Pertemuan Yang Menentukan

Beberapa hari setelah pertemuan Bagaskara dan Rania

Sore hari , setelah Rania menyelesaikan pekerjaannya di pabrik tempatnya bekerja. Saat ini Rania sedang merapikan barang-barang yang tadi ia keluarkan kedalam tas kembali, untungnya setelah mereka berdua terpergok oleh Bagaskara Nathan menjadi lebih sibuk dan tidak mengganggu dirinya selama bekerja.

" Rania . Lo jadi mau ketemu Pak Bagaskara? " tanya Siska pelan setelah berhasil menyamakan langkahnya dengan Rania . Dan Rania yang ditanya seperti itu pun menatap sekelilingnya untuk memastikan kalau tidak ada orang yang mendengar percakapan mereka.

" Jadi , gue udah janjian ketemu di kafe dekat taman ! " ucap Rania yang menjawab pertanyaan Siska sambil terus melangkah.

" Lo yakin nggak mau gue temani ? " tanya Siska lagi yang masih menawarkan dirinya untuk menemani sahabatnya itu.

" Nggak usah Siska ! Gue bisa kok menangani sendirian ! " ucap Rania sambil merangkul pundak sahabatnya itu.

" Ya udah . Tapi , nanti kalau ada apa-apa cepat kabari gue ya. Gue akan selalu pegang handphone khusus untuk Lo ! " ucap Siska lagi dan Rania yang mendengar itu pun tersenyum kecil.

" Terimakasih sahabat cantiku ! " ucap Rania sambil mencubit pipi sahabatnya gemas.

Mereka berdua pun tertawa bersama sambil berjalan menuju parkiran motor mereka , dan Rania pun merasa terhibur dengan apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu .

" Gue duluan ya , Ran ! " ucap Siska yang sudah berada di atas motornya dan Rania yang mendengarnya pun menganggukan kepalanya sambil melambaikan tangannya mengiri kepergian sahabatnya itu.

Dan setelah motor yang dibawa Siska hilang di tikungan , Rania pun naik ke motornya dan membawanya melaju membelah jalan dan langit sore yang sudah mulai menunjukkan pesonanya .

Dan setelah beberapa menit berkendara Rania pun sampai di kafe yang mereka janjikan , begitu selesai ia memarkirkan motornya , Rania pun menghela nafas pelan sebelum masuk kedalam kafe.

Begitu sampai di dalam kafe , Rania pun langsung mencari tempat duduk yang kelihatannya nyaman dan aman untuk mereka mengobrol nantinya. Setelah duduk Rania pun mengatur nafasnya , ia membuka tasnya dan mengambil handphone dari dalam sana untuk mengisi kekosongan.

Tak lama, sebuah mobil hitam berhenti di depan kafe. Dari dalamnya, Bagaskara keluar dengan gaya khasnya—tenang, penuh wibawa, dan tidak tergesa-gesa. Seperti biasa, kehadirannya menarik perhatian beberapa orang di sekitar. Namun, pria itu tak memedulikan tatapan-tatapan tersebut dan langsung berjalan menuju meja tempat Rania duduk.

Tanpa berbasa-basi, Bagaskara menarik kursi dan duduk di hadapan Rania. "Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyanya dengan suara rendah namun penuh otoritas.

Rania yang tidak menyadari kedatangan Bagaskara pun sempat kaget, namun ia masih bisa mengendalikan ekspresinya. Dan begitu ia mendengar perkataan Bagaskara pun menelan ludah , rasanya keberanian yang sedari tadi ia kumpulkan itu hilang kemana.

"Saya ingin Bapak menemui orang tua saya !" Ucap Rania yang mulai mengutarakan apa yang ingin ia bicarakan pada pria itu.

Bagaskara yang mendengar itu pun menaikkan sebelah alis, ia sedikit terkejut dengan apa yang Rania ucapkan , tapi ia tidak menunjukkan reaksi berlebihan. " Kamu mau memberitahukan orang tuamu , tentang kondisimu ? " Tanya Bagaskara lagi.

Rania meremas jemarinya, hatinya berdebar kencang. " Bukan , Orang tua saya belum tahu apa pun tentang… kehamilan ini. Namun mereka juga belum tahu tentang hubunganku dengan Nathan yang kandas. Yang mereka tahu hanya aku sedang bertengkar dengan Nathan , dan saya ingin bapak datang kerumah untuk menjelaskan alasan saya dan Nathan berpisah . Mau bagaimana pun Nathan pernah menyampaikan kalau dia akan segera melamar saya di depan orang tua saya! " Ucap Rania dengan panjang lebar , ia memberitahukan Bagaskara alasannya yang meminta Bagaskara bertemu dengan orang tuanya.

Bagaskara yang mendengar penjelasan Rania pun memejamkan matanya , ia mulai menyadari kalau ini cukup rumit. "Jadi, kamu ingin saya bertemu mereka tanpa mereka tahu alasannya yang jelas?" Tanya Bagaskara lagi yang tidak pernah melepaskan pandangannya dari Rania.

Rania yang mendengar itu pun mengangguk pelan. "Saya ingin Bapak memperkenalkan diri sebagai—" Ia ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Sebagai orang tua Nathan, bukan sebagai calon suamiku. Lalu setelah itu bapak mencari alasan pada orang tua saya kalau Nathan tidak jadi melamar saya!" Ucap Rania pelan , bahkan dia nyaris berbisik.

Bagaskara menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Rania dengan ekspresi sulit ditebak. "Kau ingin aku berbohong?" tanyanya dengan ekspresi yang sulit di tebak.

"Bukan berbohong," bantah Rania cepat. "Hanya… hanya tidak mengatakan semuanya untuk saat ini. Saya ingin bapak memberitahu mereka tentang hubungan saya dan Nathan yang kandas , dan setelah beberapa hari saya akan mencoba memberitahu mereka pelan-pelan tentang kita. Saya tidak ingin mereka terkejut jika tahu yang sebenarnya" Ucap Rania lagi memberikan alasannya.

Bagaskara yang mendengar perkataan Rania itu pun menghela napas panjang. "Rania, cepat atau lambat mereka akan tahu. Dan ketika itu terjadi, reaksinya mungkin lebih buruk daripada jika kau memberitahu mereka dari awal." Ucapnya mengingatkan wanita yang kini tengah hamil anaknya itu.

"Saya tahu," Rania mengaku lirih. "Tapi… Saya butuh waktu untuk menyiapkan diri. Saya tidak ingin jika mereka tahu dan langsung menolak tanpa mendengar penjelasan." Ucap Rania lagi dengan mengeluarkan pemikirannya saat ini.

Bagaskara menatapnya beberapa saat sebelum akhirnya berkata, "Baik. Saya akan menemui mereka." Ucap Bagaskara yang akhirnya setuju dengan permintaan Rania itu.

Rania yang mendengar persetujuan dari Bagaskara pun akhirnya dapat mengembuskan napas lega. "Terima kasih, Pak ! " ucap Rania yang tidak bisa menahan senyumannya.

"Tapi ada satu syarat," lanjut Bagaskara. "Setelah pertemuan itu, kamu harus bersiap untuk mengatakan yang sebenarnya. Saya tidak akan terus bermain dalam kebohongan." Ucapnya lagi sambil memandang Rania lekat.

Rania menggigit bibirnya, lalu mengangguk. "Saya mengerti." ucap Rania yang menyetujui perkataan Bagaskara tanpa pikir panjang .

Bagaskara pun mengangguk singkat, lalu menyesap kopinya yang sempat ia pesan tadi "Kalau begitu, atur waktunya. Saya akan datang." ucapnya dengan santai namun terdapat ketegasan didalam setiap katanya.

Dan Rania yang mendengar itu pun menganggukan kepalanya , ia akan mengatur pertemuan mereka nanti.

***

Beberapa hari kemudian, Rania akhirnya dapat mengatur waktu bagi Bagaskara untuk bertemu dengan orang tuanya. Ia memilih akhir pekan, saat orang tuanya--- Pak Rudi dan ibu Ani yang biasanya lebih santai di rumah , dan begitu juga dengan Bagaskara yang akan santai jika akhir pekan.

Ketika hari yang ditentukan tiba, Rania menunggu dengan gelisah di ruang tamu rumahnya. Ibunya sibuk di dapur, sementara Pak Rudi sedang membaca koran di kursi favoritnya. Mereka sudah tahu kalau ada yang akan datang berkunjung , namun mereka tidak tahu kalau yang datang nanti adalah Bagaskara.

Tak lama kemudian, suara deru mesin mobil berhenti di depan rumahnya . Rania yang mendengar itu pun menegang dan ia pun buru-buru berdiri dari duduknya dan berjalan cepat ke arah pintu sebelum salah satu orang tuanya sempat mendengar kedatangan tamu mereka . Bagaskara turun dari mobilnya, mengenakan kemeja rapi dengan ekspresi yang tetap tenang. Dan tak lupa ia mengambil paper bag di kursi sampingnya dan langsung menyerahkannya pada Rania .

" Apa ini ?" tanya Rania dengan spontan saat Bagaskara menyerahkan paper bag pada dirinya.

" Buah tangan , masa saya mau bertamu tanpa membawa apa-apa ! " ucap Bagaskara sambil menutup pintu mobilnya , dan Rania yang mendengar itu pun menganggukan kepalanya kamu.

“Silakan masuk, Pak,” ujar Rania lagi dengan pelan sambil memberi isyarat agar pria itu segera masuk sebelum tetangganya mulai memperhatikan.

Bagaskara yang mendengar itu pun melangkah ke dalam rumah sederhana itu. Matanya menyapu sekeliling ruangan dengan tenang sebelum akhirnya bertemu dengan tatapan Pak Rudi yang telah menurunkan korannya. Ibunya pun keluar dari dapur, terlihat sedikit terkejut melihat tamu yang diberitahu anaknya kemarin sudah datang.

“Selamat siang ” sapa Bagaskara sopan, sambil menatap kedua orang tua Rania yang masih terpaku melihat kedatangannya . Pak Rudi yang mendengar perkataan Bagaskara pj segera meletakkan korannya dan bangkit berdiri.

“Ohh , iya . Selamat siang , silahkan duduk pak ! " ucap pak Rudi sambil mempersilahkan tamunya untuk duduk. Dan Bagaskara pun langsung duduk tanpa disuruh dua kali.

Dan Rania yang melihat itu pun menghela nafas pelan. Sebelum memperkenalkan Bagaskara pada kedua orang tuanya.

“Pak, Bu… kenalkan, ini Pak Bagaskara. Beliau…” ia menarik napas dalam sebelum melanjutkan, “ayahnya Nathan.” Ucap Rania memperkenalkan tamu mereka saat ini. Sejenak, keheningan menyelimuti ruangan. Pak Rudi dan Bu Ani pun bertukar pandang.

“Jadi, Anda ayah Nathan?” Pak Rudi mengulang dengan nada heran. Ia pikir ayah Nathan sudah lebih tua darinya . Namun , jika dilihat saat ini sepertinya umurnya beda beberapa tahun di bawahnya.

Bagaskara yang mendengar itu pun menganggukkan kepalanya. “Benar.” ucapnya singkat namun terdapat ketegasan didalam sana.

Ibu Ani pun mengerutkan kening. “ Ada alasan apa ya , Bapak datang kesini ? " Tanyanya dengan sopan , Bu Ani tahu kalau orang yang di hadapannya ini bukan orang bisa. Di lihat dari cara pakaiannya , sudah terlihat kalau Bagaskara ini pasti orang yang cukup berpengaruh di masyarakat.

Bagaskara tetap tenang menghadapi pertanyaan itu. “Saya hanya mau bersilahturahmi , Bu ! " Ucapnya dengan sopan . Namun pak Rudi tidak percaya dengan alasan yang di berikan Bagaskara.

“ Saya Rasa itu tidak bisa menjadi alasan Anda datang ke sini . Jadi , saya akan bertanya lagi , apa tujuan Anda datang sekarang?” tanya pak Rudi yang kesal saat tahu orang yang duduk didepannya ini adalah ayah dari Nathan yang sudah membuat anaknya sedih satu bulan terakhir ini.

Rania yang mendengar perkataan dari ayahnya pun merasa napasnya tersangkut. Ini pertanyaan yang ia takuti. Ia menoleh pada Bagaskara, berharap pria itu akan menjawab dengan tenang.

Bagaskara mengangguk sedikit. “Saya datang untuk mengenal keluarga Rania lebih baik. Saya ingin memastikan semuanya baik-baik saja setelah apa yang dilakukan oleh anak saya.” ucap Bagaskara pada akhirnya .

Pak Rudi menyipitkan mata. “Maksud Anda, setelah Nathan meninggalkan anak saya?” ucap pak Rudi tanpa basa-basi , yang ia tahu hubungan anaknya dengan Nathan kandas .

Suasana berubah lebih tegang. Rania menundukkan kepala, sementara Bagaskara tetap mempertahankan sikapnya yang tenang.

“Saya memahami bahwa keluarga Anda pasti kecewa dan marah,” ujar Bagaskara, nadanya tetap datar tapi tegas. “Dan saya tidak datang untuk membela Nathan. Saya hanya ingin memastikan bahwa Rania tidak menghadapi semuanya sendirian.” ucapnya yang kali ini menatap ke arah Rania.

Pak Rudi menatapnya tajam. “Jadi, apa yang sebenarnya Anda inginkan?”

Rania yang mendengar perkataan Bagaskara pun mengernyit heran , pasalnya ia tidak tahu apa yang akan Bagaskara katakan lagi pada orang tuanya.

.

.

Bersambung....

Episodes
1 Malam yang tak terduga
2 Takdir
3 Penyesalan
4 Cerita Yang Sebenarnya
5 Dosa Diantara Kita
6 Harga Sebuah Kesalahan
7 Diantara Bayang-Bayang
8 Takdir Yang Menghantui
9 Terikat Tanpa Pilihan
10 Terjebak Dalam Bayangan
11 Garis Dua Yang Mengubah Hidup
12 Rahasia Diantara Kita
13 Di Persimpangan Takdir
14 Keberanian di Tengah Ketidakpastian
15 Jejak Takdir: Anak dari Pria Tak Terduga
16 Membuat Keputusan
17 Pertemuan Yang Menentukan
18 Pilihan Tanpa Jalan Pulang
19 Pernikahan Tanpa Pilihan
20 Pernikahan Diujung Badai
21 Badai dalam Keluarga: Dosa yang Tak Termaafkan
22 Takdir yang Terungkap: Ayah, Anak, dan Pengkhianatan
23 Takdir Diujung Jalan
24 Pernikahan Tanpa Cinta: Tanggung Jawab atau Paksaan?
25 Ikatan Tanpa Pilihan
26 Takdir Yang Tak Terduga
27 Cincin Untuk Rania
28 Lamaran Sang Sultan: Takdir yang Tak Terduga
29 Takdir Menyatukan Kita
30 Antara Takdir Dan Pilihan
31 Takdir Yang Tak Terduga 2
32 Janji Dibawah Langit
33 Takdir dibawah cahaya bintang
34 Janji di Pelaminan
35 Sebuah Awal Baru
36 Belajar Menerima Keadaan
37 Hari Baru, Status Baru
38 Janji Di Hamparan Sawah
39 Mempersiapkan Acara Resepsi
40 Langkah Baru Rania: Meniti Hidup sebagai Istri
41 Makan Malam Romantis
42 Pelan-pelan Jatuh Cinta
43 Resepsi Pernikahan 1
44 Resepsi Pernikahan 2
45 Penyesalan Nathan
46 Mulai Posesif
47 Nasihat Ibu
Episodes

Updated 47 Episodes

1
Malam yang tak terduga
2
Takdir
3
Penyesalan
4
Cerita Yang Sebenarnya
5
Dosa Diantara Kita
6
Harga Sebuah Kesalahan
7
Diantara Bayang-Bayang
8
Takdir Yang Menghantui
9
Terikat Tanpa Pilihan
10
Terjebak Dalam Bayangan
11
Garis Dua Yang Mengubah Hidup
12
Rahasia Diantara Kita
13
Di Persimpangan Takdir
14
Keberanian di Tengah Ketidakpastian
15
Jejak Takdir: Anak dari Pria Tak Terduga
16
Membuat Keputusan
17
Pertemuan Yang Menentukan
18
Pilihan Tanpa Jalan Pulang
19
Pernikahan Tanpa Pilihan
20
Pernikahan Diujung Badai
21
Badai dalam Keluarga: Dosa yang Tak Termaafkan
22
Takdir yang Terungkap: Ayah, Anak, dan Pengkhianatan
23
Takdir Diujung Jalan
24
Pernikahan Tanpa Cinta: Tanggung Jawab atau Paksaan?
25
Ikatan Tanpa Pilihan
26
Takdir Yang Tak Terduga
27
Cincin Untuk Rania
28
Lamaran Sang Sultan: Takdir yang Tak Terduga
29
Takdir Menyatukan Kita
30
Antara Takdir Dan Pilihan
31
Takdir Yang Tak Terduga 2
32
Janji Dibawah Langit
33
Takdir dibawah cahaya bintang
34
Janji di Pelaminan
35
Sebuah Awal Baru
36
Belajar Menerima Keadaan
37
Hari Baru, Status Baru
38
Janji Di Hamparan Sawah
39
Mempersiapkan Acara Resepsi
40
Langkah Baru Rania: Meniti Hidup sebagai Istri
41
Makan Malam Romantis
42
Pelan-pelan Jatuh Cinta
43
Resepsi Pernikahan 1
44
Resepsi Pernikahan 2
45
Penyesalan Nathan
46
Mulai Posesif
47
Nasihat Ibu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!