CINCIN PERNIKAHAN

Ayra berlari tergesa-gesa melewati pintu masuk mall. Napasnya sedikit memburu, kakinya melangkah cepat di antara pengunjung yang lalu-lalang. Tatapan orang-orang sempat tertuju padanya, tapi ia tidak peduli. Yang ada di pikirannya hanya pesan Arsal.

"Segera ke sini, ada hal penting yang harus kita selesaikan."

Pesan itu tiba-tiba masuk ke ponselnya saat ia sedang dalam meeting dengan Haikal. Tanpa menjelaskan lebih lanjut, Arsal hanya mengirimkan lokasi di mall ini. Awalnya, Ayra sempat ragu. Tapi karena kata-kata "hal penting yang harus diselesaikan", ia jadi khawatir.

Apakah ada masalah besar? Apalagi yang ia tahu Arsal sedang ada pertemuan penting. Ayra mengira ini ada kaitannya dengan acara Hari Anak nanti.

Ayra semakin mempercepat langkahnya, matanya sibuk mencari sosok Arsal di antara keramaian. Tak butuh waktu lama, ia menemukan pria itu berdiri di depan sebuah toko perhiasan mewah.

Dahi Ayra mengernyit. Toko perhiasan?

Arsal berdiri di sana dengan tenang, memasukkan satu tangan ke dalam saku celananya.

Ayra langsung menghampiri atasannya itu. "Pak Arsal," Panggilnya dengan nada formal, meskipun napasnya masih belum stabil. "Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa tiba-tiba menyuruh saya datang ke sini?"

Arsal melirik ke arah Ayra tanpa banyak reaksi. "Kamu datang cukup cepat," Komentarnya datar.

"Pesan anda seperti ada yang penting. Takutnya ada masalah dengan acara kita nanti." Balas Ayra.

"Ayo masuk." Ajak Arsal.

Ayra mengernyit saat Arsal melangkah masuk ke dalam toko perhiasan tanpa menjelaskan apa pun. Dengan perasaan tidak enak, Ayra akhirnya mengikuti. Begitu masuk, udara sejuk dari pendingin ruangan langsung menyentuh kulitnya. Interior mewah dan elegan toko itu membuatnya semakin bingung.

Seorang pegawai toko segera menyambut mereka dengan ramah. "Selamat datang, Pak Arsal. Apakah ada yang bisa kamu bantu?"

"Saya mau cari cincin pernikahan." Ucap Arsal tenang lalu duduk di kursi yang disediakan.

Ayra masih mengikuti lelaki tersebut. Ia masih menunggu instruksi selanjutnya dari Arsal. Sementara menunggu Arsal yang sedang tampak berbicara dengan pegawai toko, Ayra berdiri tidak jauh dari itu. Ia baru saja akan mengirimkan pesan kepada Haikal, namun tiba-tiba Arsal memanggilnya.

"Ay," Panggil Arsal pelan.

Ayra mendongak mengalihkan pandangannya ke Arsal. Ia lalu menghampiri Arsal. "Iya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Ayra tenang.

"Pilihkan cincinnya. " Jawab Arsal sembari menunjuk beberapa pilihan cincin yang direkomendasikan oleh pegawai toko.

"Maaf, maksud apa, ya?" Tanya Ayra bingung.

Arsal berbalik menatapnya, ekspresinya tetap setenang biasanya. Arsal kemudian mendekatkan wajahnya ke Ayra membuat gadis itu panik. "Kamu tidak mungkin menikah tanpa cincin, kan?" Bisik Arsal di telinga Ayra.

Ayra mematung. Otaknya berusaha memproses kata-kata pria itu. "Pak, saya rasa kita perlu mendiskusikan ini lagi deh. Pernikahan bukan hal yang main-main." Ucap Ayra.

"Siapa yang main-main? Ini adalah bukti keseriusan saya." Kata Arsal, namun nada bicaranya terdengar sedikit emosi. "Kamu yang mengajakku menikah lebih dulu," Lanjut Arsal, nadanya terdengar enteng namun menohok.

Wajah Ayra memanas. Ya Tuhan, bagaimana bisa pria ini mengungkit hal itu dengan begitu santai?

"Saya…" Ayra menelan ludah. "Saya rasa kita perlu bicara dulu." Kata Ayra pelan, masih dalam posisi berdiri di samping Arsal.

Arsal menatapnya sekilas, lalu mengalihkan pandangan ke pegawai toko. "Tolong kau bantu dia memilih cincin terbaik untuk kami."

Ayra menelan ludah saat melihat kilauan deretan cincin berlian di hadapannya. Ia masih merasa seakan berada dalam mimpi. Apa benar ini nyata? Ia benar-benar sedang memilih cincin untuk pernikahannya? Menikah dengan Arsal?

Sementara itu, Arsal berdiri di sampingnya dengan ekspresi datar, kedua tangannya terselip di saku celana. Tatapannya tetap tenang, tetapi Ayra bisa merasakan tatapan itu mengamatinya dengan seksama.

"Silakan, Bu. Anda bisa memilih desain yang sesuai dengan selera Anda," Ucap pegawai toko dengan ramah.

Ayra hampir tersentak. "Eh, saya?" Ia melirik Arsal, berharap pria itu membantunya keluar dari situasi ini. Namun, Arsal malah mengangkat alis, seolah berkata, Siapa lagi kalau bukan kau?

Menahan napas, Ayra mulai melihat satu per satu cincin yang ada di etalase. Jari telunjuknya ragu-ragu menunjuk ke salah satu cincin sederhana dengan berlian kecil di tengahnya. "Yang ini cukup bagus."

Pegawai toko dengan cekatan mengambil cincin tersebut dan menyerahkannya pada Ayra. "Silakan dicoba, Bu."

Ayra tampak ragu. Apalagi melihat kilauan cincinnya itu Ayra yakin itu cincin yang mahal.

"Atau Bapak yang akan memasukkan cincinnya ke jari calon istrinya?" Pegawai toko itu mempersilahkan dengan ramah.

Ayra spontan menoleh ke Arsal, ekspresinya panik. "Pak Arsal... Saya..."

Arsal menatapnya sekilas sebelum berkata santai, "Saya tidak akan menyentuhmu. Kamu pakai sendiri."

Ayra mengatupkan bibir, pipinya memanas. Bukan karena tersipu, tapi lebih ke arah malu karena Arsal seakan bisa membaca pikirannya dengan mudah. Ia mengambil cincin itu dengan tangan gemetar dan mencoba memasangkannya di jari manis kirinya. Pas. Tidak terlalu besar ataupun kecil.

Pegawai toko tersenyum. "Cincin ini sangat cocok untuk Anda, Bu."

Ayra melirik ke arah Arsal, ingin melihat reaksinya. Namun, pria itu hanya mengamati cincin di jarinya dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Hm. Cukup bagus," Komentar Arsal akhirnya.

Ayra mendengus pelan. Lagipula apa yang bisa ia harapkan dari seorang Arsal.

Pegawai toko lalu bertanya, "Apakah Bapak juga ingin memilih cincin yang sepasang dengan milik calon istri Anda?"

Ayra tersedak udara. Ia spontan ingin mengoreksi ucapan pegawai itu, tapi Arsal lebih dulu menanggapinya.

"Ya, saya ingin cincin yang sepasang dengannya."

Ayra menoleh tajam. "Pak Arsal, saya rasa ini terlalu—"

"Kau yang meminta menikah denganku lebih dulu," Potong Arsal dengan nada tenang namun tajam.

Ayra benar-benar ingin menghilang saat ini juga. Pria ini benar-benar tak memberinya celah untuk mengelak. Ia menghembuskan napas panjang dan akhirnya pasrah. "Baiklah…"

Gadis itu tidak menyadari, bahwa reaksinya mengundang senyum samar Arsal. Kini Arsal sedang berdiskusi kecil dengan pegawai toko. Tiba-tiba saja ia mendengar dering ponselnya. Ayra meminta izin Arsal dulu sebelum ia menjawab panggilan yang ternyata dari ibunya.

Setelah Ayra berada di luar toko, tanpa ragu, ia segera mengangkatnya. "Assalamu'alaikum, Umma?"

Suara Umma terdengar sedikit gemetar di seberang. "Ayra… Abimu masuk rumah sakit, Nak."

Dada Ayra langsung terasa sesak. "Astaghfirullah… Kenapa, Umma? Apa yang terjadi?"

"Abimu jatuh di kamar mandi. Umma baru saja dari rumah tetangga, ketika Umma pulang, abimu sudah tergeletak di kamar mandi."

Tanpa sadar, Ayra menggenggam erat ponselnya. "Aku akan segera ke sana, Umma. Umma nanti chat aja ya ruangan dana rumah sakit mana."

"Iya. Kamu hati-hati, ya." Kata Laras lembut.

Setelah mengucapkan salam dan menutup telepon dari ibunya, Ayra langsung berbalik, menatap Arsal yang masih berdiri di dekat kasir, tampaknya sedang berbicara dengan pegawai toko.

"Pak Arsal, saya harus pergi sekarang," Katanya cepat.

Arsal mengangkat wajahnya, menatap Ayra dengan alis sedikit berkerut. "Kemana?"

"Ada urusan mendadak," jawab Ayra singkat. Ia tidak ingin menjelaskan lebih jauh.

Arsal belum sempat merespons ketika Ayra sudah membalikkan badan dan berjalan cepat keluar toko. Ia tidak punya waktu untuk basa-basi.

Dengan langkah cepat ia segera keluar mall dan memesan taksi online. Namun, butuh waktu beberapa menit sebelum taksi bisa sampai ke sini. Ayra mempertimbangkan kembali, walaupun kini Ayra mulai gelisah, tubuhnya bergerak resah sementara matanya terus mengawasi jalan. Ia baru saja akan menelpon Haikal, lalu tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti tepat di hadapannya.

Ayra mengenali mobil itu bahkan sebelum kaca jendelanya turun. Detik berikutnya, wajah Arsal muncul dari balik kemudi.

"Masuk," Katanya singkat.

Ayra ragu sejenak. "Pak Arsal, saya bisa naik taksi saja—"

"Ayo naik, Ay!" Nada suaranya tegas, tidak memberi ruang untuk perdebatan.

Akhirnya, tanpa banyak protes, Ayra membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Detik berikutnya, Arsal langsung melajukan kendaraannya meninggalkan area mall.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!