Acara pernikahan yang dinanti-nanti itu akhirnya pun dilangsungkan. Tenda-tenda dengan perpaduan putih dan emas dipasang di depan rumah Davira. Bunga-bunga segar menjadi penghias pelaminan.
Di depan pelaminan itu, sudah ada meja beserta kursi yang akan digunakan untuk ijab qabul pada pukul sepuluh pagi. Musik pengiring terdengar merdu. Semua orang tampak sibuk pagi itu.
Para tetangga turut membantu jalannya pernikahan itu, beberapa hari sebelum hari pernikahan dilangsungkan, Rika secara khusus mengundang para tetangga untuk turut membantu.
Pagi itu, Davira tengah dirias, gaun kebaya putih melekat indah di tubuhnya. Hijab syar'i yang dikenakannya menambah indah penampilan sang pengantin perempuan. Tangannya dihias henna, dengan nama Kavindra melekat di telapak tangannya.
Davira tersenyum malu, saat seorang perias memuji kecantikannya yang tampak bersinar. Pujian itu, membuat pipinya kemerahan. Membayangkan Kavindra datang dengan iringan pengantin saja membuat jantung Davira berdebar-debar.
"Masya Allah, cantiknya anak ibu. Semoga Allah memberkahi pernikahanmu ini, Nak. Ingat, setelah ini, kamu akan menyandang status baru sebagai istri sekaligus ibu. Jalani peran itu dengan sebaik-baiknya, ya."
Didengarnya baik-baik nasihat berharga dari sang ibu itu. Davira tahu betul apa peran, tugas, tanggung jawab dan hak-hak apa saja yang akan ia terima setelah ini. Karena ia telah lama menantikan hal ini.
Tepat setelah Davira selesai dirias, Rika menggandengnya keluar. Iringan mobil pengantin terdengar, petasan sebagai tanda kedatangan terdengar menggema. Jantungnya kian berdebar saat ia harus menyambut kedatangan sang calon suami.
Serangkaian adat dilaksanakan dengan khidmat, hingga upacara ijab qabul akan dimulai, Davira tak henti-hentinya bersyukur dalam hati. Bahwa betapa besar nikmat yang telah diterimanya hari ini.
Kavindra mengucap ijab qabul dengan fasih tanpa hambatan, kata sah dari para saksi menggema di udara sebagai pertanda bahwa dua insan itu telah dipersatukan dalam satu ikatan yang suci.
"Alhamdulillah," ucap Davira dan Kavindra bersamaan. Keduanya sama-sama merasa lega juga bahagia, karena pada akhirnya telah resmi menyandang status yang berbeda.
Setelahnya, Kavindra diperintah untuk melafalkan doa dan mengecup kening sang istri. Dengan penuh khusyuk, Kavindra menunaikan perintah itu. Jantungnya berdebar-debar saat Davira balik mencium punggung tangannya sebagai bentuk penghormatan.
"Terima kasih, Mas. Setelah ini, aku berjanji akan menjadi istri yang baik untukmu juga ibu yang baik bagi Zein," bisik Davira lembut. Mengubah panggilannya dari 'Pak' menjadi 'Mas' secara resmi.
Kavindra mengangguk malu, senyumnya yang menawan tersembunyi dibalik rasa gugupnya. Padahal, ini kedua kalinya ia menikah, tapi tak pernah ia merasakan perasaan yang membuncah seperti ini saat menikah dengan mantan istrinya.
"Aku juga berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," katanya dengan menggenggam kedua tangan Davira. "Semoga Allah neridhai pernikahan ini," tambahnya lagi.
"Jangan lupakan Zein!" pekik Zein yang tiba-tiba muncul di antara mereka dengan senyum manis khas miliknya.
Anak kecil itu kian menggemaskan dengan setelah jas hitam dan dasi pita yang menghias lehernya. Davira tersenyum lembut, mengusap pipinya lembut penuh kasih sayang.
"Mulai sekarang Zein harus panggil Miss Davira dengan sebutan Mama, ya." Kavindra berjongkok dan menjelaskan dengan hati-hati.
Manik anak kecil itu tampak mengerjap beberapa kali. "Mama? Miss Davira jadi Mama Zein? Horeee!" seru Zein melompat girang.
Kavindra tergelak sementara Davira mengusap sudut matanya yang berair. Kadang-kadang, cara Allah menentukan takdir manusia itu sangatlah indah. Selain mendapatkan seorang suami yang baik, ia juga mendapatkan anak yang lucu dan keluarga yang sangat menerimanya menjadi menantu.
Setelah acara ijab qabul dan serangkaian prosesi lainnya telah selesai, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Semua orang tampak bahagia, meski diiringi dengan kasak-kusuk tetangga yang kembali bergosip.
Beberapa perempuan muda yang telah menikah mendahului Davira merasa iri. Apalagi ketika melihat iringan pengantin pria yang datang dengan mobil mewah. Hantaran nikah yang dibawa hingga mahar yang diberikan pihak keluarga turut menjadi perbincangan mereka.
"Beruntung banget si Davira dapat keluarga kaya raya seperti itu."
"Iya, tadi dengar gak berapa maharnya? Luar biasa banget! Jadi iri."
"Entah pelet apa yang dipakai sampai bisa menggaet keluarga kaya seperti itu."
Karina yang mendengar gunjingan itu pun tak tahan, kupingnya terasa panas. "Astaga, kenapa orang-orang suka sekali bergosip?" gumamnya sambil melirik ke samping. Ke arah sekumpulan perempuan-perempuan muda yang tengah menggendong anak.
"Tapi menurut aku mah, ya. Kalau keluarga tahu si Davira itu penyakitan pasti langsung dihempas, tuh!"
Yang lainnya tertawa menimpali. "Benar banget, secara gitu, lho. Dia itu mandul!"
"Sayangnya, perempuan sial itu malah dapat keluarga kaya!" sinis yang lainnya, memandang Davira penuh tatapan iri.
Karina, yang tak lagi tahan mendengar para perempuan itu berbicara akhirnya berdeham cukup keras. Berbalik menatap perempuan itu dan menatap kesemuanya dengan tatapan penuh determinasi.
"Kalian ini sama-sama perempuan tapi kenapa malah tidak suka melihat perempuan lain bahagia?" tanyanya sedikit ketus.
Para perempuan yang bergunjing itu pun terlihat menunduk dalam, merasa malu karena kegiatan mereka barusan malah didengar oleh mertua Davira yang kaya.
"Putra saya menikahi Davira karena kami yakin dengan karakternya. Yah, setidaknya menantuku lebih baik dari kalian-kalian yang suka bergunjing ini," katanya lagi membuat para perempuan itu semakin menunduk dalam.
"Apa kalian tidak ada pekerjaan lain selain bergunjing? Apakah ibu dan mertua kalian tidak mengajari kalian bagaimana caranya bersikap dengan sopan? Apakah kalian tidak belajar etika?"
Para perempuan itu terlihat saling sikut, salah seorang anak mereka mulai menangis dengan keras. Sehingga, mereka pun mundur secara perlahan, tak mampu berkata-kata apalagi membantah ucapan Karina yang terlihat sangat berkuasa.
"Mama, ya ampun. Mama sedang apa di sini? Ayo, sudah waktunya foto keluarga." Ravindra datang mencari sang ibu sekaligus mengajak ibunya itu lekas menaiki pelaminan.
"Mama tuh kesal banget, lho, Nak. Kenapa Davira selalu digunjing di sini, ya?" tanya Karina sambil mengikuti langkah Ravindra.
"Mama kayak belum tahu saja, sudah menjadi kebiasaan di desa seperti itu. Jangan didengarkan, cukup abaikan saja. Kelak, orang-orang itu akan bungkam dengan sendirinya," kata Ravindra sambil menuntun sang ibu berjalan.
Karina agak kesulitan berjalan karena memakai kebaya dan sanggul, belum lagi sendal wedgesnya cukup berat, membuat langkahnya turut memberat.
"Mama juga seharusnya tahu, orang-orang seperti itu akan terus bergunjing. Mama juga seharusnya paham, bahwa menghadapi mereka cukup dengan diam dan buktikan. Tangan kita cuma dua, Ma. Kita gak bisa membungkam mulut mereka semua, gunakan saja tangan kita untuk menutup telinga," terang Ravindra yang dibalas anggukan oleh sang ibu.
Di tengah-tengah foto bersama itu, sebuah mobil terlihat parkir tak jauh dari tenda pernikahan. Salah seorang pria tampak keluar dengan perasaan pilu, menatap tenda pernikahan itu, seakan hatinya ikut hancur.
"Setidaknya, aku harus mengucapkan selamat atas pernikahannya kan?" gumam pria itu lantas berjalan menuju pelaminan, tempat di mana Davira berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
🦆͜͡⍣⃝ꉣꉣᵘᵐᵐᵘᏦ͢ᮉ᳟🤎𝐀⃝🥀●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Dimana-mana sama saja ngobrol ngalor ngidul tidak ada ujung nya, aku juga heran ya sama yg suka begitu ya, kalo aku ngobrol yg wajar saja kalo sudah melenceng sedikit langsung melipir, Selamat ya Kavindra & Davira 🎊🎊🎊
2025-03-07
1
Selina Navy
dah mulai deh tuh/Smug/
2025-03-07
1
Selina Navy
astaghfirullah/Sweat//Sweat/
2025-03-07
1