MIPPP 11 — Kodrat

Davira tengah sibuk menyiram tanaman saat ibu-ibu tetangganya sibuk bergosip sambil berbelanja sayuran. Berusaha untuk tidak memedulikan kasak-kusuk tetangga, Davira justru asyik dengan tanaman dan bunga-bunga yang ada di halaman rumahnya. 

Rika memang sangat suka berkebun, di belakang rumah mereka, Rika bahkan menanam macam-macam tumbuhan seperti cabai, tomat dan terong. Hal itu akhirnya juga menurun pada Davira. 

"Lihat, tuh, kasihan banget lihatnya." 

"Kemarin kayaknya Bapaknya datang, deh, terus marah-marah gitu." 

"Hah? Masa, sih? Terus habis itu si Agus itu ngapain? Jangan-jangan mabuk-mabukan lagi?" 

"Ya iyalah, pasti pulang cuma minta uang buat main jud* lagi. Kalau dipikir-pikir kasihan juga ya itu si Rika." 

Tatapan-tatapan sinis ibu-ibu julid itu mengarah kepada Davira yang tengah menyiram tanaman. Memberi perempuan itu pandangan yang terkesan meremehkan. 

Meski Davira berusaha tidak peduli, tapi ucapan ibu-ibu itu jelas membuat telinganya terasa panas. Ingin rasanya Davira menyiram ibu-ibu itu dengan air kran agar mereka langsung terdiam. 

Tapi, Davira tidak melakukannya, ia masih tahu batas. Lebih baik mengabaikan mereka. Setelah menyiram tanaman di halaman, ia memilih masuk ke dalam. Ada banyak hal yang bisa ia lakukan untuk mengabaikan gunjingan para tetangga. 

"Ada apa, Nak? Siram tanamannya sudah selesai?" tanya Rika dari dapur. Ia baru saja selesai menjerang air panas. 

"Sudah, kok, Bu. Ibu mau belanja?" tanya Davira yang langsung diangguki sang ibu. "Sebaiknya jangan, di depan ada banyak ibu-ibu, nanti mereka malah bicara yang macam-macam lagi sama ibu." 

Namun, Rika malah tersenyum, mengusap bahu Davira pelan. "Jangan terlalu dipikirkan. Ucapan tetangga itu bikin kita rentan stress, Nak. Beberapa ucapan hanya perlu didengar lalu dibuang." 

"Iya, sih, Bu. Tapi Davira gak mau kalau ibu sampai dihina lagi sama mereka. Apalagi Bu Ratih itu mulutnya mirip cabai jalapeno," kata Davira. Jujur saja, ia tak suka dengan tetangganya yang satu itu. 

"Kamu kayak belum tahu Bu Ratih gimana. Sudah, ya, kamu mandi dulu gih. Nanti Ibu masakin masakan kesukaan kamu." Setelah mengatakannya, Rika langsung mengambil dompet kecilnya dan menghampiri penjual sayur keliling. 

Di sana, sudah ada ibu-ibu tetangga. Rika tersenyum dan menyapa mereka seperti biasa. Ia memilih sayur yang akan dimasaknya hari ini sementara ibu-ibu itu sibuk berkasak-kusuk. 

Rika berusaha tidak memedulikan mereka, sudah menjadi kebiasaan ibu-ibu itu untuk terus bergosip. Pagi, siang, sore hingga malam, ada saja hal-hal yang mereka gosipkan. Kadang-kadang tetangga mereka, kadang-kadang malah teman mereka sendiri. 

Rika bergegas memilih dan membayar sayuran yang telah dipilihnya. Sebaiknya ia cepat masuk dan mulai memasak makanan kesukaan Davira dibanding terus berada di sini mendengarkan gosip murahan mereka. 

"Eh, Rika!" panggil Ratih saat Rika sudah berbalik pergi. Sontak saja Rika berbalik dan menatap perempuan yang usianya lebih tua beberapa tahun darinya itu. 

"Ada apa, ya, Bu Ratih?" tanya Rika pelan seraya tersenyum. Berusaha sabar dengan apapun yang akan Ratih katakan. 

"Suamimu kok gak pulang-pulang, sih? Terus, itu kok, anakmu juga di rumah terus? Apa dia gak kerja? Apa kubilang, perempuan itu gak cocok bekerja di luar, kodrat perempuan itu cuma jaga rumah, urus suami dan anak!" kata Ratih seperti biasa. Melemparkan kata-kata pedasnya. 

"Betul itu! Perempuan kok maksa buat kerja?" timpal yang lainnya dengan sinis. 

Rika mengambil napas dan tersenyum. "Bu Ratih, biar saya jelaskan dulu, ya. Kodrat perempuan bukan menjaga rumah, mengurus suami dan anak. Kodrat perempuan hanya mengandung, melahirkan dan menyusui," kata Rika dengan pelan namun tegas. 

Ratih dan sekelompok ibu-ibu itu nampak terdiam, bahkan penjual sayur pun ikut diam mendengarkan. 

"Kalau menjaga rumah, mengurus suami dan anak bukan kodrat perempuan, tapi tanggungjawab. Nah, Davira belum memiliki tanggung jawab itu, makanya dia bekerja. Tidak ada salahnya bukan kalau perempuan bekerja untuk membahagiakan dirinya sendiri?" sambung Rika lagi semakin membuat ibu-ibu itu terdiam membisu. 

"Bekerja terus, kapan dia akan menikah?" gumam salah seorang ibu. Menatap sinis pada Rika dengan bibir yang berkomat-kamit tidak jelas. 

"Jangankan menikah, para laki-laki pun gak mau mendekatinya," sahut yang lain lagi dengan berbisik. 

"Hmph! Gimana dia mau dapat laki-laki, wong dia pemilih gitu, kok! Laki-laki pun segan mendekati perempuan yang sok jual mahal," ujar Ratih masih kesal ucapannya dibantah Rika dengan jelas di depan geng-nya sendiri. 

Rika hendak membalas mereka lagi, namun kehadiran mobil mewah tepat di depan mereka sontak menghentikan Rika sesaat. Para ibu-ibu itu bahkan tidak berkedip ketika melihat mobil yang terparkir itu. 

Mata mereka makin membelalak sempurna saat melihat seorang pria tampan dengan setelan pakaian mahal keluar dari mobil itu. Hidung mancung, mata kecoklatan, kulit putih, dengan postur tubuh atletis nyaris sempurna layaknya seorang artis. 

Pria itu melepaskan kacamata hitamnya, menghampiri para ibu-ibu itu dengan senyum yang menawan. Membuat para ibu-ibu termasuk Rika langsung terpesona dibuatnya. 

Kavindra menyapa ibu-ibu itu dengan ramah, di belakangnya ada Zein dan Kirana yang baru saja keluar dari mobil. Nenek dan cucunya itu pun mengekor Kavindra. Mereka merasa asing dengan desa yang mereka datangi itu. 

"Eh, Mas ini artis, ya? Ganteng pisan!" celetuk salah seorang yang langsung jatuh hati ada penampilan Kavindra, yang menurut para ibu-ibu itu mirip seorang artis. 

Kavindra menggeleng, "Bukan, Bu. Saya ke sini mau cari alamat seseorang. Ibu-ibu ada yang tahu rumah Davira Istari?" tanya Kavindra memerhatikan satu persatu ibu-ibu di sana. 

Mendengar nama Davira disebut, semua ibu-ibu itu langsung melirik ke arah Rika. Sedikit merasa iri karena pria tampan yang menjadi idola mereka beberapa menit lalu itu ternyata mencari putrinya. 

"A-ada apa, ya, Pak? Kenapa Anda mencari anak saya?" tanya Rika gugup, sedikit khawatir dan curiga. 

Karina maju ke depan menghampiri Rika. "Oh, Ibu ini ibunya Miss Davira, ya? Salam kenal, ya, Bu. Saya Karina, itu putra saya Kavindra dan ini cucu saya, Zein. Kami ke sini mau mencari Miss Davira." 

Rika tampak bingung saat Karina memperkenalkan diri mereka dan langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Karina tampak senang saat bertemu dengan Rika. Sementara Zein masih mencoba membaca situasi dengan melihat ke sekelilingnya. 

"Davira ada di rumah, Bu? Boleh kami bertemu?" tanya Kavindra menyela sang ibu berbicara. Setelah tahu Rika adalah ibunya Davira, Kavindra langsung mengabaikan keberadaan semua ibu-ibu itu. 

Zein menarik-narik lengan Kavindra. "Papa! Mana Miss Davira? I want meet her," ucap Zein sedikit merengek. 

"A-anak saya ada di dalam. Tapi, mohon maaf ada keperluan apa, ya?" tanya Rika lagi sedikit merasa takut. 

"Kami mau memin—" 

"Kami ada sesuatu yang perlu dibicarakan dengan Davira, Bu," sela Kavindra memotong ucapan sang ibu. "Boleh kami bertemu Davira?" 

Sementara Rika mengajak para tamunya untuk masuk, ibu-ibu julid itu kembali bergunjing. Tentang alasan kedatangan orang kaya yang mirip artis itu dan apa niat mereka mendatangi Davira?

•••

Waduh, Karina mau ngomong apa tuh? 🤣

Terpopuler

Comments

🦆͜͡⍣⃝ꉣꉣᵘᵐᵐᵘᏦ͢ᮉ᳟🤎𝐀⃝🥀●⑅⃝ᷟ◌ͩ

🦆͜͡⍣⃝ꉣꉣᵘᵐᵐᵘᏦ͢ᮉ᳟🤎𝐀⃝🥀●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Mau bilang mau meminang Miss Davira itu kak buat jadi ibu sambung nya si Zein

2025-02-27

1

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Keren kan calonnya Davira 🤭

2025-02-27

0

Selina Navy

Selina Navy

memin-nangggg/Hey//Hey/

2025-02-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!