Chapter 5 : Melupakan dan Permintaan

Satu minggu pun berlalu..

Seluruh sekolah di area kota Bollin mengadakan ujian simulasi kelulusan, baik sekolah elit seperti Angkasa Raya High School maupun Bina Bangsa High School serta sekolah biasa lainnya tanpa terkecuali mengadakan ujian simulasi bagi semua muridnya kelas tiga

Begitupun Haylyn dan Amoera tentunya. Keduanya tampak berbeda dari sebelumnya, Haylyn yang tak pernah serius untuk ujian sebelum-sebelumnya kini begitu serius bahkan guru yang menjadi pengawas ujian simulasi itu merasa sangat takjub akan perubahan yang dialaminya.

Sudah satu jam berlalu, ujian simulasi pertama sudah selesai, Haylyn menjadi orang terakhir yang mengumpulkan lembar jawaban, dia bahkan terduduk lemas tak berdaya saking pusingnya melihat banyaknya soal perhitungan, kepalanya terasa sangat sakit, dia adalah tipe gadis yang simple dan tak mau ribet, namun karna ingin menghilangkan pikiran tentang Jeandra ia harus rela melakukan hal-hal seperti ini.

Di sekolah lain....

Amoera yang biasanya selalu tak memusingkan nilainya yang akan keluar nanti dan pastinya tetap lulus kini begitu intensif menjawab soal yang diberikan, entah apa yang sebenarnya terjadi satu minggu ini membuat guru yang mengawasinya sampai tercengang.

Amoera lalu mengumpulkan lembar jawaban lebih dulu dengan percaya diri, dia harus membuktikan pada Ayah-nya bahwa dia bisa mendapatkan nilai terbaik sesuai perjanjian yang mereka buat.

Flashback

Haylyn berjalan menapaki tangga menuju rooftop salah satu gedung sekolah tersebut dengan pikiran kusutnya. Saat sudah berada diatas gedung yang dipenuhi jemuran kain-kain berwarna putih itu Haylyn berjalan ke tempat biasa dia suka menenangkan diri selain gedung olahraga, saat sedang menata kembali pikirannya tak disangka seseorang mendorong pintu lantai itu dengan keras.

Laki-laki itu mengatur nafasnya yang tersengal-sengal seakan habis dikejar oleh sesuatu yang menakutkan, Haylyn masih terus memperhatikan tanpa berniat menegurnya dan dapat dipastikan laki-laki yang berpenampilan acak-acakan namun terlihat tampan dimatanya itu, walau tak setampan Jeandra nya, sepertinya pemuda itu masih belum mengetahui keberadaannya.

Saat nafasnya sudah teratur, laki-laki itu berdiri didepan pembatas , tangannya menggenggam erat pembatas tersebut lantas berteriak sekencang-kencangnya, tak lama kemudian dia tertawa seakan-akan ada yang membuatnya lucu, untung saja dibawah gedung itu tak ada orang yang sedang berlalu lalang.

Haylyn masih setia menatap tiap tindakan pemuda tersebut, sampai pandangan mata mereka tidak sengaja bertemu, tepatnya pemuda itu berbalik menghadapnya, “Siapa kau?” tanya pemuda itu menghentikan tawanya

“Seharusnya gue yang bertanya. Siapa lho? Ngapain ada di markas gue?” Haylyn balik bertanya, bahkan rautnya yang semula kusut kembali menjadi garang tak tersentuh

Pemuda itu menatap sekelilingnya, “Kau bilang ini.. Markas?”

Haylyn mengangguk, membuat pemuda itu kembali tertawa terbahak-bahak, “ bhuahaha, Kau bercanda? Ini markas mu? Hahaha, apa kau pikir ini sekolahmu? Kau gila!”

Haylyn tak percaya orang didepannya itu menertawakannya bahkan mengatakan ‘gila’ kepadanya, tanpa mengatakan apa-apa lagi dia mencari benda yang bisa di lemparkan pada pemuda yang sedang menertawakannya itu, lalu..

Plak.

Tepat sasaran.

Bekas botol minuman disamping tempat duduknya itu mengenai telak kepala pria tersebut, Haylyn tersenyum menang sedang pemuda itu menatap kesal padanya.

Karna tak ingin membuat masalah lagi dengan gadis didepannya, pemuda itu menyandarkan diri di sebuah tembok yang tak jauh dari keberadaan gadis yang baru saja menimpuknya dengan sebuah botol kemasan. Lama terdiam Haylyn membuka suaranya, “Hei kau, apa kau punya mantan pacar?” tanyanya dengan mengubah gaya bahasanya

Pria itu menoleh, “Apa kau mau menjadi pacarku?” pemuda itu bertanya dan sedikit menggoda Haylyn

Ingin sekali rasanya Haylyn melemparkan botol ke wajah tampan pemuda itu atau menimpuknya sekali lagi, sayangnya tidak ada benda yang bisa dilemparkannya,

“Aku ingin meminta saran....,” jedanya melihat sebentar kearah pria itu yang masih menyimak apa yang akan dia katakan selanjutnya, “Bagaimana caranya untuk bisa melupakan seseorang.” Haylyn memalingkan wajahnya.

Oh astaga tidak tahukah Haylyn bahwa pemuda tampan tersebut juga sebenarnya sedang patah hati dan tak tahu bagaimana untuk bisa melupakan mantan pacarnya,

Lama terdiam pemuda itu mencetuskan ide jahil di pikirannya, “Kau meminta pada orang yang tepat, Aku akan katakan tutorial agar cepat melupakan seseorang dalam waktu satu minggu, apa kau tahu aku ini masternya."

"Master gamon pastinya.” jawab pemuda itu berbohong tanpa berniat mengatakan kalimat terakhirnya.

Dasar pembohong! Dia baru saja membohongi dirinya sendiri seakan-akan dia adalah ahlinya, namun tak disangka Haylyn mempercayai ucapan laki-laki itu dengan polosnya.

“Cara pertama adalah kau harus menyibukkan diri dengan hal lain agar pikiranmu teralihkan....” Haylyn mengangguk, “.....contohnya yah seperti kau sering berkumpul dan jalan jalan bersama keluargamu, atau bisa juga mengerjakan tiap tugas yang diberikan oleh guru agar kau tak mengingatnya.”

“Lalu yang kedua?” tanya Haylyn penasaran

“Cara kedua adalah kau butuh seseorang untuk pelarian,"

"Yah itu cara biasa yang sering aku lakukan.” Ujar pria tersebut menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lagi-lagi dia tidak melanjutkan ucapannya yang lain dan hanya mengatakannya dalam hati.

"Gue pilih cara yang pertama.” Ucap Haylyn pada dirinya sendiri.

Pemuda tersebut kemudian beranjak dari tempatnya bersiap untuk turun, “Tunggu. Kau mau kemana?” Haylyn bertanya

“Turun!” Jawab pria itu singkat

Haylyn pun ikut berdiri “Eits, gue belum tau siapa nama lho? Dan terima kasih udah ngasih gue saran.” cara bicara Haylyn kembali seperti sebelumnya

Pemuda itu kembali menoleh kearahnya, “Dika.”

“Oh. Gue Haylyn.” Dia juga memperkenalkan dirinya

“Aku tau!” pria itu menjawab tanpa menghentikan langkahnya meninggalkan Haylyn seorang diri di rooftop

Yah, Haylyn tak memusingkan hal itu, baginya satu sekolah pasti tau siapa dirinya, dia juga segera meninggalkan tempat itu dan mulai mengikuti saran dari pemuda yang baru dikenalnya.

Dua hari kemudian....

Amoera sudah diperbolehkan pulang oleh dokter setelah mengecek kondisinya yang sudah pulih total, kini Mbok jum sedang membereskan bawaan mereka, dari arah pintu terdengar suara yang sangat familiar di indra pendengaran Amoera, pintu terbuka menampilkan sosok pria paruh baya yang masih nampak awet muda, sosok yang sangat dirindukannya selama dua hari ini, Ayah-nya.

Bamasatya melangkahkan kakinya menuju tempat tidur sang anak, “Maafkan Ayah yang baru menjenguk mu sayang, bagaimana keadaanmu? Apa masih ada yang sakit?” tanyanya begitu mengkhawatirkan putri satu-satunya itu bersama mendiang istrinya Aurelia putri.

Bamasatya sendiri tak tahu menahu jika putrinya itu berada di rumah sakit, dia baru saja pulang dan mendapati tidak ada orang di mansion selain para pelayan. Pelayan yang tahu majikannya sudah pulang segera menyampaikan pesan dari Mbok Jum.

Setelah mengetahui apa yang menimpa putrinya, Bamasatya segera menuju ke rumah sakit.

“Ayah akan mengantarmu pulang.” Amoera mengangguk senang, ini yang dia inginkan, ayahnya perhatian kepadanya.

Saat di perjalanan pulang Bama mencoba mengajak putrinya itu berbicara, merasa mereka sudah tak lama berbincang berdua saja bahkan mungkin tak pernah semenjak dia menikah lagi.

“Ekhem. Bagaimana sekolahmu?”

“Baik-baik saja, Senin depan semua anak kelas tiga termasuk Amoera akan menghadapi Ujian simulasi selama satu minggu,”

“Benarkah? Ternyata anak ayah sudah mau lulus rupanya, Hmm bagaimana jika Ayah memberimu hadiah setelah ujian simulasi mu selesai, apa ada yang kamu inginkan sayang?”

Amoera berpikir sejenak sebelum menjawab pada akhirnya, “Jika nilaiku yang terbaik apa ayah mau memberikan aku hadiah sebuah permintaan?”

“Permintaan? Bukan Barang atau hal lainnya?” tanya Bama memastikan

Amoera menggeleng, ”Aku hanya ingin jalan-jalan ke wahana berdua bersama ayah saja, apa boleh?” Amoera berharap ayahnya akan menerima permintaannya tersebut

Bama tersenyum senang mendengar permintaan sederhana dari putrinya itu, ”Tentu saja boleh, tapi jangan sampai adikmu dan ibumu tau, bisa-bisa tidak jadi.” Alasan mengapa Bama mengatakan itu bukan tanpa sebab, jika istri dan anak sambungnya tau mereka akan meminta ke tempat lain dan pastinya Amoera akan sangat kecewa, sesekali dia ingin memanjakan putrinya itu juga.

“Aku janji!” jawab Amoera menaikan jari kelingkingnya dan menautkannya di jari kelingking sang Ayah.

Setelah itu, baik Amoera maupun Haylyn mulai memfokuskan diri dengan berbagai materi dan kegiatan lain sampai satu minggu berlalu dan akhirnya ujian simulasi untuk persiapan ujian kelulusan telah dimulai.

Flasback End

...****************...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!