The First Conqueror
Terlihat seorang anak kecil berdiri menunduk menatap ke sebuah nisan di hadapannya. Semua orang yang tadinya ada di sana, satu persatu mulai pergi. Dan meninggalkannya sendirian. Seolah tidak peduli dengannya.
Mata ungu tua anak itu tampak sangat kosong. Ada air mata yang terus keluar dari sana tanpa henti. Dia hanya diam, wajahnya benar-benar tampak sangat sedih dengan tatapannya yang benar-benar kosong.
"… kenapa? kenapa aku tidak bisa melihatmu?" dengan mulut bergetar. Anak itu bertanya pada nisan di depannya.
Wajah yang yang tadinya hanya menangis tanpa ekspresi. Sekarang mulai menunjukkan emosinya.
Pahit … sangat pahit. Sedih yang amat sangat menyakitkan. Itulah yang tergambar dari wajah anak laki-laki berusia sembilan tahun ini.
"Kenapa aku tidak boleh memelukmu, waktu itu?" Anak itu bertanya. Tapi tidak ada jawaban atau suara yang membalasnya.
Hanya air … air hujan perlahan turun dengan sangat lembut. Seolah membelai kepala anak itu, karena merasa kasihan.
Wajahnya perlahan semakin hancur. Hancur karena ekspresi rasa sakit dan sedih yang dirasakannya, kini terungkap sangat jelas. "Siapa? … bu … ibu, siapa yang menemaniku mulai sekarang?" tanya anak itu dengan isak tangis.
"Aku sendirian, sekarang …"
Tubuhnya gemetar, kakinya terasa sangat lemas yang membuatnya perlahan berlutut dan meringkuk. Kepalanya menempel di tanah, tangannya meremas tanah itu. Tanah di mana ibunya sekarang tertidur tenang.
"Huaaaa!" Anak laki-laki itu menangis. Dia menjerit ... Jeritan perasaan karena kehilangan orang yang penting dalam hidupnya.
Sosok yang selalu ada disaat semua orang meninggalkannya. Dan karenanya lah dia menangis sejadi-jadinya.
"A-aku bersumpah! aku akan menjadi kuat! aku akan buktikan itu pada mereka! aku bersumpah!" Mata ungu anak itu seakan menyala. Saat mengatakan sumpah itu dengan emosi di dalam dirinya.
Hujan yang tadinya gerimis sekarang menjadi sangat deras. Diikuti suara petir menggelegar di langit. Kilatan menyambar kemanapun yang mereka inginkan. Langit terlihat sangat marah sekarang. Seolah ikut marah dengan amarah dari anak itu, dan menjadi saksi dari sumpah yang diucapkannya.
★★★
Kembali ke 4 tahun sebelumnya.
Terlihat seorang wanita cantik berambut hitam panjang, duduk bangku yang ada di taman. Mata ungu mudanya menatap kearah tiga anak-anak yang terlihat sedang bermain kejar-kejaran di taman.
Terlihat senyum di wajahnya yang tampak sangat pucat, saat melihat ketiga anaknya yang paling muda bermain bersama. Namanya adalah Elsa Van Bramasta. Ratu dari kerajaan Brama.
"William, kau jangan berlarian seperti itu," Elsa berteriak memberi tahu anak ketiganya itu.
"Ya bu," William yang mendengarnya hanya tertawa menyahuti suara teguran ibunya. "Kalian berdua, sini …," William lalu meraih tangan mungil kedua adiknya itu.
Dia adalah William Van Bramasta, wajahnya terlihat sangat mirip dengan ibunya, akan tetapi warna matanya lebih gelap dibanding warna mata ibunya. Dia juga memiliki rambut hitam kurus sama seperti Elsa.
"Ka'ak ayo main lagi," anak perempuan lucu berambut perak, terlihat menarik-narik William, dan mengajaknya bermain lagi. Namanya adalah Lisbet Van Bramasta, anak terakhir dari Elsa, sekaligus aduk kedua William
"Iya kak, ayo," sambung anak laki-laki berambut hitam ikal, dengan wajah memohon. Dia bernama Richard Van Bramasta, dan sekaligus adik pertama William
"Tapi lihat," William menoleh ke arah ibunya yang duduk sambil memperhatikan mereka. "Ibu bisa marah kalau kita main kejar-kejaran terus," jelas William berbisik kepada keduanya.
"Eeee—," keduanya yang mendengar itu, mengeluarkan suara keluhan ke arah William.
Sedangkan, William hanya bisa tersenyum kecut melihat keduanya. "Kita jalan-jalan di taman aja oke?" ajak William.
"Hum!" Keduanya pun langsung mengangguk bersamaan setelah mendengar ajakan kakak mereka.
★★★
William sekarang menuntun adik laki-laki dan perempuannya yang baru berumur 7 dan 5 tahun. Mengelilingi taman sambil melihat-lihat tanaman yang ada di sana.
Disaat ketiganya masih berjalan. Tiba Lisbet melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.
"Kakak, itu apa?" Lisbet menunjuk ke arah hewan kecil yang baru saja terbang melintas di depannya.
"Hm?" Richard yang juga melihatnya hanya diam, sambil mengamati objek terbang itu dengan wajah tertarik.
Hewan itu memiliki warna emas kehijauan. Yang membuat keduanya sangat kagum dengan kecantikan warnanya.
"Ah, itu kumbang," kata William memberi tahu nama serangga itu. William tidak tahu apa nama kumbang itu. Jadi dia hanya memberitahu keduanya jika nama serangga itu adalah kumbang
"... umbang?" Lisbet dengan wajah polosnya mengulangi nama yang William sebutkan.
"Ya, itu Kumbang, bukan umbang," balas William dengan senyum di wajahnya sambil membelai kepala adiknya itu.
"Kumbang…," sekali lagi Lisbet menggumamkan nama serangga itu. Namun, kali ini ia benar dalam pengucapannya.
Di Sebelah mereka, Richard terlihat hanya diam mendengarkan kakaknya yang mengajarkan adiknya dalam mengeja nama serangga itu. Dengan tatapan penuh rasa ketertarikan.
"Kakak, boleh tangkap?" tanya Lisbet dengan polosnya.
"Eh?" William langsung memasang wajah bingung. Bagaimana caranya menangkap kumbang yang terbang itu, pikirnya sekarang.
Richard masih diam, dia hanya mengamati kakaknya yang terlihat kebingungan. Richard sebenarnya juga ingin kakaknya menangkap kan kumbang itu untuk mereka berdua.
"T-tapi itu susah menangkapnya sekarang," balas William dengan wajah canggung.
"Eeee," Mendengar jawaban itu keluar dari mulut kakaknya. Keduanya hanya bisa mengeluarkan nada keluhan mereka seperti sebelumnya.
"K-kalau begitu, kita jalan lagi, siapa tau nada kumbang yang nggak terbang. Nanti kakak tangkap kan buat kalian," kata William, mencoba menghibur keduanya dengan rayuan.
"Um~," keduanya langsung mengangguk senang saat mendengar itu.
Dengan ini, ketiganya pun berjalan sepanjang taman sambil mencari kumbang yang mereka cari. Tapi—.
Disaat ketiganya masih asik berbincang sambil mengamati taman, saat itu Elsa memanggil ketiganya.
"Kalian bertiga. Ayo masuk, di sini semakin dingin," panggil Elsa sembari berjalan ke arah ketiga anaknya.
Hari semakin sore, dan angin juga semakin terasa kuat berhembus. Elsa hanya tidak ingin ketiga anaknya sakit karena cuaca yang kurang baik ini.
"Kakak, kakak, ibu memanggil," kata Richard sambil menarik-narik lengan baju William.
William yang juga sudah tau, membalas adiknya itu dengan menepuk-nepuk kepalanya dengan sayang.
"Kalau gitu, ayo kita kembali," ajak William.
"Um," Lisbet dan Richard pun mengangguk bersamaan.
'Syukurlah,' dihatinya William mengatakan ini. Jujur William terselamatkan karena ibunya memanggilnya. Jika tidak, entah harus berapa lama lagi dia mencari kumbang itu untuk kedua adiknya.
...★★★...
...Dukung Karya ini bila suka dengan, Like dan Vote.~ Dan terima kasih atas Like dan Vote-nya....
...🙏🙏🙏...
......★★★......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
🇮🇩⭕Nony kinoy❃hiat🇵🇸
baru awal nh🤔😀
2022-01-24
1
@𝕬𝖋⃟⃟⃟⃟🌺Idha
awal cerita uda sedih 😭😭😭😭
2022-01-24
0
Ⴆι Ⴆσყ 404
kisah hidup yg mantab
2022-01-24
0