MIPPP 14 — Berkata Jujur

"Mau ke mana kamu?" tanya Zara pada Zulkarnain ketika melihat sang putra sudah rapi berpakaian seperti hendak pergi. 

Zul menatap sekilas sang ibu, mencari kunci mobilnya baru menjawab, "Mau ke rumah Davira. Zul harus menemuinya dan menjelaskan semuanya!" 

"Tidak boleh! Kamu tidak boleh ke sana lagi!" teriak Zara, mendengar nama Davira disebut membuat amarahnya kembali muncul. "Kamu tidak boleh ke rumah perempuan sial itu lagi! Pokoknya tidak boleh!" 

"Ma! Davira itu bukan perempuan sial! Hentikan pemikiran buruk Mama terhadapnya. Zul mencintainya, Ma," kata Zul dengan nada sedikit memelas. 

Pernikahannya dengan Davira dibatalkan sang ibu secara sepihak tanpa memberitahu Zul lebih dulu. Membuat pria berusia dua puluh tujuh tahun itu meradang saat tahu berita gagalnya pernikahan. 

"Davira itu perempuan yang baik, Ma. Kenapa, sih, Mama malah membatalkan pernikahan Zul dengan Davira? Kenapa? Mama juga tidak mau memberitahu alasannya. Coba pikirkan perasaan Davira." 

Zul membuang muka, merasa sedih dengan sikap sang ibu yang tampaknya berubah jadi membenci Davira, padahal sebelumnya, Zara merasa sangat bahagia dengan pernikahan mereka dan sudah mempersiapkan segalanya. 

"Karena kamu tidak perlu tahu alasannya! Yang jelas, Mama tidak setuju kalau kamu menikahinya! Titik!" seru Zara final seraya menatap putra pertmanya itu dengan sorot mata penuh penekanan. 

Zul tak memiliki pilihan selain mengangguk pasrah, meski kesal, ia tetap tidak bisa membantah sang ibu. “Baiklah, Zul tidak akan pergi, tapi setidaknya Mama harus jelaskan kenapa Mama membatalkan pernikahan Zul dengan Davira? Apa yang sebenarnya terjadi selama Zul pergi ke luar kota?” 

Alih-alih menjawab, Zara malah melengos pergi tanpa memandang sang putra. Membuat Zul semakin penasaran dengan alasan gagalnya pernikahannya dengan Davira. Terlebih lagi, perempuan itu seperti menghilang tanpa kabar. Entah apa yang terjadi sebenarnya. “Aku harus mencari tahu kebenarannya,” gumam Zul seraya melangkah kembali ke kamarnya. 

***

Kavindra berubah gelisah semenjak ia menerima panggilan dari Davira semalam, tidurnya tak nyenyak. Bahkan, kegelisahan itu tetap bercokol di sana meski ia sudah mencoba untuk berpikir positif.

Usai mengantarkan Zein ke sekolahnya, Kavindra tidak langsung pergi ke kantornya, melainkan menunggu kedatangan Davira di sebuah kafe tak jauh dari Kinder School. 

Mereka sudah ada janji untuk bertemu untuk membicarakan masalah lamaran itu. Jujur saja, Kavindra sungguh merasa gugup, padahal, ia tak pernah segugup itu sebelumnya.

Bahkan, ketika ia melamar Lauren dulu, ia tak pernah merasa gugup dan gelisah seperti sekarang. Yah, mungkin situasinya sudah berbeda sekarang.

Tiga jam yang cukup menyiksa bagi Kavindra sebelum akhirnya waktu sekolah di Kinder School selesai. Melihat ponselnya berdenting, ia mendapat pesan dari Ravindra bahwa Zein sudah dijemput.

“Syukurlah, setidaknya satu pengganggu sudah diamankan,” cetusnya merasa lega. 

Tak bisa ia bayangkan jika Zein memaksa ikut untuk datang ke sini. Anak kecil itu sudah pasti akan terus menempel pada Davira, berceloteh panjang dan bertanya hal-hal random dan waktunya bersama Davira akan habis untuk mendengarkan Zein seorang. 

Melirik arlojinya, Kavindra terus saja menatap pintu masuk kafe, berharap Davira lekas datang dari sana dan melambaikan tangan kepadanya.

Beberapa menit setelah itu, harapan menjadi kenyataan. Davira memasuki kafe sambil mengedarkan pandangan untuk mencari keberadaan pria itu. 

“Silakan pesan minuman dulu, Miss,” pinta Kavindra kemudian memanggil seorang waiter ke meja mereka. 

“Sebelumnya, terima kasih sudah mau meluangkan waktu untuk menemui saya, Pak," ujar Davira merasa segan saat melihat Kavindra sudah menunggunya di sana.  

Kavindra tersenyum, agak canggung dengan panggilan itu, tetapi kemudian ia berkata, “Tidak apa-apa, Miss. Hal penting apa yang ingin bicarakan dengan saya?” tanya Kavindra tak ingin berbasa-basi lagi. Tiga jam menunggu sudah cukup baginya. 

"Begini, Pak. Sebelum saya menerima pinangan Pak Kavindra, saya ingin jujur mengenai suatu hal. Saya tidak ingin ada yang ditutup-tutupi, setelahnya, apapun keputusan Pak Kavindra saya akan menerimanya," kata Davira memulai penjelasannya. 

Sementara itu, debaran jantung Kavindra terus berdentum-dentum tak tentu. Sekaligus menerka apa yang akan Davira katakan? Ia harap semoga bukan sesuatu yang besar yang akan menghalangi niatnya. 

"Ya, katakan saja. Saya akan menjadi pendengar yang baik," sahut Kavindra penuh pengertian. 

Davira terdiam selama sesaat, berusaha menyusun kata demi kata agar Kavindra bisa langsung memahami penjelasannya.

Menarik napas panjang beberapa kali, Davira memberanikan diri untuk mengangkat pandangannya. Tatapannya bersirobok dengan mata Kavindra yang tengah menatapnya intens. 

"Sebenarnya, saya pernah menjalani operasi histerektomi," kata Davira dalam satu tarikan napas. Ia menunduk, tak berani menatap mata Kavindra. Entah apa reaksinya, Davira tak berani melihatnya. 

"Operasi histerektomi? Operasi pengangkatan rahim?" tanya Kavindra tak yakin. Davira mengangguk pelan, napasnya seakan tercekat. 

Apapun yang akan dikatakannya, aku harus kuat dalam menerimanya, pikir Davira. 

Kavindra tak tahu harus berkata apa selama beberapa saat, mencoba mencerna ucapan Davira dan mencari respon yang tepat agar perempuan itu tidak merasa terluka.

"Maaf, Miss," kata Kavindra pelan. "Tapi, apa yang membuat Miss menjalani operasi itu?" tanya Kavindra pelan, sedikit merasa lega karena ternyata hal yang ingin dibicarakan Davira bukan sesuatu yang ia pikirkan. 

"So-soal itu … sebenarnya," kata Davira tertahan. Matanya mengembun jika mengingat fakta bahwa ia tak akan pernah bisa sepenuhnya menjadi perempuan. Bahwa ia bukanlah perempuan yang utuh, seperti yang sering dikatakan orang-orang. 

"M-maaf, Miss, jika pertanyaan saya terlalu berat tidak perlu dijawab, tidak masalah. Saya sungguh tidak mempermasalahkan hal itu, saya—" 

"Tidak, Pak. S-saya harus mengatakan hal ini sekarang juga, berhubung kita akan menikah, saya tidak ingin sampai ada hal yang membuat Pak Kavindra merasa menyesal," terangnya dengan kepala sedikit tertunduk. 

Matanya mulai memanas, tapi mau bagaimanapun, tetap harus ia katakan kebenaran itu. Sekalipun hal itu terasa pahit. 

Kavindra tersenyum simpul, sedikit tertegun dengan keberanian Davira untuk mengatakan yang sejujurnya. "Tapi saya bisa pastikan bahwa saya tidak akan menyesal." 

Barulah saat itu, Davira mengangkat pandangannya, memberanikan diri untuk menatap Kavindra secara langsung.

Pria itu, meski tampak seperti pria yang tak peduli pada permasalahan orang lain, sebenarnya adalah pria yang dapat memahami luka orang lain. 

"Kadang-kadang, beberapa hal tidak bisa berjalan sesuai kehendak kita. Pernikahan pertama saya tidak berjalan baik, tapi pada pernikahan kedua, saya ingin menjalaninya dengan sebaik-baiknya." 

Kavindra turut tersenyum lembut, menunjukkan sisi dirinya yang lain kepada Davira. Dan memang benar, beberapa hal tidak selalu terwujud sesuai dengan keinginan. Selalu ada celah untuk ketidaksempurnaan, apalagi untuk manusia. 

"Saya juga pernah gagal menikah, Pak Kavindra. Apakah itu sungguh tidak masalah? Apakah Nyonya Karina juga tidak keberatan? Sungguh saya merasa tidak pantas," sahut Davira merasa dirinya kecil. 

Lagi dan lagi, Kavindra tersenyum lembut. Davira sungguh-sungguh berbeda dari mantan istrinya. Benar kata Karina, Davira adalah perempuan yang berbeda. 

"Beliau pasti tidak akan keberatan, saya bisa pastikan itu. Jadi, apakah pinangan saya diterima?" tanya Kavindra tak sabar lagi mendengar jawaban yang diinginkannya. 

•••

Note: 

Operasi histerektomi adalah operasi pengangkatan rahim, ada beberapa faktor mengapa seorang perempuan diharuskan menjalani operasi itu. Misalnya, kanker serviks, kecelakaan parah yang menyebabkan terbenturnya rahim, kekerasan fisik dan lain-lain. 

Tapi, aku belum mau mengungkap alasan kenapa Davira menjalani operasi itu, ya. Kebenaran akan terungkap satu persatu dan secara perlahan. 😁

Terima kasih sudah membaca bab ini. 🤗

Terpopuler

Comments

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

ternyata ini yg menjadi penyebab gagalnya pernikahanmu yg lain 🥺

2025-03-02

1

Selina Navy

Selina Navy

/Curse//Curse//Curse/

2025-03-04

0

Selina Navy

Selina Navy

🤧🤧🤧🤧

2025-03-04

1

lihat semua
Episodes
1 MIPPP 01 — Prolog
2 MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3 MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4 MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5 MIPPP 05 — Zein Terluka
6 MIPPP 06 — Terharu
7 MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8 MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9 MIPPP 09 — Luka Batin
10 MIPPP 10 — Merindukannya
11 MIPPP 11 — Kodrat
12 MIPPP 12 — Meminang
13 MIPPP 13 — Bimbang
14 MIPPP 14 — Berkata Jujur
15 MIPPP 15 — Mencari Tahu
16 MIPPP 16 — Acara Lamaran
17 MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18 MIPPP 18 — Kegilaan
19 MIPPP 19 — Pernikahan
20 MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21 MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22 MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23 MIPPP 23 — Rumah Baru
24 MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25 MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26 MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27 MIPPP 27 — Menjemput Zein
28 MIPPP 28 — Kembali Pulang
29 MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30 MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31 MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32 MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33 MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34 MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35 MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36 MIPPP 36 — Khawatir
37 MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38 MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39 MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40 MIPPP 40 — Pertengkaran
41 MIPPP 41 — Perdebatan
42 MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43 MIPPP 43 — Rencana Jahat
44 MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45 MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46 MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47 MIPPP 47 — Merasa Gagal
Episodes

Updated 47 Episodes

1
MIPPP 01 — Prolog
2
MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3
MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4
MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5
MIPPP 05 — Zein Terluka
6
MIPPP 06 — Terharu
7
MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8
MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9
MIPPP 09 — Luka Batin
10
MIPPP 10 — Merindukannya
11
MIPPP 11 — Kodrat
12
MIPPP 12 — Meminang
13
MIPPP 13 — Bimbang
14
MIPPP 14 — Berkata Jujur
15
MIPPP 15 — Mencari Tahu
16
MIPPP 16 — Acara Lamaran
17
MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18
MIPPP 18 — Kegilaan
19
MIPPP 19 — Pernikahan
20
MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21
MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22
MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23
MIPPP 23 — Rumah Baru
24
MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25
MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26
MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27
MIPPP 27 — Menjemput Zein
28
MIPPP 28 — Kembali Pulang
29
MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30
MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31
MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32
MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33
MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34
MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35
MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36
MIPPP 36 — Khawatir
37
MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38
MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39
MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40
MIPPP 40 — Pertengkaran
41
MIPPP 41 — Perdebatan
42
MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43
MIPPP 43 — Rencana Jahat
44
MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45
MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46
MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47
MIPPP 47 — Merasa Gagal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!