tangannya dan mengelap sisa air mata di wajah Zidan.
Zidan hanya bisa termenung melihat ala yang dilakukan Gia. Seumur hidupnya. Ini pertama kalinya ada yang mengahapus air matanya. Bahkan Sonya tak pernah melakukan apa yang Gia lakukan, karena Zidan tak pernah menangis dihadapan siapa pun.
Zidan menggenggam tangan Gia yanh sedang berada di wajahnya. Lalu, dengan cepat Zidan membawa Gia kedalam pelukannya.
"Maafkan aku, Gia. Ijinkan aku memelukmu sebentar. Aku sedikit lelah dan butuh seseorang untuk bersandar," ucap Zidan yang sudah memeluk Gia. Sekuat tenaga dia menahan tangisnya. Tetap saja tangis itu keluar dari mata indahnya. Zidan bukannya cengeng dia juga tidak lemah. Namun, saat mengingat ibunya, Zidan juga teringat dengan luka yang selama ini dia tanggung.
Luka yang mungkin tidak bisa di sembuhkan oleh siapa pun. Dia menikmati luka itu selama 23 tahun. Zidan kecil harus mengalami hal yang menyakitkan hingga dia terluka dan luka itu masih dia rasakan sampai sekarang.
Gia yang masih kaget dengan apa yang di lakukan Zidan hanya bisa terdiam tak tau harus berbuat apa. Dan ketika mendengar Zidan terisak, Gia memberanikan diri untuk mengangkat tangannya dan membalas pelukan Zidan.
Saat membalas pelukan Zidan, Gia pun ikut terisak. Gia merasa Zidan seperti seorang lelaki yang kehilangan arah dan dipenuhi keputus'asaan.
Ah, syedihnya jadi Zidan.Kalau vote kenceng dan naik sampai 50 besar kisah masa lalu Alberth di bahas besok, ya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 590 Episodes
Comments
Any any
kita sama2 bernasib sama zidan wlw cerita hdup yg berbeda tapi rasa skitxpun sama ..... 😭😭😭
2022-07-01
1
Yatie Lean
knp aku jd ikutan 😭😭😭😭😭😭😭😭
2022-05-16
0
Icha Nchas
😢😢😢
2022-05-15
0