MIPPP 17 — Rencana Pernikahan

"Syaratnya adalah jangan pernah mengganggu Davira dan ibunya lagi," ucap tegas Kavindra. Sorot matanya menunjukkan keseriusan yang tak bisa dibantah sedikit pun.

Di belakangnya Davira berbisik pelan dengan tatapan mata yang sendu. "Jangan, Pak. Jangan lakukan itu, dia hanya akan mengambil uang itu tapi tak pernah bisa menepati janjinya."

Kavindra sedikit memutar kepalanya ke belakang, "Tenang saja, saya tahu apa yang harus saya lakukan setelah ini."

Dalam diamnya, Agus tampak berpikir lama. Namun, detik berikutnya ia pun maju mendekat, menerima lembaran uang itu dan menghitungnya. "Dua juta, wah ini sih banyak dan cukup untuk minum-minum!" pekik Agus girang.

Tetapi, Kavindra menarik kembali uang miliknya membuat Agus terperangah dan kesal. "Bagaimana, Pak? Setuju atau tidak? Jika setuju, saya akan memberikan uang ini."

Tanpa pikir panjang lagi, Agus mengangguk dan langsung mengulurkan tangannya lagi. "Iya, iya, setuju! Mana? Sini, sini uangnya!"

Kavindra memberikan uang itu, "Sekarang pergilah. Sebelum saya panggil keamanan desa untuk mengusir Anda."

Tak perlu berlama-lama lagi, Agus pergi dengan uang itu di tangannya. Tanpa memedulikan tatapan para tetangga yang menontonnya barusan, ia asik menghitung lembaran uang berwarna biru itu.

"Lihat tuh bapaknya, kasihan banget ya."

"Iya, tapi syukurnya sekarang dia ada yang belain, ya."

"Beruntung banget dia dapet orang kaya."

"Halah paling juga kayak yang sebelum-sebelumnya, ditinggal pas mau nikah."

Dan masih banyak lagi kasak-kusuk yang didengar Davira, membuat telinganya seketika memanas. Beruntung Kavindra langsung mengajaknya masuk sehingga ia tidak perlu mendengar gunjingan tetangga lagi.

"Kalian gak apa-apa, kan?" tanya Karina cemas, menelisik dengan baik anggota tubuh Davira dan Kavindra bergantian.

"Hebat, Kak. Dia langsung pergi gitu aja," sela Ravindra memuji sikap kakaknya barusan.

"Maaf, maafkan suami saya, ya. Saya tidak tahu kenapa dia jadi begitu," kata Rika dengan pelan. Kepalanya tertunduk ke bawah, wajahnya merah padam menahan malu.

Melihat itu, Karina sontak langsung mendekati calon besannya. "Angkat kepalamu, Bu Rika! Jangan menundukkan kepala hanya demi pria sepertinya," kata Karina dengan tegas.

Memberanikan diri mengangkat pandangannya, Rika tersenyum tipis. Benar, tak ada yang harus ia takutkan. Ia harus berani dan tegar, ia tak boleh malu, bukan salahnya memiliki suami yang kelakuannya seperti preman.

Sementara itu, Davira meremas ujung hijabnya, sebulir bening air mata sudah jatuh ke pipinya tanpa diminta. Zein yang melihat itu, langsung berteriak.

"Jangan menangis, Miss!" seru Zein seraya memeluk kaki Davira erat. Mata kecilnya menatap calon ibunya dengan sendu.

Kesemua orang di sana langsung menoleh menatap Davira dengan intens. Kavindra yang lebih dulu menghampiri dan menuntun Davira untuk kembali duduk.

Sang ibu dan Karina kompak mendekatinya dan mengusap bahunya pelan. Zein turut serta, ia memeluk perempuan yang akan menjadi calon ibunya itu seraya mengusap pipi Davira pelan.

"Jangan bersedih, Nak." Karina mengiba. Pikirannya berkelana, mengapa anak perempuan seperti Davira harus memiliki seorang Bapak seperti Agus?

"Maafkan bapakmu, ya, Nak. Sudah, sudah, jangan bersedih lagi. Lihat Zein, dia jadi ikut sedih melihatmu begini, Nak." Rika, dengan tangan lembutnya, mengusap bahu Davira pelan. Paham betul derita yang dialami anak perempuannya itu.

"Davira tidak apa-apa. Davira hanya merasa terharu. Kenapa ada orang-orang sebaik kalian yang mau membantu kami, padahal kita baru saja menjalin hubungan," ucapnya menatap kesemua orang di sana secara bergantian.

"Kepedulian tidak diukur dari berapa lama kita menjalin hubungan, Kak. Kepedulian tumbuh karena kita merasa harus saling menguatkan," ucap Ravindra tiba-tiba.

"Benar, jangan terlalu dipikirkan. Sesuatu yang sudah dikehendaki terjadi, pasti akan terjadi. Tak peduli apakah itu orang yang paling dekat atau orang yang baru kita kenal sekalipun. Kebaikan tidak memerlukan hal seperti itu," sambung Kavindra.

Karina tersenyum, karena kedua anak laki-lakinya ternyata sangatlah bijaksana. Pun dengan Rika, ia tersenyum haru, merasa bersyukur karena mereka bisa dipertemukan dengan orang-orang baik seperti keluarga Karina.

Davira mengangguk-angguk, mengusap pipinya yang basah dengan sebelah tangan. Tatapannya terpaku pada anak kecil itu. Yang terlihat sedih tatkala melihatnya bersedih.

"Jangan menangis," kata anak kecil itu dengan tatapan matanya yang sendu.

"Iya, Miss gak akan menangis lagi. Zein juga jangan menangis, ya." Memeluk anak kecil itu, Davira seolah mendapatkan kekuatan baru. Bahwa ia bisa, ia pasti bisa melewatinya.

"Baiklah, satu masalah sudah teratasi. Bagaimana jika sekarang kita membahas soal pernikahannya saja?" tanya Karina mencoba mengalihkan suasana hari itu.

Semua orang tampak antusias, terutama Kavindra. "Untuk yang lain-lain aku serahkan saja kepada Davira. Aku tidak mengerti tentang resepsi dan yang lain-lainnya itu."

"Iya, iya, biar para perempuan saja yang urus semuanya, kalian laki-laki tahu apa soal begini," protes Karina dengan sedikit geleng-geleng kepala.

"Eh, tapi Ravindra gak termasuk, ya, Ma. Ravindra sering, lho, bantu-bantu acara perusahaan," celetuk Ravindra tak terima disebut tak bisa apa-apa.

"Uncle a liar," tuduh Zein menunjukkan Ravindra. "Zein pernah lihat uncle cuma duduk-duduk aja waktu ada acara di kantor papa," tambahnya lagi yang membuat mata Ravindra mendelik.

Kavindra menatap adiknya, "Oh, ternyata begitu, ya? Pantas saja kalau ditanya bagaimana prosesnya selalu jawab oke-oke saja," sahut Kavindra.

Zein tertawa, bahkan Rika, Davira dan Karina pun ikut tertawa menonton perdebatan mereka. Kehangatan seperti inilah yang selalu Davira dambakan. Hatinya berdesir hangat tatkala Kavindra tersenyum. Senyumnya membawa keteduhan bagi hati Davira yang tengah berkecamuk.

Setelahnya, para perempuan kembali membicarakan tentang acara pernikahan yang akan diselenggarakan dua minggu lagi setelah acara lamaran dilangsungkan. Sementara para pria pergi ke masjid untuk menunaikan salat Dzuhur berjamaah.

"Kami harap Bu Rika tidak keberatan, ya? Pernikahan ini terkesan buru-buru, tapi sebenarnya kami hanya ingin segera menunaikan niat baik itu. Bukankah lebih baik menyegerakan pernikahan?" tanya Karina

Sebelumnya, Karina sudah mempertimbangkan bahkan menanyakan perihal pernikahan itu kepada seorang pemuka agama.

Dan pemuka agama itu menjelaskan bahwa jika syarat-syarat pernikahan telah terpenuhi dan tidak ada halangan apapun untuk menikah, maka sudah seharusnya pernikahan segera dilangsungkan.

Rika mengangguk-angguk namun ada yang mengganjal di dalam hatinya. "Saya setuju, Bu. Tapi, bagaimana dengan wali nikahnya Davira? Ayahnya masih hidup dan berhak untuk menjadi wali nikahnya," kata Rika dengan sungkan.

Karina tertegun, ia tidak terpikirkan hal itu, "Ah, iya, benar juga. Bagaimana jadinya, ya? Apakah Davira tidak memiliki kerabat lain? Kakek atau paman yang bisa menjadi wali nikahnya?" tanya Karina baru menyadari pentingnya kehadiran wali nikah.

Davira muncul dari balik pintu, baru selesai melaksanakan salat Dzuhur. "Tidak apa-apa, Bu. Jika Bapak tidak mau menjadi wali nikah bagi Davira, hakim yang menjadi wali nikah pun tidak apa-apa."

Rika dan Karina menoleh, menatap wajah teduh Davira bersamaan. Karina tidak terlalu mengerti tentang hukum perwalian itu, tapi jika Davira mengkehendaki demikian, maka ia akan mengikuti kemauan calon menantunya itu.

"Ibu akan coba bujuk Bapakmu dulu, ya, Nak? Bagaimanapun dia berhak untuk menjadi wali nikahmu. Itu sudah tanggung jawabnya," kata Rika, sedikit merasa haru.

"Kalian tenang saja, soal itu biar Kavindra yang urus," kata Kavindra yang baru saja tiba dari masjid dan tak sengaja mendengar percakapan para perempuan itu.

Kavindra masuk dengan disusul Ravindra dan juga Zein belakangnya. Senyum teduh Kavindra berhasil menyihir Davira, membuatnya makin yakin bahwa Kavindra memang pria yang tepat, yang telah Allah pilihkan untuknya.

•••

Dear, readers yang tersayang. Jangan lupa datang, ya, ke acara pernikahan Davira dan Kavindra. Kalian semua diundang. 😍

Dresscode warna merah burgundy, yang mau berangkat bareng komen aja. 🤣🤣🤣

Terpopuler

Comments

Aries suratman Suratman

Aries suratman Suratman

Sherlock tempat pernikahan Kavindra-Davira, Aku Udah Siapkan 100 Bus pariwisata Ekslusif dengan Fasilitas Premium lengkap denganMenginap 3hari3malam DibHotel Bintang 7 +Sovenir pernikahan masing-masing Tamu yang hadir Dapat:Red Diamond series+tas branded Hermes Senilai 5M USD 🙏✌️🆗💪💪💪

2025-04-08

1

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

otw

2025-04-09

1

Selina Navy

Selina Navy

ikutttttt 🚗🚗

2025-03-07

1

lihat semua
Episodes
1 MIPPP 01 — Prolog
2 MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3 MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4 MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5 MIPPP 05 — Zein Terluka
6 MIPPP 06 — Terharu
7 MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8 MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9 MIPPP 09 — Luka Batin
10 MIPPP 10 — Merindukannya
11 MIPPP 11 — Kodrat
12 MIPPP 12 — Meminang
13 MIPPP 13 — Bimbang
14 MIPPP 14 — Berkata Jujur
15 MIPPP 15 — Mencari Tahu
16 MIPPP 16 — Acara Lamaran
17 MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18 MIPPP 18 — Kegilaan
19 MIPPP 19 — Pernikahan
20 MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21 MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22 MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23 MIPPP 23 — Rumah Baru
24 MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25 MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26 MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27 MIPPP 27 — Menjemput Zein
28 MIPPP 28 — Kembali Pulang
29 MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30 MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31 MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32 MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33 MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34 MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35 MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36 MIPPP 36 — Khawatir
37 MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38 MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39 MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40 MIPPP 40 — Pertengkaran
41 MIPPP 41 — Perdebatan
42 MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43 MIPPP 43 — Rencana Jahat
44 MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45 MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46 MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47 MIPPP 47 — Merasa Gagal
Episodes

Updated 47 Episodes

1
MIPPP 01 — Prolog
2
MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3
MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4
MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5
MIPPP 05 — Zein Terluka
6
MIPPP 06 — Terharu
7
MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8
MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9
MIPPP 09 — Luka Batin
10
MIPPP 10 — Merindukannya
11
MIPPP 11 — Kodrat
12
MIPPP 12 — Meminang
13
MIPPP 13 — Bimbang
14
MIPPP 14 — Berkata Jujur
15
MIPPP 15 — Mencari Tahu
16
MIPPP 16 — Acara Lamaran
17
MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18
MIPPP 18 — Kegilaan
19
MIPPP 19 — Pernikahan
20
MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21
MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22
MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23
MIPPP 23 — Rumah Baru
24
MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25
MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26
MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27
MIPPP 27 — Menjemput Zein
28
MIPPP 28 — Kembali Pulang
29
MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30
MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31
MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32
MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33
MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34
MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35
MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36
MIPPP 36 — Khawatir
37
MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38
MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39
MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40
MIPPP 40 — Pertengkaran
41
MIPPP 41 — Perdebatan
42
MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43
MIPPP 43 — Rencana Jahat
44
MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45
MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46
MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47
MIPPP 47 — Merasa Gagal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!