Membuat Keputusan

Rania merasa dunianya seolah berputar lebih cepat dari biasanya. Ia datang ke tempat kerja Bagaskara dengan hati yang dipenuhi kecemasan, membayangkan berbagai kemungkinan buruk yang akan terjadi—penyangkalan, kemarahan, bahkan penghinaan oleh Bagaskara. Namun, yang ia dapatkan justru sebaliknya. Bagaskara tidak hanya menerima kenyataan bahwa ia mengandung anaknya, tetapi juga mengklaim sudah mengetahuinya lebih dulu sebelum Rania memberitahukannya.

Rania menggigit bibirnya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Entah sudah berapa kali jantungnya berdetak begitu cepat dalam Minggu ini .

"Jadi… apa yang Bapak maksud dengan 'melakukan sesuatu'?" tanya Rania dengan hati-hati sambil menatap lekat kearah pria yang usianya itu hampir setengah darinya.

Bagaskara yang mendengar pertanyaan Rania pun mengamati wanita itu dengan sorot mata yang sulit diartikan. Kadang Rania bingung , mengapa Bagaskara terlihat begitu tenang, seolah tidak ada hal di dunia ini yang bisa menggoyahkan ketegasannya.

"Aku ingin menikahimu," ucap Bagaskara, yang langsung ke pokok permasalahan.

Mendengar hal itu pun mampu membuat Rania membelalakkan mata. Kata-kata yang diucapkan Bagaskara begitu sederhana, tetapi dampaknya terasa seperti ledakan yang dapat meluluhlantakkan pikirannya.

"Menikah?" ulang Rania yang nyaris berbisik, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari pria empat puluh tahun itu.

Bagaskara yang mendengar perkataan Rania pun menganggukan kepalanya perlahan. "Iya. Kamu nggak salah dengar . Kita tidak bisa membiarkan anak ini lahir tanpa status yang jelas. Saya tidak ingin anak saya tumbuh dalam situasi yang membingungkan. Saya juga tidak mau namanya dan statusnya dipertanyakan oleh siapa pun." ucap Bagaskara dengan tegas , tidak ada keraguan sedikitpun dari perkataannya itu.

Rania yang mendengar itu pun menelan ludah. Ia tahu betul siapa Bagaskara Wijaya. Pria itu adalah sosok yang selalu memiliki kendali atas segala hal dalam hidupnya. Tidak ada keputusan yang dibuat tanpa pertimbangan matang. Dan jika ia mengatakan ingin menikah, itu berarti Bagaskara sudah memutuskannya masak-masak.

Namun, Rania bukan bagian dari dunia Bagaskara. Ia hanya seorang wanita biasa, seorang pegawai di pabrik yang kebetulan milik pria itu. Dan ia juga bukan bagian dari lingkaran elite yang terbiasa dengan kemewahan dan kekuasaan. Jika ia menikah dengan Bagaskara, apakah nanti ia bisa menyesuaikan diri dilingkungan yang sangat berbeda dengannya.

Rania menarik napas dalam lagi, berusaha mengumpulkan keberanian untuk menentang perkataan bos besarnya itu. "Pak Bagaskara, pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan begitu saja. Kita bahkan tidak saling mencintai." ucap Rania yang mencoba untuk berpikir rasional , ia berharap setelah mendengar perkataannya Bagaskara mampu mengubah niatnya.

Bagaskara yang mendengar perkataan Rania pun tidak menunjukan ekspresi apapun. Ia itu tetap tenang, seolah sudah memperkirakan kalau Rania akan keberatan dengan permintaannya

. "Cinta bisa tumbuh," ucapnya tanpa ragu. "Yang terpenting sekarang adalah anak ini. Saya tidak ingin dia lahir tanpa kehadiran kedua orang tuanya yang sah." Ucapnya lagi tanpa ragu, ia sudah benar-benar yakin dengan keputusan yang ia buat itu.

Rania yang mendengarnya pun mengerutkan kening. "Jadi, Bapak ingin menikahi saya hanya demi tanggung jawab?" ucapnya yang tidak setuju jika niat pria yang mengajaknya menikah ini hanya sekedar tanggung jawab.

Bagaskara pun menghela napas panjang. "Awalnya, iya. Tapi, saya juga tahu bahwa kau bukan wanita yang mau menikah di atas kontrak, Rania. Jika saya hanya ingin bertanggung jawab, saya bisa saja mengatur semua kebutuhan kamu dan anak ini tanpa harus menikah. Saya bisa memberikan kamu rumah, uang, dan segala fasilitas yang kamu butuhkan."ucapnya dengan tenang sambil menatap dalam Rania .

Rania yang mendengar perkataan Bagaskara pun merasakan dadanya mencelos. Tawaran itu terdengar seperti jebakan. Ia tidak ingin hidup bergantung pada belas kasihan seorang pria, bahkan jika pria itu adalah ayah dari anaknya sendiri.

"Jadi, mengapa Bapak memilih pernikahan?" tanya Rania lagi yang berusaha menjaga suaranya agar tetap stabil.

Bagaskara yang mendengar itu pun tersenyum tipis, sorot matanya sedikit melembut. "Karena saya percaya bahwa anak ini pantas tumbuh dalam keluarga yang utuh. Saya juga percaya bahwa kamu adalah wanita yang cukup kuat untuk berdiri di sisi saya. Kamu bisa saja memilih untuk tidak memberitahuku tentang kehamilan ini, tetapi kamu datang ke sini, menghadapi ketidakpastian, dan mengatakan yang sebenarnya. Itu cukup untuk membuktikan siapa dirimu, Rania." Ucapnya dengan tulus.

" Dan anak ini merupakan anak kandung saya satu-satunya , dan saya sangat berharap bisa membesarkannya dan memberikan dia rumah yang nyaman bersama dengan seluruh keluarganya ! " ucap Bagaskara lagi , ia benar-benar menginginkan anak yang berada di dalam rahim Rania . Meskipun janin itu tumbuh dari kesalahan orang tuanya .

Rania yang mendengar itu pun terdiam. Rania tidak menyangka kalau Bagaskara berpikir seperti itu , ia pikir orang kayak seperti Bagaskara tidak akan memikirkan nasib orang lain selama hal itu bisa di bayar menggunakan uang.

Bagaskara pun berdehem untuk melanjutkan perkataannya, "Saya tidak memaksa kamu untuk mengambil keputusan saat ini juga. Tapi saya ingin kamu tahu bahwa saya siap untuk menikahimu. saya ingin kamu menjadi istriku, ibu dari anakku. Dan jika kamu menerima, saya berjanji akan melakukan yang terbaik untuk kita bertiga." Ucapnya sambil menatap Rania tanpa ragu.

Dan Rania yang di tatap seperti itu pun menunduk, pikirannya berputar cepat. Pernikahan bukanlah sesuatu yang pernah ia rencanakan dalam waktu dekat, apalagi dengan pria seperti Bagaskara. Namun, ia juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa anak ini membutuhkan ayahnya.

Ia mengangkat wajahnya, menatap Bagaskara dalam-dalam. "Saya… butuh waktu untuk berpikir," ucapnya pelan.

Bagaskara mengangguk, tampak tidak terkejut dengan jawaban itu. "Saya mengerti. Tapi jangan terlalu lama, Rania. Keputusan ini tidak hanya menyangkut kita berdua, tapi juga anak kita." ucapnya sambil menatap Rania dalam . Dan Rania yang mendengar itu pun meremas jemarinya. Ia tahu, apa pun keputusannya, hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah ini.

Setelah pertemuan singkat mereka sore itu, Rania langsung pulang kerumahnya dengan pikiran yang berkecamuk. Ia bingung harus menerima lamaran tidak langsung Bagaskara atau justru menolaknya dan membesarkan anaknya seorang diri. Namun , ia takut tidak akan bisa menjawab jika anaknya sudah besar nanti akan bertanya dimana keberadaan ayah kandungnya.

Malam itu, Rania duduk di sudut kamarnya yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, ia memeluk lututnya sambil menatap kosong ke arah jendela. Cahaya lampu jalan yang temaram memantulkan bayangan samar di lantai, sementara pikirannya berkecamuk dengan begitu banyak pertimbangan. Kata-kata Bagaskara tadi sore terus terngiang di kepalanya, menggema tanpa henti, seolah membentuk pusaran yang menariknya semakin dalam hingga mampu membuatnya tenggelam.

"Menikah?" ucap Rania yang bicara pada dirinya sendiri.

Skenario itu memang pernah ia pikirkan. Namun ia akan menikah dengan Nathan , bukan dengan Bagaskara yang merupakan ayah angkat Nathan sendiri . Tidak pernah terpikirkan sedikitpun jika ia harus menikah dengan orang yang usianya jauh lebih tua dari dirinya . Apalagi Bagaskara ini —seseorang yang berasal dari dunia yang begitu berbeda darinya, seseorang yang terbiasa dengan kekuasaan dan kendali mutlak atas segala hal dalam hidupnya. Namun, kenyataan yang dihadapinya sekarang tidak memberinya banyak pilihan.

Tangan Rania secara refleks menyentuh perutnya yang masih datar, mencoba merasakan keberadaan kehidupan kecil di dalamnya yang baru diketahuinya tidak lama ini. Hatinya bergolak. Ia bisa saja memilih untuk membesarkan anak ini sendiri, tanpa harus bergantung pada Bagaskara atau siapa pun. Tapi, bisakah ia memberikan kehidupan yang layak untuknya? Bisakah ia memastikan bahwa anaknya akan tumbuh tanpa merasakan kekurangan, tanpa harus bertanya-tanya tentang siapa ayahnya nanti?

Ia menutup mata, mengingat wajah orangtuanya yang penuh dengan ketabahan. Orang tuanya telah berjuang mati-matian membesarkan dirinya dan kakaknya , agar dapat membantu perekonomian keluarga nantinya . Ia ingat bagaimana ayahnya harus bekerja siang malam, menerima cemoohan dari orang-orang, dan menanggung beban bersama dengan ibunya. Ia mengagumi ayah dan juga ibunya, tapi ia juga tahu betapa berat perjuangan itu.

Sebuah ketukan pelan di pintu kamarnya mengagetkan Rania dari lamunannya. Rania menoleh, lalu bangkit dengan langkah ragu. Saat pintu terbuka, ia mendapati Siska berdiri di ambang pintu dengan ekspresi khawatir.

"Gue ngetuk pintu depan dari tadi , untung aja ada ibu Lo yang bukain ! " Ucap Siska sambil nyelonong masuk ke dalam kamar Rania, tanpa disuruh lagi.

" Lo baik-baik aja kan ? Bagaimana pertemuan dengan pak Bagaskara tadi ? " Tanya Siska beruntun pada sahabatnya itu , ia rela malam-malam datang kerumah sahabatnya ini hanya karena Rania yang tidak bisa dihubungi saat sahabatnya itu bilang kalau ia akan langsung bertemu dengan Bagaskara setelah pulang kerja tadi.

Rania yang mendengar pertanyaan Siska pun tidak dapat menahan senyumannya, setidaknya sahabatnya itu mampu membuatnya melupakan sebentar masalah yang ia alami . " Gue baik-baik aja , Siska ! " Ucapnya menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu.

Siska menatapnya lekat-lekat, lalu menghela napas panjang. "Gue nggak percaya Lo baik-baik saja. Wajah Lo penuh beban, Ran." Ucapnya sambil menatap intens wajah Rania yang berada di depannya.

Rania tidak langsung menjawab. Ia hanya kembali duduk di tepi kasur, sementara Siska ikut duduk di sebelahnya.

"Bagaimana pertemuan dengan Pak Bagaskara?" tanya Siska lagi , ia sangat penasaran respon apa yang diberikan Boe besarnya itu setelah tahu kabar kehamilan Rania.

"Gue sudah bilang ke dia kalau gue hamil." Ucap Rania pada akhirnya , ia tidak ingin merahasiakan apapun pada sahabat satu-satunya itu.

Siska terdiam sejenak sebelum bertanya, "Lalu, gimana reaksinya?" tanya Sinta yang penasaran apa reaksi Bagaskara saat mendengar itu.

Rania menarik napas panjang. "Dia bilang dia sudah tahu." Ucap Rania menjawab pertanyaan dari Siska.

Mendengar hal itu pun membuat Siska mengerutkan keningnya. "Tunggu… dia sudah tahu? Dari mana?" Tanya Siska lagi dengan penasaran.

"Gue nggak tahu," jawab Rania sambil menggeleng pelan. "Tapi dia bilang dia sudah memperkirakan ini sejak awal." ucapnya lagi sambil duduk bersandar di atas kasurnya.

Siska yang mendengar itu pun menghela napas pelan , dan tampak berpikir keras. "Terus, dia mau apa?" Tanyanya lagi .

Rania menatap sahabatnya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. "Dia ingin kami menikah" ucap Rania pada akhirnya.

Sejenak, keheningan memenuhi ruangan. Mendengar perkataan Rania pun membuat mata Siska membulat, seolah ia baru saja mendengar sesuatu yang mustahil. "Menikah?" ulangnya dengan nada tidak percaya.

Rania yang mendengar pertanyaan ulang Siska pun mengangguk.

" Lo yakin dia serius dengan perkataannya itu?" Tanya Siska lagi dengan raut wajah syok , ia pikir Bagaskara akan memberikan uang pada Rania agar menggugurkan kandungannya . Namun , justru sebaliknya . Laki-laki matang itu justru ingin membangun sebuah keluarga dengan sahabatnya itu.

"Gue rasa begitu, gue nggak melihat kebohongan sedikitpun dari ucapannya." Ucap Rania yang yakin kalau Bagaskara serius akan ucapannya.

Siska terdiam cukup lama, lalu berkata, "Ran, apa pun keputusan Lo . Gue sebagai sahabat Lo akan mendukung seratus persen ! " Ucapnya sambil menepuk pundak sahabatnya itu . Dan Rania yang mendengar itu pun langsung memeluk Siska dengan erat.

" Terimakasih , sudah mendukung gue ! " Ucap Rania disela-sela pelukannya. Ia bersyukur di saat ia tidak mau memberitahukan orang tuanya , ada Siska yang mau mendengar ceritanya.

.

.

Bersambung.....

Episodes
1 Malam yang tak terduga
2 Takdir
3 Penyesalan
4 Cerita Yang Sebenarnya
5 Dosa Diantara Kita
6 Harga Sebuah Kesalahan
7 Diantara Bayang-Bayang
8 Takdir Yang Menghantui
9 Terikat Tanpa Pilihan
10 Terjebak Dalam Bayangan
11 Garis Dua Yang Mengubah Hidup
12 Rahasia Diantara Kita
13 Di Persimpangan Takdir
14 Keberanian di Tengah Ketidakpastian
15 Jejak Takdir: Anak dari Pria Tak Terduga
16 Membuat Keputusan
17 Pertemuan Yang Menentukan
18 Pilihan Tanpa Jalan Pulang
19 Pernikahan Tanpa Pilihan
20 Pernikahan Diujung Badai
21 Badai dalam Keluarga: Dosa yang Tak Termaafkan
22 Takdir yang Terungkap: Ayah, Anak, dan Pengkhianatan
23 Takdir Diujung Jalan
24 Pernikahan Tanpa Cinta: Tanggung Jawab atau Paksaan?
25 Ikatan Tanpa Pilihan
26 Takdir Yang Tak Terduga
27 Cincin Untuk Rania
28 Lamaran Sang Sultan: Takdir yang Tak Terduga
29 Takdir Menyatukan Kita
30 Antara Takdir Dan Pilihan
31 Takdir Yang Tak Terduga 2
32 Janji Dibawah Langit
33 Takdir dibawah cahaya bintang
34 Janji di Pelaminan
35 Sebuah Awal Baru
36 Belajar Menerima Keadaan
37 Hari Baru, Status Baru
38 Janji Di Hamparan Sawah
39 Mempersiapkan Acara Resepsi
40 Langkah Baru Rania: Meniti Hidup sebagai Istri
41 Makan Malam Romantis
42 Pelan-pelan Jatuh Cinta
43 Resepsi Pernikahan 1
44 Resepsi Pernikahan 2
45 Penyesalan Nathan
46 Mulai Posesif
47 Nasihat Ibu
Episodes

Updated 47 Episodes

1
Malam yang tak terduga
2
Takdir
3
Penyesalan
4
Cerita Yang Sebenarnya
5
Dosa Diantara Kita
6
Harga Sebuah Kesalahan
7
Diantara Bayang-Bayang
8
Takdir Yang Menghantui
9
Terikat Tanpa Pilihan
10
Terjebak Dalam Bayangan
11
Garis Dua Yang Mengubah Hidup
12
Rahasia Diantara Kita
13
Di Persimpangan Takdir
14
Keberanian di Tengah Ketidakpastian
15
Jejak Takdir: Anak dari Pria Tak Terduga
16
Membuat Keputusan
17
Pertemuan Yang Menentukan
18
Pilihan Tanpa Jalan Pulang
19
Pernikahan Tanpa Pilihan
20
Pernikahan Diujung Badai
21
Badai dalam Keluarga: Dosa yang Tak Termaafkan
22
Takdir yang Terungkap: Ayah, Anak, dan Pengkhianatan
23
Takdir Diujung Jalan
24
Pernikahan Tanpa Cinta: Tanggung Jawab atau Paksaan?
25
Ikatan Tanpa Pilihan
26
Takdir Yang Tak Terduga
27
Cincin Untuk Rania
28
Lamaran Sang Sultan: Takdir yang Tak Terduga
29
Takdir Menyatukan Kita
30
Antara Takdir Dan Pilihan
31
Takdir Yang Tak Terduga 2
32
Janji Dibawah Langit
33
Takdir dibawah cahaya bintang
34
Janji di Pelaminan
35
Sebuah Awal Baru
36
Belajar Menerima Keadaan
37
Hari Baru, Status Baru
38
Janji Di Hamparan Sawah
39
Mempersiapkan Acara Resepsi
40
Langkah Baru Rania: Meniti Hidup sebagai Istri
41
Makan Malam Romantis
42
Pelan-pelan Jatuh Cinta
43
Resepsi Pernikahan 1
44
Resepsi Pernikahan 2
45
Penyesalan Nathan
46
Mulai Posesif
47
Nasihat Ibu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!