MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang

Pukul sebelas siang, Kavindra secara sengaja menghentikan semua aktivitasnya saat itu juga. Padahal ia tengah diburu sebuah project yang sangat penting dan tenggat waktunya sudah sangat dekat.

Tapi, apa boleh buat, demi memenuhi keinginan sang ibu tercinta, Kavindra harus rela membagi waktunya antara kerja dan menjemput Zein dari sekolah barunya.

Sebenarnya, mudah saja bagi Kavindra untuk menyuruh sopir ataupun mempekerjakan seorang baby sitter khusus untuk mengantar-jemput Zein. Namun, usulan itu ditolak mentah-mentah oleh ibunya.

Ibunya itu mengatakan bahwa bonding antara Kavindra dan Zein kurang dekat. Seringnya, Zein bermain dan bermanja dengan pamannya sementara Kavindra sibuk bekerja dan bekerja.

Bukan tanpa alasan Kavindra terus sibuk dengan pekerjaan dan mengurusi perusahaan multinasional miliknya. Semenjak bercerai dengan Lauren empat tahun silam, Kavindra seolah menarik diri dari dunia Zein dan memilih sibuk pada pekerjaannya.

Melihat Zein, Kavindra selalu merasa ingat dengan bagaimana Lauren mencampakkannya dahulu. Karena hal itu, Zein kehilangan kasih sayang dari orangtuanya.

Tetapi, syukurnya, Zein adalah anak yang patuh dan pengertian. Meski Kavindra jarang menghabiskan waktu dengan Zein, tetapi anak kecil itu tetap menyayangi Kavindra sebagaimana mestinya.

Kavindra menghela napas saat mobilnya terjebak macetnya Ibukota. Ia berdecak kecil dan memukul stir kemudi mobilnya pelan. "Da*n! Kenapa harus macet di jam seperti ini," gumamnya merasa kesal.

Di Kinder School, Zein tampak berdiam diri di area parkir, tepatnya di sebuah tempat tunggu khusus anak-anak. Kaki kecilnya menendang kerikil-kerikil di tanah merasa kesal dengan ayahnya sendiri.

"Papa bohong lagi sama Zein," gumamnya merasa sedih.

Pada saat itu, Davira secara kebetulan baru saja keluar dari ruang guru. Menangkap bayangan kecil di area parkir, matanya memicing, merasa mengenali sosok kecil yang berjongkok di sana.

"Zein?" panggilnya ragu. Kepala anak kecil itu menoleh dan memandang Davira sedih. "Zein belum pulang, Nak? Di mana Papa Zein?" tanya Davira seraya meraih tangan kecil anak itu.

Secerdas apapun Zein menyembunyikan air matanya, Davira tetap bisa melihat genangan air menumpuk di bawah pelupuk mata anak itu. Zein menatapnya sendu, hatinya berkata ingin menangis, tapi otaknya berkata anak laki-laki tak boleh cengeng.

"Zein, mau Miss peluk?" tawar Davira iba melihat Zein yang diam menahan tangis sedari tadi. Mengangguk kecil, Zein lalu menghambur ke dalam pelukan Davira dan menuang tangisnya di sana.

Davira sedikit terkejut dengan aksi Zein yang tiba-tiba itu, namun tangannya tetap mengusap punggung Zein dengan pelan dan penuh kasih sayang. Sedetik kemudian isakan kecil Zein terdengar.

"Papa jahat, Miss. Papa bohong lagi sama Zein," adu Zein. Tangan kecilnya merangkul bahu Davira. Dengan sabar, Davira menunggu sampai isakan Zein mereda.

"Zein sudah selesai nangisnya?" tanyanya saat Zein melepas pelukan pada bahunya. 

Anak kecil itu mengangguk kemudian mengusap pipinya yang basah. 

"Mau cerita sama Miss?" tanya Davira lagi.

Zein kembali mengangguk, lalu Davira mengajaknya untuk duduk di sebuah kursi tunggu. Zein mengikutinya dengan patuh, padahal Zein bukanlah tipe anak kecil yang bisa langsung menurut apalagi jika ia baru mengenal orang tersebut.

Tetapi, tampaknya Davira tidak termasuk. Sebab, meskipun mereka baru bertemu tadi pagi, Zein sudah langsung merasa aman dan nyaman berada di dekat Davira.

"Zein, Miss mau tanya, boleh?" tanya Davira setelah mereka menemukan tempat duduk yang lebih nyaman.

Zein tampak mengangguk kecil di sampingnya. Davira tersenyum melihat Zein dari samping. Ia berpikir, Zein itu anak yang lucu dan unik. 

Bayangkan saja bagaimana Davira dibuat tak bisa berkata saat tadi pagi Zein secara terang-terangan memintanya menjadi Ibu untuknya.

"Kenapa Zein menangis tadi? Zein sedih karena belum dijemput Papa Zein?" tanya Davira dengan hati-hati.

Zein tampak merengut, bibirnya mengerucut dan melipat tangannya di depan dada. "Zein kesal sama Papa, Miss! Papa janji mau jemput Zein tapi sampai sekarang Papa belum juga datang!" adu Zein yang membuat Davira terkekeh.

"Oh, begitu. Papa Zein mungkin masih dalam perjalanan, sebentar lagi pasti sampai, kok," bujuk Davira lembut. 

Zein kemudian mendongak menatap Davira. Memandangi sosok perempuan dengan hijab putih yang menutupi kepalanya itu.

"Miss belum jawab pertanyaan Zein tadi pagi, lho." Zein mengangkat kepalanya, memandang Davira dengan intens.

"Pertanyaan Zein yang mana, ya, yang belum Miss jawab?" tanya Davira pura-pura lupa. Zein kembali mengerucutkan bibirnya.

"Ish, Miss! Yang ituloh, Miss mau gak jadi Ibunya Zein? Soalnya Miss itu cocok sama Papa," cetus Zein penuh kejujuran yang sontak membuat Davira tak habis pikir.

"Kenapa Zein tanya kayak gitu?" Davira balik bertanya. Belum sempat Zein menjawab, sebuah mobil Mercedes berhenti tepat di pelataran parkir. Melihat mobil itu, Zein langsung memasang raut wajah bahagianya.

"Papa!" pekiknya senang sambil berdiri dan melompat senang. 

Lalu, seorang pria dengan setelan jas lengkap keluar dan menghampiri keduanya. Melihat Kavindra datang, akhirnya Davira tersenyum lega.

"Papa kenapa baru jemput Zein?" tanya Zein dengan melipat kedua tangannya di dada.

"My bad, little boy. Papa kena macet tadi," jawab Kavindra setengah membujuk. "Maaf, ya? Zein sudah lama menunggu?"

Melihat interaksi ayah dan anak itu, hati Davira mendadak menghangat. Ia berandai, jika ia sudah menikah dan memiliki anak, pemandangan seperti inilah yang akan sering dilihatnya.

Kavindra menatap Davira sedikit canggung. "Selamat siang, Miss. Sebelumnya terimakasih sudah menjaga Zein," kata Kavindra tak enak hati. Davira hanya menanggapi dengan senyum.

"Oh, tidak apa-apa, Pak Kavindra. Zein anak yang baik," jawab Davira tak kalah canggung. Setelah itu, Kavindra mengajak Zein untuk pulang bersamanya. Zein tampak melambai-lambaikan tangannya pada Davira.

"Miss, besok aku tunggu jawabannya, ya!" teriaknya sebelum memasuki mobil. Mengundang tanya Kavindra akan hal apa yang Zein tanyakan sampai-sampai harus menunggu besok.

"Jawaban apa yang Zein minta dari Miss Dav?" tanya Kavindra saat keduanya telah duduk di dalam mobil. Kini, Kavindra sibuk memakaikan safety belt pada tubuh mungil Zein.

Anak kecil itu mengangguk dengan antusiasnya. "Zein cuma minta Miss Dav jadi Mami Zein," jawab Zein dengan polosnya. Mendengar jawaban itu Kavindra sontak menepuk keningnya sendiri.

"Oh, Zein. How can you asking someone to be your mother?" tanya Kavindra tak habis pikir. "Zein tidak boleh seperti itu, Nak." Kavindra memperingatkan Zein sambil menghela napas panjang. 

Sedangkan di sampingnya, Zein memandang ayahnya tak berkedip. Zein hanyalah anak-anak yang kadang rindu kasih sayang seorang ibu.

Pria tiga puluh dua tahunan itu hanya menghela napasnya panjang kemudian menyalakan mobilnya lalu meninggalkan area parkir Kinder School. Saat melewati gerbang, Kavindra tak sengaja melihat Davira selama beberapa saat.

"Siapa yang ajarin Zein kayak gitu?" tanya Kavindra di tengah-tengah perjalanan mereka. Zein yang semula menatap ke arah jalanan mendadak memandang papanya yang sibuk menyetir itu.

"Uncle," jawab Zein singkat yang membuat Kavindra menggerutu dalam hati.

"Uncle? Uncle yang bilang kayak gitu?" ulang Kavindra memastikan. Lalu, Zein mengangguk mantap. 

"Awas saja dia nanti, akan kuhajar dia karena sudah mengajari anakku hal yang macam-macam!" gerutu Kavindra pelan, kemudian mulai mengemudikan mobilnya ke jalanan. 

Yang menjadi pikiran Kavindra sekarang adalah bagaimana ia harus menjelaskan tingkah Zein kepada guru barunya itu? 

Terpopuler

Comments

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ

Biarin aja ,kasihan Zein kesepian 🤭

2025-02-27

2

lihat semua
Episodes
1 MIPPP 01 — Prolog
2 MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3 MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4 MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5 MIPPP 05 — Zein Terluka
6 MIPPP 06 — Terharu
7 MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8 MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9 MIPPP 09 — Luka Batin
10 MIPPP 10 — Merindukannya
11 MIPPP 11 — Kodrat
12 MIPPP 12 — Meminang
13 MIPPP 13 — Bimbang
14 MIPPP 14 — Berkata Jujur
15 MIPPP 15 — Mencari Tahu
16 MIPPP 16 — Acara Lamaran
17 MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18 MIPPP 18 — Kegilaan
19 MIPPP 19 — Pernikahan
20 MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21 MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22 MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23 MIPPP 23 — Rumah Baru
24 MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25 MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26 MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27 MIPPP 27 — Menjemput Zein
28 MIPPP 28 — Kembali Pulang
29 MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30 MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31 MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32 MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33 MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34 MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35 MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36 MIPPP 36 — Khawatir
37 MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38 MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39 MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40 MIPPP 40 — Pertengkaran
41 MIPPP 41 — Perdebatan
42 MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43 MIPPP 43 — Rencana Jahat
44 MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45 MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46 MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47 MIPPP 47 — Merasa Gagal
Episodes

Updated 47 Episodes

1
MIPPP 01 — Prolog
2
MIPPP 02 — Sebuah Permintaan
3
MIPPP 03 — Merindu Kasih Sayang
4
MIPPP 04 — Calon Ibu untuk Zein
5
MIPPP 05 — Zein Terluka
6
MIPPP 06 — Terharu
7
MIPPP 07 — Perasaan yang Hadir
8
MIPPP 08 — Cepat atau Lambat
9
MIPPP 09 — Luka Batin
10
MIPPP 10 — Merindukannya
11
MIPPP 11 — Kodrat
12
MIPPP 12 — Meminang
13
MIPPP 13 — Bimbang
14
MIPPP 14 — Berkata Jujur
15
MIPPP 15 — Mencari Tahu
16
MIPPP 16 — Acara Lamaran
17
MIPPP 17 — Rencana Pernikahan
18
MIPPP 18 — Kegilaan
19
MIPPP 19 — Pernikahan
20
MIPPP 20 — Kedatangan Masa Lalu
21
MIPPP 21 — Kebahagiaan Kecil
22
MIPPP 22 — Malaikat Penolong
23
MIPPP 23 — Rumah Baru
24
MIPPP 24 — Bertemu Komisaris
25
MIPPP 25 — Rencana Penculikan
26
MIPPP 26 — Melacak Keberadaannya
27
MIPPP 27 — Menjemput Zein
28
MIPPP 28 — Kembali Pulang
29
MIPPP 29 — Membuat Keputusan
30
MIPPP 30 — Menantu Kebanggaan
31
MIPPP 31 — Dendam Tersembunyi
32
MIPPP 32 — Jangan Mendendam
33
MIPPP 33 — Kebahagiaan Sederhana
34
MIPPP 34 — Sebuah Usaha
35
MIPPP 35 — Kejutan Tak Terduga
36
MIPPP 36 — Khawatir
37
MIPPP 37 — Cemas yang Berlebihan
38
MIPPP 38 — Pembicaraan Penting
39
MIPPP 39 — Kejadian Tak Terduga
40
MIPPP 40 — Pertengkaran
41
MIPPP 41 — Perdebatan
42
MIPPP 42 — Pertanyaan Kecil
43
MIPPP 43 — Rencana Jahat
44
MIPPP 44 — Cemas dan Takut
45
MIPPP 45 — Takut Kehilangan
46
MIPPP 46 — Berusaha Tenang
47
MIPPP 47 — Merasa Gagal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!