BAB 8 SEMAKIN DINGIN

Pagi itu, aku bersiap untuk berangkat kerja seperti biasa. Biasanya, Aisyah sudah menyiapkan baju kerjaku di tempat yang mudah kuambil. Tapi kali ini, aku tidak menemukannya.

Aku membuka lemari, mencari dengan cepat, tapi tetap tidak menemukannya. Aku menghela napas dan keluar dari kamar, mencari Aisyah yang sedang sibuk di dapur.

"Aisyah, baju kerjaku di mana?" tanyaku, berharap dia sudah menyiapkannya seperti biasa.

Tanpa menoleh ke arahku, dia hanya menjawab singkat, "Di lemari, ambil saja sendiri."

Aku terdiam.

Nada suaranya begitu datar, tidak ada kehangatan seperti biasanya. Biasanya, Aisyah akan tersenyum dan berkata, "Sudah aku siapkan di tempat biasa, Mas." Tapi sekarang, dia bahkan tidak peduli apakah aku menemukannya atau tidak.

Aku menatapnya, ingin mengatakan sesuatu, tapi entah kenapa rasanya sia-sia. Aku hanya bisa menghela napas dan kembali ke kamar, mengambil bajuku sendiri.

Sejak kapan aku mulai merasa kehilangan hal-hal kecil yang dulu kuanggap biasa?

Saat kami semua duduk di meja makan untuk sarapan, suasana begitu hening. Biasanya, Aisyah akan sesekali bercanda dengan anak-anak atau menanyakan rencana kegiatanku hari ini. Tapi pagi ini, dia hanya diam, fokus pada makanannya tanpa sedikit pun menoleh ke arahku.

Aku merasa ada sesuatu yang mengganggunya. Dan dugaanku terbukti ketika dia tiba-tiba berbicara dengan nada yang tenang namun tajam.

"Reza," panggilnya, membuatku menghentikan suapan.

"Hm?" sahutku sambil menatapnya.

Aisyah meletakkan sendoknya, lalu menatapku dengan ekspresi datar. "Aku sudah menandatangani surat itu. Aku sudah mengizinkanmu menikah lagi, seperti yang Ibu dan Ayahmu inginkan."

Aku menelan ludah, tidak tahu ke mana arah pembicaraannya.

"Jadi, mulai sekarang, aku juga minta izin," lanjutnya. "Aku tidak akan lagi memenuhi kebutuhanmu sebagai istri. Aku tidak akan lagi melayanimu seperti sebelumnya."

Aku tertegun. "Maksudmu?"

Aisyah tersenyum tipis, tapi matanya kosong. "Sebentar lagi, ada istri barumu yang akan menggantikanku, kan? Jadi aku pikir, sebaiknya aku mulai membiasakan diri untuk tidak lagi mengurus hal-hal yang seharusnya sudah menjadi tugasnya."

Aku merasa dadaku sesak. Aku ingin menyangkal, ingin mengatakan bahwa dia masih istriku, bahwa aku masih membutuhkannya. Tapi bagaimana bisa aku berkata begitu, sementara aku sendiri yang telah membuka jalan untuk wanita lain masuk ke dalam hidupku?

Anak-anak menatap kami dengan kebingungan, dan aku merasa seperti pria paling kejam di dunia.

Saat Aisyah berkata seperti itu, aku langsung menolaknya.

"Aisyah, bagaimanapun juga kamu tetap istriku. Kamu masih punya kewajiban untuk melayani suami," kataku, mencoba mempertahankan apa yang selama ini menjadi hakku.

Aisyah tersenyum tipis, tapi bukan senyum yang biasa. Senyum itu terasa dingin, nyaris seperti ejekan. "Istri?" tanyanya pelan. "Bukankah sebentar lagi aku hanya akan menjadi istri dalam status saja? Bukankah sebentar lagi ada wanita lain yang akan mengambil peran itu?"

Aku terdiam.

"Aku lebih memilih fokus mengurus anak-anak. Itu jauh lebih penting daripada mengurus laki-laki yang sudah memilih berbagi dengan wanita lain," lanjutnya tanpa ragu.

Hatiku terasa dihantam sesuatu yang berat. Selama ini, Aisyah selalu patuh, selalu mengutamakan kebahagiaanku. Tapi sekarang, aku bisa merasakan dengan jelas bahwa ia telah menarik diri.

Aku ingin membantah, ingin mengatakan sesuatu yang bisa membuatnya kembali seperti dulu. Tapi di dalam hatiku, aku tahu—ini adalah konsekuensi dari keputusanku sendiri.

...****************...

Hingga akhirnya, hari pernikahanku semakin dekat. Minggu depan, aku akan resmi menikah lagi dengan Laras. Kedua orang tuanya pun sudah setuju, bahkan mereka tampak senang dengan pernikahan ini.

Di satu sisi, aku seharusnya merasa bahagia. Ibu dan Ayahku juga puas karena akhirnya aku akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan anak laki-laki yang mereka inginkan. Tapi entah kenapa, semakin hari, rasa gelisah dalam hatiku semakin besar.

Aisyah tetap seperti biasa—dingin, datar, dan tak banyak bicara. Tidak ada kemarahan yang meledak-ledak, tidak ada air mata yang dia tunjukkan di depanku. Tapi justru itulah yang membuatku semakin merasa bersalah.

Aku mulai menyadari bahwa Aisyah tidak lagi mengharapkan apapun dariku. Dia sudah benar-benar melepaskan harapan terhadapku sebagai suaminya.

Dan itu jauh lebih menyakitkan daripada jika dia marah atau menangis.

Hari pernikahanku semakin dekat, dan Ibu terlihat begitu bersemangat mengurus segala persiapannya. Berbeda sekali dengan saat aku menikahi Aisyah dulu—yang acaranya sederhana dan tanpa banyak kemeriahan. Kali ini, Ibu benar-benar ingin semuanya terlihat mewah dan sempurna.

"Kita harus buat acara yang lebih besar, Reza," kata Ibu sambil memeriksa daftar tamu yang akan diundang. "Dulu waktu menikah dengan Aisyah, semuanya serba biasa saja. Sekarang, kamu menikah lagi, jadi harus lebih meriah. Jangan sampai orang-orang berpikir istri keduamu ini tidak dihargai!"

Aku hanya diam, tidak tahu harus merespons apa.

"Reza, dengar Ibu nggak?" tanya Ibu dengan nada tidak sabar.

Aku menarik napas pelan. "Bu, kenapa harus sebesar ini? Aku rasa yang penting sah secara agama dan hukum. Aisyah dulu juga nggak menuntut apa-apa."

Ibu langsung mendengus. "Justru itu! Pernikahan pertamamu terlalu sederhana. Sekarang harus lebih baik. Lagipula, Laras juga pantas mendapatkan sesuatu yang lebih istimewa."

Aku menatap Ibu tanpa bisa berkata apa-apa. Dalam hatiku, aku tahu alasan utama kenapa pernikahanku dengan Aisyah dulu begitu sederhana—karena saat itu, aku tidak merasa perlu membuktikan apapun. Aku hanya ingin menikahinya dengan tulus.

Tapi sekarang, di pernikahan kedua ini, mengapa rasanya semua menjadi beban?

Saat aku masih berusaha mencerna semua ini, Ibu kembali memberikan permintaan lain yang membuatku semakin terdiam.

"Nanti setelah kamu dan Laras resmi menikah, kamu harus siapkan ART di rumah. Biar Laras nggak terlalu capek untuk program hamil," kata Ibu santai sambil menyeruput teh.

Aku mengernyit. "Maksud Ibu?"

Ibu meletakkan cangkirnya, lalu menatapku dengan serius. "Ya, Laras harus fokus untuk segera hamil. Jangan sampai dia kecapekan ngurus rumah, apalagi sampai stres. Kita butuh cucu laki-laki, Reza. Jadi buat dia nyaman supaya cepat berhasil."

Aku terdiam. Dalam hati, aku tahu bahwa semua ini sudah semakin jauh. Aku menikah lagi bukan karena aku benar-benar menginginkannya, tapi karena desakan Ibu dan Ayah. Sekarang, aku bahkan harus memastikan bahwa istri baruku bisa cepat hamil?

Tiba-tiba aku teringat Aisyah. Selama ini, dia tidak pernah meminta apa-apa. Dia mengurus rumah, anak-anak, bahkan diriku tanpa keluhan. Tapi apa yang kudapatkan? Aku malah menyakitinya.

Dadaku terasa sesak. Entah kenapa, kebahagiaan yang seharusnya kurasakan untuk pernikahan ini justru terasa semakin jauh.

"Ibu, Aisyah saja selama ini nggak pakai ART, Bu. Dia bisa ngurus semuanya sendiri, anak-anak juga baik-baik saja," kataku, mencoba memberi alasan.

Ibu langsung mendelik tajam. "Reza, jangan samakan Laras dengan Aisyah!" katanya dengan nada tinggi. "Aisyah memang tipe perempuan yang mau susah, tapi Laras tidak. Dia butuh perhatian lebih, apalagi dia harus segera hamil. Kamu mau dia kelelahan dan malah nggak bisa punya anak?"

Aku menghela napas panjang. "Tapi, Bu—"

"Tidak ada tapi! Kamu sudah memutuskan untuk menikah lagi, jadi kamu harus tanggung jawab! Jangan egois!"

Aku hanya bisa diam. Dadaku terasa sesak mendengar kata-kata Ibu. Aisyah tidak pernah menuntut apa pun, sementara pernikahan yang belum terjadi ini sudah penuh dengan permintaan dan tekanan.

Aku mulai bertanya-tanya… apakah ini benar-benar keputusan yang tepat?

Terpopuler

Comments

Arin

Arin

Sudah nikmati saja pilihanmu sekarang Reza..... Apalagi didukung kedua orang tua mu. Manjakan istri barumu kan dirimu punya duit. Menikah kedua saja orang tuamu sudah membedakan dengan pernikahan pertamamu. Tapi nanti jangan menyesal jika istri keduamu tidak seperti yang kamu inginkan

2025-03-22

0

Ais

Ais

smoga Allah membals smua kesakitan aisyah terutama pd kedua meetuanya yg berhati iblis dan juga reza yg pengecut sbg kepala rumah tangga smoga laras ngak akan bs pny anak klo pun pny anak anaknya lahir cacat meskipun laki"

2025-02-22

1

Ma Em

Ma Em

Semoga ayahnya Reza menikah lagi agar ibunya Reza bisa merasakan sakit seperti yg Aisyah rasakan dan juga semoga si Laras kalau emang benar sampai hamil semoga anaknya nanti perempuan kalau tdk ya mandul.

2025-02-22

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 MEMINTA IZIN MENIKAH LAGI
2 BAB 2 DOSA YANG DISEMBUNYIKAN
3 BAB 3 DESAKAN SEMAKIN KUAT
4 BAB 4 KEMBALINYA AISYAH, TAPI BUKAN YANG SAMA
5 BAB 5 UJIAN RIDHO
6 BAB 6 TIDAK ADA CINTA
7 BAB 7 TANDA TANGAN IZIN MENIKAH
8 BAB 8 SEMAKIN DINGIN
9 BAB 9 GUGAT CERAI
10 BAB 10 PERDEBATAN
11 BAB 11 MENCOBA MENAHAN
12 BAB 12 TUNGGU MASA IDDAH SELESAI
13 BAB 13 PISAH KAMAR
14 BAB 14 TERLALU MENUNTUT
15 BAB 15 LARAS PLIN PLAN
16 BAB 16 KEKECEWAAN SEORANG ANAK PEREMPUAN
17 BAB 17 LARAS TINGGAL BERSAMA
18 BAB 18 TIDAK ADA KEWAJIBAN BAGI AISYAH
19 BAB 19 HARUS MENJADI ISTRI YANG PATUH
20 BAB 20 HARUS RISEGN
21 BAB 21 MERASA KESEPIAN
22 BAB 22 HARUS MENJADI SEORANG ISTRI
23 BAB 23 DITEKAN MERTUA
24 BAB 24 MULAI RESAH
25 BAB 25 AISYAH SERING KELUAR
26 BAB 26 MASA IDDAH SELESAI
27 BAB 27 TERLALU BANYAK ATURAN
28 BAB 28 LARAS MENJASI STERS
29 BAB 29 MULAI LELAH
30 BAB 30 SINDROM 1000 WAJAH
31 BAB 31 MENERIMA KENYATAAN
32 BAB 32 TIDAK MAU MENERIMA TAKDIR
33 BAB 33 APAKAH ITU ANAK REZA?
34 BAB 34 TIDAK MAU MENERIMA CUCU
35 BAB 35 TITIP KE PANTI ASUHAN
36 BAB 36 KECEWA LAGI
37 BAB 37 PULANG KE RUMAH
38 BAB 38 PERGI MENEMUI AISYAH
39 BAB 39 TAK MENDAPAT IZIN BERTEMU
40 BAB 40 PEKERJAAN SEMAKIN BERANTAKAN
41 BAB 41 MASALAH TERUS DATANG
42 BAB 42 MEMBUAT KERICUHAN
43 BAB 43 MENGINCAR HARTA WARISAN
44 BAB 44 BISNIS MULAI HANCUR
45 Bab 45 GENG SOSALITA ENDANG
46 BAB 46 PERSETERUAN MANTU DAN MERTUA
47 BAB 47POV AISYAH
48 BAB 48 HAMIL
49 BAB 49 PULANG KE RUMAH ORANGTUA
50 BAB 50 MENGALAMI TEKANAN EMOSIONAL
51 BAB 51 POV AISYAH
52 BAB 52 POV AISYAH
53 BAB 53 POV AISYAH
54 BAB 54 POV AISYAH
55 BAB 55 POV AISYAH
56 BAB 56 POV AISYAH
57 BAB 57 POB AISYAH
58 BAB 51 POV AISYAH 05
59 BAB 52 POV AISYAH 06
60 BAB 53 POV AISYAH 07
61 BAB 54 POV AISYAH 08
62 BAB 55 POV AISYAH 09
63 BAB 56 POV AISYAH 10
64 BAB 57 IKUT CAMPUR URUS ANAK 05
65 BAB 58 PENYESALAN MEMPUNYAI ANAK LAKI-LAKI 06
66 TERLALU DALAM URUSAN ANAK
67 INGIN MENYERAH
68 ADAM BERUBAH
69 MEMBANGKANG
70 BERTEMU AISYAH
71 MERASA IRI
72 TERLALU DIMANJA
73 MEMILIH MELEPASKAN
74 ADAM MASUK RUMAH SAKIT
75 BERTEMU SAFIRA
76 PAPAH BARU
77 MULAI DIABAIKAN
78 PENASARAN DENGAN SAFIRA
79 TIDAK ADA REZA DI HATI SAFIRA
80 SAFIRA ENGGAN BERTEMU AYAHNYA
81 INGIN MENGEMBALIKAN ADAM
82 MULAI MENGANGGAP CUCU
83 TIDAK MAU MENGAKUI SEBAGAI NENEK
84 TIDAK PEDULI LAGI
85 ADAM KEMBALI
86 PINDAH KOTA
87 PERGI MENJAUH
88 Endang dipoligami
89 TIDAK ADA YANG BERPIHAK
90 MEMBUAT KEKACAUAN
91 REZA MULAI STERS
92 MENINGGALKAN IBU
93 POV AISYAH
94 RASA TRAUMA SAFIRA
95 WALI NIKAH
96 UNGKAPAN RASA KECEWA SAFIRA
97 SAH MENJADI ISTRI
98 POV REZA
99 MERASA KESEPIAN
100 KARMA ENDANG
101 AKHIR
Episodes

Updated 101 Episodes

1
BAB 1 MEMINTA IZIN MENIKAH LAGI
2
BAB 2 DOSA YANG DISEMBUNYIKAN
3
BAB 3 DESAKAN SEMAKIN KUAT
4
BAB 4 KEMBALINYA AISYAH, TAPI BUKAN YANG SAMA
5
BAB 5 UJIAN RIDHO
6
BAB 6 TIDAK ADA CINTA
7
BAB 7 TANDA TANGAN IZIN MENIKAH
8
BAB 8 SEMAKIN DINGIN
9
BAB 9 GUGAT CERAI
10
BAB 10 PERDEBATAN
11
BAB 11 MENCOBA MENAHAN
12
BAB 12 TUNGGU MASA IDDAH SELESAI
13
BAB 13 PISAH KAMAR
14
BAB 14 TERLALU MENUNTUT
15
BAB 15 LARAS PLIN PLAN
16
BAB 16 KEKECEWAAN SEORANG ANAK PEREMPUAN
17
BAB 17 LARAS TINGGAL BERSAMA
18
BAB 18 TIDAK ADA KEWAJIBAN BAGI AISYAH
19
BAB 19 HARUS MENJADI ISTRI YANG PATUH
20
BAB 20 HARUS RISEGN
21
BAB 21 MERASA KESEPIAN
22
BAB 22 HARUS MENJADI SEORANG ISTRI
23
BAB 23 DITEKAN MERTUA
24
BAB 24 MULAI RESAH
25
BAB 25 AISYAH SERING KELUAR
26
BAB 26 MASA IDDAH SELESAI
27
BAB 27 TERLALU BANYAK ATURAN
28
BAB 28 LARAS MENJASI STERS
29
BAB 29 MULAI LELAH
30
BAB 30 SINDROM 1000 WAJAH
31
BAB 31 MENERIMA KENYATAAN
32
BAB 32 TIDAK MAU MENERIMA TAKDIR
33
BAB 33 APAKAH ITU ANAK REZA?
34
BAB 34 TIDAK MAU MENERIMA CUCU
35
BAB 35 TITIP KE PANTI ASUHAN
36
BAB 36 KECEWA LAGI
37
BAB 37 PULANG KE RUMAH
38
BAB 38 PERGI MENEMUI AISYAH
39
BAB 39 TAK MENDAPAT IZIN BERTEMU
40
BAB 40 PEKERJAAN SEMAKIN BERANTAKAN
41
BAB 41 MASALAH TERUS DATANG
42
BAB 42 MEMBUAT KERICUHAN
43
BAB 43 MENGINCAR HARTA WARISAN
44
BAB 44 BISNIS MULAI HANCUR
45
Bab 45 GENG SOSALITA ENDANG
46
BAB 46 PERSETERUAN MANTU DAN MERTUA
47
BAB 47POV AISYAH
48
BAB 48 HAMIL
49
BAB 49 PULANG KE RUMAH ORANGTUA
50
BAB 50 MENGALAMI TEKANAN EMOSIONAL
51
BAB 51 POV AISYAH
52
BAB 52 POV AISYAH
53
BAB 53 POV AISYAH
54
BAB 54 POV AISYAH
55
BAB 55 POV AISYAH
56
BAB 56 POV AISYAH
57
BAB 57 POB AISYAH
58
BAB 51 POV AISYAH 05
59
BAB 52 POV AISYAH 06
60
BAB 53 POV AISYAH 07
61
BAB 54 POV AISYAH 08
62
BAB 55 POV AISYAH 09
63
BAB 56 POV AISYAH 10
64
BAB 57 IKUT CAMPUR URUS ANAK 05
65
BAB 58 PENYESALAN MEMPUNYAI ANAK LAKI-LAKI 06
66
TERLALU DALAM URUSAN ANAK
67
INGIN MENYERAH
68
ADAM BERUBAH
69
MEMBANGKANG
70
BERTEMU AISYAH
71
MERASA IRI
72
TERLALU DIMANJA
73
MEMILIH MELEPASKAN
74
ADAM MASUK RUMAH SAKIT
75
BERTEMU SAFIRA
76
PAPAH BARU
77
MULAI DIABAIKAN
78
PENASARAN DENGAN SAFIRA
79
TIDAK ADA REZA DI HATI SAFIRA
80
SAFIRA ENGGAN BERTEMU AYAHNYA
81
INGIN MENGEMBALIKAN ADAM
82
MULAI MENGANGGAP CUCU
83
TIDAK MAU MENGAKUI SEBAGAI NENEK
84
TIDAK PEDULI LAGI
85
ADAM KEMBALI
86
PINDAH KOTA
87
PERGI MENJAUH
88
Endang dipoligami
89
TIDAK ADA YANG BERPIHAK
90
MEMBUAT KEKACAUAN
91
REZA MULAI STERS
92
MENINGGALKAN IBU
93
POV AISYAH
94
RASA TRAUMA SAFIRA
95
WALI NIKAH
96
UNGKAPAN RASA KECEWA SAFIRA
97
SAH MENJADI ISTRI
98
POV REZA
99
MERASA KESEPIAN
100
KARMA ENDANG
101
AKHIR

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!