Arsal segera membuka pintu apartemennya ketika ia diberitahu bahwa mamanya sudah berada di depan. Ketika pintu dibuka, mata mamanya sudah menatapnya dengan tajam. Arsal yakin ini pasti ada hubungannya dengan kencan buta yang mamanya atur semalam.
"Mama mau ngomong serius sama kamu." Masayu segera masuk setelah Arsal membuka pintu.
"Mama udah makan?" Tanya Arsal. Ia berjalan mengekori mamanya.
"Tumben banget basa-basi begitu." Cibir mamanya.
Arsal diam, matanya menatap ke arah pintu kamarnya yang masih tertutup. Arsal berharap Ayra tidak kamar sementara mamanya masih disini. Jika mamanya tahu, makan akan panjang urusannya.
Kini mamanya sudah duduk di meja bar, sementara Arsal tampak sedang menyiapkan minuman untuknya sarapan dan segelas teh untuk mamanya. Masayu menatap Arsal dengan tajam, sementara Arsal seperti biasa, tetap tenang dengan ekspresi datarnya, seolah percakapan pagi ini hanya angin lalu.
"Arsal, Mama benar-benar tidak mengerti kenapa kamu masih saja menolak semua perempuan yang Mama kenalkan," Keluh Masayu sambil memijat pelipisnya.
Arsal yang sedang menuang teh ke gelas hanya menghela napas pelan. "Bukan menolak, Ma. Aku cuma tidak tertarik."
"Semalam kenapa kamu nggak datang? Amanda telepon kamu juga nggak mengantarkan pesanan Kalya kesana. Kamu kemana semalam?"
"Di rumah." Jawab Arsal singkat.
Masayu menghela napasnya gusar. "Sudah lima tahun, Arsal!" Masayu mengetuk sendok kecil ke atas meja, ia menatap Arsal dengan lelah. "Kalya masih kecil. Dia butuh seorang ibu. Lagipula Papamu bilang ia ingin kamu menikah lagi. Papamu berharap cucu dari kamu."
Arsal mendesah, duduk berhadapan dengan mamanya sambil menyesap kopi. "Kalya baik-baik aja, Ma dan bilang sama Papa, dia punya Kalya. Kalya juga cucunya."
"Kamu paham apa maksud Mama, Sal." Kata Masayu.
"Kalya nggak akan semudah itu menerima orang asing tinggal disini, Ma." Ucap Arsal masih dengan tenang. "Di keluarga kita aja dia cuma mau sama aku, Mama dan Ressa. Dari pihak Ilana, dia cuma bisa sama Amanda."
Tiba-tiba Masayu teringat sesuatu. "Kalau begitu kenapa tidak sekalian saja kamu menikah dengan Amanda?" Masayu menatap Arsal dengan berbinar.
Arsal nyaris tersedak kopinya. Dahinya berkerut tajam, menatap ibunya seolah baru mendengar lelucon paling tidak masuk akal di dunia. "Amanda? Ayolah, Ma. Amanda nggak mungkin mau sama aku. Dia masih terlalu muda."
"Apa salahnya?" Masayu mengangkat bahu. "Dia sudah dekat dengan Kalya, peduli sama kamu juga. Lagipula, Mama lihat dia menatapmu dengan cara yang berbeda."
Arsal mendecak, meletakkan cangkir kopinya ke meja dengan sedikit keras. "Amanda itu adik dari almarhumah istriku, Ma. Aku sudah menganggap dia seperti adik sendiri. Jangan buat semuanya jadi aneh."
"Tidak ada yang aneh, Sal," Sahut Masayu cepat. "Daripada kamu terus-menerus sendirian, menolak semua orang yang mencoba masuk ke hidupmu? Mama hanya ingin kamu punya pendamping. Kamu pikir Mama tidak tahu kalau kamu masih sering pulang kerja larut malam? Hidup hanya fokus ke kerjaan dan Kalya? Apa kamu benar-benar ingin sendiri seumur hidup?"
Arsal diam. Ia memang tidak pernah berpikir untuk menikah lagi pasca istrinya meninggal. Namun tiba-tiba pikiran tersebut berubah ketika ia bertemu kembali dengan seorang Almahyra.
Terdengar bodoh memang, namun Arsal tidak bisa mengingkari hatinya bahwa sudut hatinya masih menginginkan Ayra. Perempuan yang ia benci dan ia inginkan sekaligus.
"Arsal bisa cari sendiri," Jawab Arsal.
"Sampai kapan? Kamu tuh pasti ngiranya Mama bercanda." Gerutu Masayu menatap Arsal dengan gemas.
"Arsal serius. Mama tunggu aja." Jawab Arsal asal.
Sebelum ia bisa menjawab, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari arah kamar. Arsal menoleh dan matanya langsung menangkap sosok Ayra yang baru keluar dari kamar dengan wajah sedikit bingung. Perempuan itu sudah berpenampilan rapi, masih dengan yang kemarin ia pakai, namun wajahnya tidak sepucat kemarin.
Arsal bisa melihat mamanya pun terdiam, ekspresi kagetnya tidak bisa disembunyikan. Matanya mengamati Ayra dari atas ke bawah seolah sedang memindai penampilan perempuan itu.
Ayra yang menyadari dua pasang mata itu menatapnya langsung menegang. "Selamat pagi...." Sapanya tersenyum canggung.
Belum sempat Arsal menjawab, mamanya lebih dulu menjawab itu, "Selamat pagi," Jawabnya.
Tatapan mata Masayu kembali pada Arsal, kali ini dengan sorot penasaran. "Sal... dia siapa?"
Arsal mengangkat sebelah alis, lalu dengan entengnya berkata, "Itu calon istri Arsal." Jawab Arsal tersenyum tipis.
Ruangan mendadak sunyi. Mata Masayu membulat, sementara Ayra yang hendak mendekat ke ibunya Arsal untuk mencium tangan perempuan itu terdiam.
"Kamu serius? Dia?" Masayu masih seakan tidak percaya. "Kamu yakin?"
Melihat mamanya yang seolah ragu, Arsal melangkah perlahan mendekati Ayra. Sementara mamanya menatapnya dengan tatapan tidak percaya, Ayra justru menatapnya dengan tajam.
Arsal menoleh sekilas ke arah Ayra, kemudian dengan entengnya berkata, "Kenalkan, ini Ayra, Ma. Calon ibunya Kalya alias istrinya Arsal."
Masayu mengalihkan pandangannya ke Ayra, lalu kembali menatap Arsal. "Kamu tidak sedang bercanda, kan?"
Arsal tetap tenang, bahkan ekspresinya tetap datar seperti tidak terjadi apa-apa. "Kenapa aku harus bercanda soal ini?"
Ayra langsung menggeleng panik. "Tunggu, tunggu! Ini pasti hanya kesalahpahaman. Aku dan Arsal tidak ada hubungan apa-apa!"
"Arsal jangan bercanda, ya. Muka dia langsung pucat gitu." Kata Masayu menujuk Ayra.
Arsal melirik sekilas pada Ayra. "Dia cuma malu, Ma. Kita juga baru dekat."
Masayu mendekati Ayra. "Nak, yang dibilang Arsal itu benar?" Tanya Masayu ingin tahu.
"Udahlah, Ma. Nanti Ayra takut. Sebentar lagi kita akan menikah. Mama tenang aja, dia bisa jadi ibu yang baik untuk Kalya." Kata Arsal santai.
Ayra hampir kehilangan kata-kata. Kepalanya tiba-tiba jadi berdenyut. "Tante, saya kayaknya pamit dulu, ya. Omongannya Pak Arsal jangan terlalu dipikirkan." Ujar Ayra lalu berbalik dan berjalan keluar. Ia bahkan lupa untuk berterima kasih.
Sementara Ayra yang sudah berjalan keluar, Masayu mencubit lengan Arsal geram.
"Aw! Kenapa, Ma?"
"Kamu yakin? Dia terlihat seperti anak kuliahan, Sal. Bahkan Mama yakin umurnya lebih muda dari Amanda. Kamu jangan bercanda, ya."
Arsal menghela napasnya, lekaki itu memasukkan tangannya ke saku celananya. "Ma, Ayra itu teman kuliahnya Arsal. Tingginya aja yang kurang. Usianya sama seperti Arsal." Ujar Arsal lalu kembali duduk di kursi.
Lelaki itu baru saja bisa duduk tenang, namun tiba-tiba mamanya memukul lengannya. "Dasar bocah keras kepala! Cepat antar dia pulang!"
Arsal menghela napas panjang. "Dia bisa pulang sendiri, Ma."
"Tidak!" Masayu menatap putranya tajam. "Kamu bilang dia calon istrimu. Sana antar dia pulang. Wajahnya pucat banget tadi."
Melihat ibunya mulai benar-benar serius, Arsal akhirnya berdiri dengan malas. Ia berjalan keluar apartemen dengan langkah santai, dan begitu sampai di depan pintu, matanya langsung menangkap sosok Ayra yang ternyata masih berdiri di depan lift.
Sebelum ia sempat membuka mulut untuk menegur, Ayra tiba-tiba berbalik dan menatapnya dengan serius.
"Pak Arsal," Katanya pelan, namun tegas.
Arsal mengerutkan dahi. Gadis ini tampak berbeda dari yang terakhir ia lihat. "Apa?"
"Ayo menikah!" Ajak gadis itu.
Arsal terkejut. Namun ekspresi wajahnya sama sekali tidak menampakkan rasa terkejut. Ia justru tersenyum miring. "Oke. Saya harap kamu tidak berubah pikiran akan hal itu." Jawabnya sinis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments