Chapter 3

Damian menarik napas dalam-dalam. Dia bukan bermaksud menyuruh gadis itu mencabut pisau di perutnya, karena dia sendiri tidak percaya dengan gadis itu. Tapi bagaimana dia bisa menjelaskan pada gadis yang lebih sibuk menganalisis emosinya sendiri dibanding situasi genting ini?

"Aku butuh … seseorang … kau bantu aku telpon … seseorang."

Talia tampak berpikir keras, mengerutkan kening seperti sedang menghadapi soal ujian matematika.

"Tapi … aku gak punya pulsa, quota-ku juga sudah habis dipake buat streaming netflix." katanya polos.

Damian nyaris tertawa. Nyaris. Tapi rasa sakit itu membuatnya meringis lagi.

"Cari… di sakuku. Ada … ponsel."

Talia melirik ke arah tubuh Damian, matanya jatuh pada saku celana yang penuh darah. Ia menelan ludah.

"Di … situ?"

Damian mengangguk pelan, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Talia menghela napas panjang, lalu dengan ragu, ia merangkak mendekat.

"Maaf ya, aku nggak biasa megang orang asing. Apalagi orang asing yang penuh darah," gumamnya, tangannya bergetar saat mencoba merogoh saku celana Damian. Jari-jarinya bersentuhan dengan sesuatu yang keras, dia tahu itu pasti ponsel. Dengan cepat ia menariknya keluar, lalu mengelap layar ponsel yang agak lengket oleh darah itu.

Talia agak geli dengan darah, apalagi darah beneran. Tapi dia berusaha menahan rasa geli dan takut darah karena dia kasihan pada laki-laki yang terluka itu. Sebenarnya dia mau membantu, tapi dia takut kalau mencabut pisau itu dari perut si pria dengan tatapan dingin nan mengintimidasi tersebut, yang ada pria itu justru kehabisan darah. Apesnya, pasti dialah yang di sangka pembunuh. Kan nggak lucu.

"Hapenya gak jadi. Jangan-jangan rusak karena darah." kata Talia setelah mencoba berulang kali menghidupkan ponsel milik Damian.

Damian menyipitkan mata.

"Darah tidak ada hubungannya dengan hape rusak. Mungkin habis baterai." kata pria itu masih berusaha menahan rasa sakit di perutnya.

"Bisa dong. Kalau kehabisan darah bisa membunuh orang, ada kemungkinan terkena darah bisa membunuh hape."

Damian menghela nafas kasar, berusaha meredam emosinya karena gadis itu.

"Mendekatlah," perintahnya kemudian, dengan sisa-sisa kekuatan yang dia punya. Dia tidak boleh mati sekarang, masih banyak yang harus dia lakukan.

Talia dengan ragu mendekat ke Damian, sesaat kemudian ia pria itu berbicara di telinganya.

"Dengar baik-baik ... aku ... Aku harus hidup. Bagaimana pun caramu, kau harus membuatku tetap hidup tanpa membawaku ke rumah sakit. Karena kalau sampai aku mati ... kau juga pasti mati. Anak buahku akan tahu siapa orang terakhir yang bersamaku. Dan kau ... Gadis kecil sepertimu ... Tidak akan pernah lolos." suara Damian sangat rendah namun terdengar penuh ancaman.

Talia langsung syok dibuatnya. Gadis itu tidak santai lagi, dia bingung harus bagaimana. Haishh, kenapa  dia harus menangis di tempat ini sih? Kalau dia tidak datang ke gang kecil ini, pasti dirinya tidak akan bertemu dengan laki-laki yang terluka parah ini.

Talia menatap Damian dengan mata polos bercampur ketakutan berkecamuk di pikirannya. Ancaman pria itu terdengar jelas di telinganya, membuat bulu kuduknya meremang. Tapi di balik tatapan dingin dan nada mengintimidasi itu, Damian terlihat rapuh. Kasihan juga di mata Talia.

"Aku ... aku nggak tahu harus gimana! Bener, kan tadi aku sudah bilang kalau aku takut sama darah." seru Talia panik, matanya berkaca-kaca.

Damian menggertakkan giginya, menahan nyeri yang terasa semakin menyiksa.

"Berpikirlah.  Gunakan otakmu, gadis kecil."

Talia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menenangkan diri. Ia melirik ke sekeliling. Tidak ada yang bisa membantu. Hanya ada tumpukan kotak kayu berdebu, dan bau besi karat yang menyengat.

"Oke, oke ... tenang, Talia. Kau pernah nonton banyak film survival, ini saatnya mempraktikkan semua teori itu!" gumamnya pada diri sendiri.

Ia ingat satu hal penting dari acara TV favoritnya, jangan pernah mencabut pisau dari tubuh korban. Pisau itu bertindak seperti sumbat. Mencabutnya justru bisa memperparah pendarahan.

"Baik! Aku nggak akan cabut pisaunya," katanya mantap, lalu melirik Damian, seolah berharap pria itu akan mengangguk setuju. Tapi Damian hanya memejamkan mata, napasnya tersengal. Otak Talia terus berpikir. Sesaat kemudian matanya menatap ke kiri kanan. Tidak ada siapa-siapa.

Tanpa pikir panjang ia pun membuka jaket, lalu membuka kaosnya, menyisakan tank top bra. Bodoh amat, dari pada laki-laki itu mati manggil-manggil dia juga, dia harus melakukan segala cara agar lelaki itu tetap hidup.

Talia berusaha keras merobek kaosnya menjadi beberapa bagian panjang, mencoba menahan rasa jijik ketika jarinya kembali terkena darah Damian yang semakin banyak merembes keluar dari luka di perutnya.

"Oke, Talia, ini bukan darah … ini cuma saus tomat. Saus tomat yang… hangat dan amis," bisiknya pada diri sendiri, mencoba tetap tenang.

Ia mengambil salah satu sobekan kain, lalu dengan hati-hati melilitkannya di sekitar luka, memastikan pisau tetap berada di tempatnya. Ia menarik kencang, berusaha menghentikan aliran darah sebisanya. Damian meringis keras, tubuhnya sedikit melengkung karena rasa sakit yang luar biasa.

"Hei! Jangan bergerak!" seru Talia refleks. "Aku nggak mau apa aku lakukan ini jadi sia-sia, oke? Kalau kau mati, aku juga mati, ingat?!"

Damian membuka mata perlahan, menatap gadis itu dengan campuran bingung dan tak percaya. Siapa gadis ini sebenarnya? Dia terlalu cerewet untuk seseorang dalam situasi mengerikan seperti ini.

Setelah melilit kain secukupnya, Talia berhenti sejenak, napasnya terengah-engah. Tangannya bergetar, keringat dingin membasahi pelipisnya meskipun udara di gang itu cukup dingin.

"Bagaimana sekarang?" gumamnya, melirik Damian yang terlihat semakin lemah.

Talia tahu dia harus melakukan lebih. Ia memeriksa ponsel Damian lagi, menekan-nekan tombol dengan harapan keajaiban akan terjadi. Tapi tetap saja layar hitam, tanpa tanda-tanda kehidupan.

"Astaga, kenapa sih kamu nggak bawa powerbank?" gerutunya kesal, seolah-olah pria sekarat itu bisa menjawab.

Tiba-tiba, Talia mendapatkan ide. Dia meraba kantong Damian lagi, mencari-cari sesuatu. Sayang sekali, dia tidak mendapatkan apa-apa. Gadis itu menghembuskan nafas lelah.

"Nggak mungkin kita tetap di sini. Kamu ... Bagaimana kalau aku anterin ke rumah kamu?"

Damian membuka matanya,

"Rumahku ... terlalu jauh dari sini. Bawa aku ke tempat di mana saja, asal jangan rumah ... sakit." kata pria itu.

Otak Talia terus berpikir.

Apa ke rumahku saja? Kan cuma dekat dari sini. Papa, mama dan kakak juga akan ke luar kota. Aku bisa lewat jalan tikus biar gak ada pembantu yang lihat aku bawa laki-laki masuk rumah. Dengan begitu, aku bisa tanya sama kak Zaka gimana caranya cabut pisau biar gak bahayain nyawa orang yang ketusuk. Nyawaku juga aman.

Gumam Talia dalam hati.

Terpopuler

Comments

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Akhirnya talia dgn keberanian menolong damian sedang terluka parah membawa kerumah....
Damian butuh segera pertolongan lukanya sangat parah bingit...

Musuh2 damian sangat banyak so pasti banyak mengincar nyawa damian....
Talia sangat lucu dan gemesin terpaksa menolong damian merasa kasian jg dan dpt ancaman dr damian..

Damian siduren(duda keren)berjodoh dgn gadis emo berpenampilan nyentrik dan somplak....

tidak sabar melihat damian bucin akut kpd talia dan jd budak cinta....

lanjut thor.....
semangat sll...
sehat sll.....

2025-02-13

8

Sleepyhead

Sleepyhead

Moment ini mengingatkanku pads masa lalu, ketika Damian terluka Dan dibantu oleh Yara.
Kini seperti, Dejavu..moment serupa terulang kembali, namun dengan situasi Dan gadis yg berbeda..

2025-02-13

4

Naji Ihsan Ahmad

Naji Ihsan Ahmad

talia enggak bodoh 2 amat lucu juga somplak seru banget kayaknya jd Ama Damian di bawah ancaman dia mandi bisa mikir semoga gak ke tahuaan siapa 2 samper rumah dan talia bisa menghubungi max juga biar Damian cepat di selamatkan

2025-02-13

1

lihat semua
Episodes
1 PENOKOHON
2 Chapter 1
3 Chapter 2
4 Chapter 3
5 Chapter 4
6 Chapter 5
7 Chapter 6
8 Chapter 7
9 Chapter 8
10 Chapter 9
11 Chapter 10
12 Chapter 11
13 Chapter 12
14 Chapter 13
15 Chapter 14
16 Chapter 15
17 Chapter 16
18 Chapter 17
19 Chapter 18
20 Chapter 19
21 Chapter 20
22 Chapter 21
23 Chapter 22
24 Chapter 23
25 Chapter 24
26 Chapter 25
27 Chapter 26
28 Chapter 27
29 Chapter 28
30 Chapter 29
31 Chapter 30
32 Chapter 31
33 Chapter 32
34 Chapter 33
35 Chapter 34
36 Chapter 35
37 Chapter 36
38 Chapter 37
39 Chapter 38
40 Chapter 39
41 Chapter 40
42 Chapter 41
43 Chapter 42
44 Chapter 43
45 Chapter 44
46 Chapter 45
47 Chapter 46
48 Chapter 47
49 Chapter 48
50 Chapter 49
51 Chapter 50
52 Chapter 51
53 Chapter 52
54 Chapter 53
55 Chapter 54
56 Chapter 55
57 Chapter 56
58 Chapter 57
59 Chapter 58
60 Chapter 59
61 Chapter 60
62 Chapter 61
63 Chapter 62
64 Chapter 63
65 Chapter 64
66 Chapter 65
67 Chapter 66
68 Chapter 67
69 Chapter 68
70 Chapter 69
71 Chapter 70
72 Chapter 71
73 Chapter 72
74 Chapter 73
75 Chapter 74
76 Chapter 75
77 Chapter 76
78 Chapter 77
79 Chapter 78
80 Chapter 79
81 Chapter 80
82 Chapter 81
83 Chapter 82
84 Chapter 83
85 Chapter 84
86 Chapter 85
87 Chapter 86
88 Chapter 87
89 Chapter 88
90 Chapter 89
91 Chapter 90
92 Chapter 91
93 Chapter 92
94 Chapter 93
95 Chapter 94
96 Chapter 95
97 Chapter 96
98 Chapter 97
99 Chapter 98
100 Chapter 99
101 Chapter 100
Episodes

Updated 101 Episodes

1
PENOKOHON
2
Chapter 1
3
Chapter 2
4
Chapter 3
5
Chapter 4
6
Chapter 5
7
Chapter 6
8
Chapter 7
9
Chapter 8
10
Chapter 9
11
Chapter 10
12
Chapter 11
13
Chapter 12
14
Chapter 13
15
Chapter 14
16
Chapter 15
17
Chapter 16
18
Chapter 17
19
Chapter 18
20
Chapter 19
21
Chapter 20
22
Chapter 21
23
Chapter 22
24
Chapter 23
25
Chapter 24
26
Chapter 25
27
Chapter 26
28
Chapter 27
29
Chapter 28
30
Chapter 29
31
Chapter 30
32
Chapter 31
33
Chapter 32
34
Chapter 33
35
Chapter 34
36
Chapter 35
37
Chapter 36
38
Chapter 37
39
Chapter 38
40
Chapter 39
41
Chapter 40
42
Chapter 41
43
Chapter 42
44
Chapter 43
45
Chapter 44
46
Chapter 45
47
Chapter 46
48
Chapter 47
49
Chapter 48
50
Chapter 49
51
Chapter 50
52
Chapter 51
53
Chapter 52
54
Chapter 53
55
Chapter 54
56
Chapter 55
57
Chapter 56
58
Chapter 57
59
Chapter 58
60
Chapter 59
61
Chapter 60
62
Chapter 61
63
Chapter 62
64
Chapter 63
65
Chapter 64
66
Chapter 65
67
Chapter 66
68
Chapter 67
69
Chapter 68
70
Chapter 69
71
Chapter 70
72
Chapter 71
73
Chapter 72
74
Chapter 73
75
Chapter 74
76
Chapter 75
77
Chapter 76
78
Chapter 77
79
Chapter 78
80
Chapter 79
81
Chapter 80
82
Chapter 81
83
Chapter 82
84
Chapter 83
85
Chapter 84
86
Chapter 85
87
Chapter 86
88
Chapter 87
89
Chapter 88
90
Chapter 89
91
Chapter 90
92
Chapter 91
93
Chapter 92
94
Chapter 93
95
Chapter 94
96
Chapter 95
97
Chapter 96
98
Chapter 97
99
Chapter 98
100
Chapter 99
101
Chapter 100

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!