MIPPP 18 — Kegilaan

"Apa?! Apa kau bilang?!" teriak Lauren penuh kekesalan. "Ulangi perkataanmu barusan!" 

Seorang ajudan yang ia perintahkan untuk memata-matai keseharian Kavindra berdiri tegak meski telah Lauren bentak. 

"Pak Kavindra akan menikah lagi, menurut info yang saya dengar, pernikahannya akan dilangsungkan sekitar dua pekan lagi," kata sang ajudan menjelaskan. 

"Apa lagi yang kau tahu? Tidak mungkin hanya itu, kan? Aku ingin tahu semuanya! Semuanya! Apa kau mengerti?!" sentaknya lagi merasa kesal dengan berita yang ia dapatkan. 

Entah mengapa, meski hubungan pernikahannya dengan Kavindra sudah berakhir sejak empat tahun lalu, Lauren masih saja tak terima jika Kavindra mendekati perempuan lain, apalagi sampai menikahinya. 

Sudah banyak hal yang ia lakukan demi menggagalkan pernikahan Kavindra. Dan kali ini pun ia bertekad untuk menggagalkannya, tidak akan ia biarkan Kavindra bahagia. 

"Apa lagi yang kau tunggu, Steve? Cepat pergi dari sini! Cari tahu lagi tentang Kavindra dan calon ibu putraku itu! Lakukan dengan cepat sebelum suamiku pulang dari Jepang," katanya lagi dengan nada tinggi. 

Ajudan yang dipanggil Steve itu mengangguk mengerti, memberi penghormatan kepada majikannya sebelum akhirnya berjalan ke luar ruangan pribadi Lauren. 

"Astaga, aku benar-benar sangat kesal!" makinya entah pada siapa. "Tidak, tidak, tidak. Aku tidak boleh membiarkan pernikahan itu terjadi! Pokoknya tidak boleh!" 

Berjalan mondar-mandir, Lauren berpikir rencana apa yang seharusnya ia gunakan untuk menggagalkan pernikahan itu. 

"Kavindra tidak boleh bahagia, aku harus melakukan sesuatu. Steve tidak bisa diandalkan sekarang, aku harus melakukannya sendiri," gumamnya sambil menggigiti kukunya yang panjang bak penyihir. 

Lauren seperti perempuan gila yang tak rela mantan suaminya meneguk manisnya pernikahan dengan perempuan lain.

•••

"Ma, sebaiknya Mama katakan yang sejujurnya pada Zul sekarang. Apa yang sebenarnya sudah Mama lakukan terhadap keluarganya Davira?" 

Sudah kesekian kalinya Zul bertanya-tanya tentang alasan mengapa pernikahannya dengan Davira batal. Pertemuannya terakhir kali dengan Rika, tidak menghasilkan apa-apa selain ujaran kebencian dari perempuan itu. 

Hal yang sama selalu dikatakan Zara. "Dia itu tidak pantas untukmu, Zul! Sudahlah, untuk apa kamu masih saja mencari tahu tentang perempuan sial itu? Lebih baik kamu rujuk saja dengan Mai!" 

"Cukup, Ma!" bentak Zul berani, kesabarannya sudah diambang batas. Kali ini, ia harus menemukan kebenarannya, ia tak akan bisa tenang sampai tahu alasan sang ibu membatalkan pernikahan. 

"Kamu berani membentak ibumu sendiri?" sewot Zara berkacak pinggang. Seumur hidupnya, tak pernah putranya menaikkan nada suara kepadanya. 

"Ma, Zul hanya tahu kebenarannya saja. Kenapa Mama selalu menutup-nutupinya? Zul hanya ingin tahu kebenarannya, Ma, hanya itu saja," kata Zul sedikit melembutkan nada suaranya. 

"Kenapa, sih, kamu tuh keras kepala? Sudah Mama bilang dia itu tidak pantas untuk kamu! Tidak pantas untuk keluarga kita!" teriak Zara penuh kekesalan. 

Zul menunduk pada akhirnya, merasa kehilangan harapan untuk mendapatkan Davira. Perempuan idaman yang telah lama ia mimpikan. 

"Baiklah jika Mama tidak mau memberitahu kebenarannya, yang jelas, jangan salahkan jika Zul bertindak nekat," ucap Zul lemah. 

Namun, dari nada bicaranya yang penuh keputusasaan itu, Zara merasa bahwa putranya akan sungguh-sungguh melakukan sesuatu yang akan disesalinya. 

"Ap-apa yang mau kamu lakukan, Nak? Jangan bertindak nekat!" teriak Zara saat melihat Zul meraih pisau buah yang tergeletak di meja dan meletakkannya tepat di bagian nadinya. 

"Mama mau mengatakannya atau tidak?" tanya Zul yang terdengar seperti ancaman bagi Zara. 

"Astaga! Sadarlah, Nak! Apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan pisau itu!" teriaknya panik. 

Zul tak peduli, ia sungguh-sungguh nekat. Ia semakin menekan pisau itu, hingga cairan merah mulai terlihat menetes dari tangannya. 

"Katakan, Ma! Atau Mama memang ingin melihat putra Mama mat*?!" seru Zul dengan sorot mata yang kosong. 

Zara tak memiliki pilihan lain, "Oke, oke! Mama kasih tahu sekarang! Tapi hentikan tindakanmu itu! Astaga, kamu benar-benar nekat hanya demi perempuan itu?" makinya meraih pisau buah itu dan membuangnya asal. 

Melihat kedalaman luka putranya, Zara memapah Zul untuk duduk di sofa dan mengobati lukanya yang tak terlalu dalam namun cukup membuatnya ngilu. 

"Karena Zul sangat mencintainya, Ma. Apa Mama tahu bahwa Davira akan menikahi pria lain? Apa Mama tahu betapa hancurnya Zul?" kata Zul dengan lemah. 

Zara mendengar tapi memilih fokus untuk mengobati luka yang timbul akibat kebodohan putranya sendiri. Kepalanya berpikir keras, kenapa juga putranya mencintai perempuan mandul seperti Davira. 

"Bagus kalau dia akhirnya menemukan pria yang akan menikahinya. Yang jelas Mama tidak rela jika kamu menikah dengannya!" kata Zara masih keras kepala. 

Zul menarik paksa lengannya, menatap sang ibu dengan sorot mata yang terluka namun juga penuh keingintahuan. "Sebenarnya kenapa, sih, Ma? Kenapa Mama jadi membenci Davira? Davira itu perempuan yang baik, Ma!" 

"Ya! Dia memang baik, tapi sayangnya dia itu mandul, Zul! Dia tidak akan pernah bisa memberikan keturunan untuk keluarga kita!" pekik Zara pada akhirnya, membeberkan kebenaran yang selalu ditutup-tutupinya itu. 

"Jadi itu alasan Mama membatalkan pernikahan kami?" tanya Zul lagi, kini nada suaranya melemah. Ada perasaan tak percaya dan juga kecewa merayapi hatinya. 

"Iya! Mama sengaja membatalkan pernikahan kalian. Karena dia itu mandul, Nak! Mandul! Dia bisa menjadi aib untuk keluarga kita!" seru Zara. Ia benar-benar merasa marah sekarang, tak lagi memedulikan sang putra, ia langsung melenggang pergi ke dalam kamar. 

Sementara Zul termenung di tempatnya, rasa perih yang menjalari pergelangan tangannya bahkan tak ia hiraukan, rasa sakit di hati lebih terasa perih baginya.

Mengapa ibunya tega membatalkan pernikahannya tanpa memberitahunya lebih dulu? 

Mengapa harus dibatalkan? Tidak bisakah sang ibu menerima satu saja kekurangan itu?

Kenapa ibunya ikut campur dalam urusan pernikahannya? Bukankah yang akan menjalani pernikahan itu adalah Zul sendiri?

Berbagai pertanyaan muncul secara bersamaan di kepalanya, membuat Zul semakin tidak mengerti.

Dan yang jelas sekarang, hatinya merasa patah, keinginan hati untuk menikahi perempuan impiannya sudah sirna sepenuhnya.

"Apa yang harus kulakukan sekarang?" gumamnya bingung. Memandang pergelangan tangannya sendiri yang sudah dibebat perban putih. "Benarkah bahwa cinta bisa membuat seorang pria menjadi gila?"

Terpopuler

Comments

Selina Navy

Selina Navy

/Sly//Sly//Sly/

2025-03-07

1

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Mama

2025-03-06

1

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Benar" stress 😏

2025-03-06

1

lihat semua
Episodes
1 MIPPP 01 — Prolog
2 MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3 MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4 MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5 MIPPP 05 — Zein Terluka
6 MIPPP 06 — Terharu
7 MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8 MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9 MIPPP 09 — Luka Batin
10 MIPPP 10 — Merindukannya
11 MIPPP 11 — Kodrat
12 MIPPP 12 — Meminang
13 MIPPP 13 — Bimbang
14 MIPPP 14 — Berkata Jujur
15 MIPPP 15 — Mencari Tahu
16 MIPPP 16 — Acara Lamaran
17 MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18 MIPPP 18 — Kegilaan
19 MIPPP 19 — Pernikahan
20 MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21 MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22 MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23 MIPPP 23 — Rumah Baru
24 MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25 MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26 MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27 MIPPP 27 — Menjemput Zein
28 MIPPP 28 — Kembali Pulang
29 MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30 MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31 MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32 MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33 MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34 MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35 MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36 MIPPP 36 — Khawatir
37 MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38 MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39 MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40 MIPPP 40 — Pertengkaran
41 MIPPP 41 — Perdebatan
42 MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43 MIPPP 43 — Rencana Jahat
44 MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45 MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46 MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47 MIPPP 47 — Merasa Gagal
Episodes

Updated 47 Episodes

1
MIPPP 01 — Prolog
2
MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3
MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4
MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5
MIPPP 05 — Zein Terluka
6
MIPPP 06 — Terharu
7
MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8
MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9
MIPPP 09 — Luka Batin
10
MIPPP 10 — Merindukannya
11
MIPPP 11 — Kodrat
12
MIPPP 12 — Meminang
13
MIPPP 13 — Bimbang
14
MIPPP 14 — Berkata Jujur
15
MIPPP 15 — Mencari Tahu
16
MIPPP 16 — Acara Lamaran
17
MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18
MIPPP 18 — Kegilaan
19
MIPPP 19 — Pernikahan
20
MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21
MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22
MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23
MIPPP 23 — Rumah Baru
24
MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25
MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26
MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27
MIPPP 27 — Menjemput Zein
28
MIPPP 28 — Kembali Pulang
29
MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30
MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31
MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32
MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33
MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34
MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35
MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36
MIPPP 36 — Khawatir
37
MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38
MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39
MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40
MIPPP 40 — Pertengkaran
41
MIPPP 41 — Perdebatan
42
MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43
MIPPP 43 — Rencana Jahat
44
MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45
MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46
MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47
MIPPP 47 — Merasa Gagal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!