Chapter 2

"Jika kau sudah tahu kenapa kau hanya memberi tahuku saja, apa maksudmu memberitahuku agar aku menyebarkan berita tak masuk akal ini huh... Itu adalah nyawa orang, kau membunuhnya dengan menusuk kepalanya!!" Uminoke terlihat sangat marah.

Ia akan menampar Line lagi tapi Line menangkap tangannya sambil menatap tajam dan berkata.

"Aku memberitahumu karena hanya kau yang bisa percaya, apa kau sudah mengerti, jika belum aku akan menunggumu untuk mengerti, dan akan ku jelaskan semuanya," kata Line yang langsung menyingkirkan tangan Uminoke dan berjalan keluar.

Uminoke terlihat putus asa. "Ini semua tak terjadi, aku melihat dia membunuh seseorang di depanku," ia menutup mulutnya dan merasa mual melihat jasad Pria itu.

Diluar, terlihat Line bersender di dinding sambil mengebul rokoknya.

Dan akhirnya Uminoke mau keluar. Ia menatap heran Line yang merokok. "Kau merokok, kau masih muda kenapa merokok?"

Lalu Line menoleh dan mendekatkan wajahnya. "Umurku sudah sangat panjang aku tidak bisa dibilang muda dengan umur tapi dengan tubuh aku bisa dibilang muda. Jadi, kau sudah merenung?"

"Aku hanya ingin kau memberi tahuku apa yang terjadi."

Lalu Line menghela napas dan mematikan rokoknya. "Ini adalah hari ketujuh dimulai. Atau mungkin hari ketujuh tepat hujan berhenti. Selama hujan manusia tidak bisa melakukan aktivitas harian diluar rumah. Kau pasti juga sama. Aku datang kedunia ini-- Maksudku aku kesini untuk membawamu ikut bersamaku, disini adalah tempat berbahaya."

"Tunggu apa maksudmu, Virus?"

"Bisa di bilang begitu."

"Tapi kenapa pria itu menggila dan bukannya sakit lemas?"

"Kau pikir virus ini bukan virus biasa Huh.... Kau lihat film horor zombie tidak?"

"Um... Ya."

"Yaudah.... Kurang lebihnya seperti itu, kau tahu laboratorium kota kan, di sana tempat yang aman mereka bilang, jadi kau harus ikut denganku." 

"Tunggu, aku harus ikut denganmu? memangnya akan kemana kita. Lihat saja tempat ini yang sepi, tempat ini sepi pasti karena kau membunuh mereka semua kan?" Uminoke menyela tapi dari tadi Line mencoba merasakan hawa kedatangan.

"Hei jangan mencueki ku," kata Uminoke. Seketika Line menariknya dan menutup mulutnya kedalam rumah. Line mendekap Uminoke sambil berdiri bersandar tembok melihat jendela yang ada disampingnya. "Sebaiknya kau diam, mereka akan lewat kesini."

"Siapa?!" Uminoke berbatin karena mulutnya ditutupi tangan Line.

Line melihat ke luar jendela dengan hati hati. Yang ia lihat adalah sekumpulan orang orang berciri ciri sama seperti pria yang ia bunuh tadi lewat depan rumah Uminoke, mereka berjalan bersamaan dengan tubuh tubuh yang terjadi bekas gigitan. Rupanya Line mendekap Uminoke karena agar tak menimbulkan suara. Tapi Uminoke bergerak melepaskan diri.

"Hentikan," Line berkata pelan sambil menarik nya dari tangkapan jendela. Salah satu kelompok makhluk itu menyadari sesuatu di rumahnya. Ia berhenti dan melihat ke jendela. Line berusaha untuk tidak membuat Uminoke bergerak. Akhirnya makhluk itu berjalan pergi menyusul kawanannya.

Line melepas Uminoke dan melihat ke jendela. Uminoke yang belum tahu apa apa langsung menarik baju Line dan menamparnya lagi hingga Line hampir terjatuh dengan tamparan kuat itu. 

Uminoke akan berteriak.

"Ja-ngan," Line mencoba mencegahnya.

Tapi, "DASAR GILA!!!" Uminoke berteriak keras. Membuat semua kawanan orang orang zombie itu mendengarnya dan balik putar.

"Bagus, sekarang kita akan celaka."

"Apa yang kau katakan, kau itu habis menyentuhku, dasar hidung belang!"

"Aku tidak bermaksud begitu, aku mencoba melindungi kita berdua."

"Melindungi kepalamu, melindungi dari apa memangnya, pokoknya kamu harus minta maaf," Uminoke menyila tangan sambil membuang muka. Tapi mukanya berubah pucat ketika melihat kawanan zombie itu berjalan didepannya.

". . . Aaa!!!" ia berteriak.

"Sudah kuduga," Line berdiri didepan Uminoke dan mengeluarkan sekaligus melemparkan banyak pisau dari balik lengannya. Pisau pisau kecil itu mengenai semua kepala para makhluk itu tanpa ada yang meleset.

Tapi Line terkejut saat tak ada pisau lagi yang keluar dari lengannya.

"Selamatkan diri," Uminoke mendadak menarik lengannya kedalam rumah.

"Ho hoi," Line menjadi teseret.

Uminoke membawa Line ke kamar dan mengunci pintunya. Ia sendiri bernapas cepat sambil menghalangi pintu dengan tubuhnya.

Line melihat sekitar kamar Uminoke dan tersenyum kecil sendiri.

"Jadi ini yang dinamakan kamar perempuan."

". . . Hm? Apa kau tak pernah masuk kamar perempuan?"

"Tidak sama sekali," Line membalas dengan tatapan yang lembut.

"Heran sekali, lelaki se ganteng dirimu tidak pernah masuk kamar wanita," Uminoke meliriknya, ditengah obrolan itu, para zombie zombie itu sudah sampai didepan pintu kamar dan mendorong dorong pintu tersebut.

"Hah kita akan mati!!" Uminoke menjadi panik.

Line berjalan ke balkon kamar Uminoke.

"Hei mereka bisa melihatmu dari luar," kata Uminoke.

Tiba tiba Line mengulur tangan padanya. "Kau mau ikut denganku?" ia menatap.

Uminoke terpesona dengan tatapannya dan tanpa sadar menerima uluran Line. Seketika Line menariknya dan menggendongnya di dada.

"Hah apa yang kau lakukan, dasar!!" Uminoke terkejut.

"Kau percaya padaku kan?" Line menatap. Seketika Uminoke terdiam.

"Aku anggap itu iya," Line berlari keluar dan melompat dari dalam kamar Uminoke yang letaknya ada di lantai 2.

"Kya...!!!" Uminoke terkejut dan berteriak. Untungnya Line handal dan bisa mendarat dengan sempurna.

"Ba-ba-bagaimana bisa?!!"

"Aku bisa melakukannya dengan kepercayaan mu."

". . . Kamu ini bilang aneh dari tadi, sekarang turunkan aku."

"Tidak, ini belum aman, jika aku menurunkan mu, aku akan membuatmu berlari hingga lelah nantinya."

Mendengar balasan itu, Uminoke langsung bermuka merah.

Tapi ada satu zombie yang baru saja melihat mereka dari belakang Line.

"Hah Line, di belakangmu!" Uminoke terkejut, lalu Line menoleh ke belakang. Ia menurunkan Uminoke dan mengambil sebuah pistol dari bajunya menembak kepala pria zombie itu hingga mati. Uminoke yang melihat mayat zombie itu seketika melompat dari pegangan Line dan langsung muntah.

"Akh.... Cough!!"

". . . Kau harus terbiasa," kata Line sambil menyimpan kembali pistolnya.

"Uhuk.... Aku akan mati tersiksa. Ngomong ngomong dari mana kau dapat pistol itu?"

"Ini milikku, aku dapat dari diriku sendiri, sebaiknya kita harus pergi," balas Line kembali dan langsung menggendong Uminoke.

"Eh, aku bisa berjalan sendiri."

"Diam saja dan ikuti kata kataku," Line membalas dengan tatapan yang berubah serius. Ia langsung berlari sangat cepat membawa mereka ketempat aman.

"Dia berlari seperti seorang yang terlatih, sangat cepat tapi ini membuatku tidak nyaman," Uminoke menjadi berwajah pucat membuat Line menoleh dan terkejut melihatnya. "Hei kau baik baik saja kan?"

"Ugh.... Aku akan baik baik saja jika kau berlari pelan pelan," balas Uminoke dengan lemas. Lalu Line terdiam dan melihat langit.

"Hampir sore, kita cari tempat aman."

Sorenya mereka ada di sebuah rumah yang telah dibajak. Mereka sampai baru saja. Terlihat Uminoke yang melihat luar dari jendela balkon.

"Aku benar benar tidak menyangka dunia ini benar benar sudah hancur, apa mereka memang zombie pemakan manusia, aku benar bebar takut akan darah," dia menjadi berwajah khawatir.

Line yang kelelahan langsung terduduk di sofa.

"Aku melihatmu sendiri," ia menatap. 

Uminoke yang menoleh. "Maaf apa?"

"Sepertinya kau ditinggal keluargamu ya, karena mereka tak ada selain dirimu."

"Ya aku tinggal bersama... Hah, Kachi, benar Kachi, dia masih ada di Kyoto!!"

". . . Siapa?"

"Kachi, dia Kakak perempuanku, dia pasti sedang ada di sana," Uminoke menjadi panik.

"Aku tak yakin, Kyoto lah tempat yang pertama terkena penyakit ini."

"Dari mana kau tahu?"

"Ada deh," Line membalas dengan tatapan iseng.

"Cih lelaki ini menjengkelkan!! Kachi tak akan terluka kan, dia sudah berjanji pulang kesini," Uminoke jadi khawatir.

"Bagaimana dengan orang tuamu, apa mereka juga ada di Kyoto?"

"Tidak, mereka tidak ada di sana. Mereka pergi selamanya."

"Oh... Aku turut berduka," Line terkejut.

"Hmm, mereka adalah Dokter terkenal, aku dari kecil ingin menjadi seperti mereka. Ketika aku ingin meraih impianku, semua ini terjadi," Uminoke mulai menangis. Line yang mulai mengerti, lalu mendekat dan memeluknya.

"Line aku mohon padamu," Uminoke menarik kerah bajunya. "Aku ingin kau mengantarku ke Kyoto, aku ingin bertemu dengan Kachi."

"Apa kau bercanda, Kyoto itu sangat jauh, butuh berhari hari jika naik mobil ataupun kendaraan lain. Kesana harus pakai stasiun."

"Kalau begitu ayo ke stasiun."

"Paling tidak.... Tidurlah dulu, besok kita kesana, aku akan mengantarmu."

"Beneran nih, janji ya!" Uminoke mengangkat kelingking. Lalu Line tersenyum kecil dan membalas janji jari kelingking.

"Dia baik juga ternyata..... Berapa umurnya yah? Line.... Berapa umurmu?" tatap Uminoke.

"Apa aku perlu memberitahumu itu?"

"Tentu saja, aku harus tahu."

"Tidak bisa maaf, ini terlalu rahasia."

"Hah kenapa?!"

"Cobalah berpikir kembali siapa aku sebenarnya, Uminoke, aku juga ingin kau ingat saat kita pertama kali bertemu."

"Apa yang di pikirkan Line, sudah jelas kita bertemu hanya sebatas aku melihat punggungmu dan kau yang membelakangi ku di hujan itu," Uminoke menjadi terdiam bingung.

"Kalau begitu beritahu aku tinggi badanmu, kau terlihat sangat tinggi... kepalaku saja tidak sampai di bahumu," tatap Uminoke.

"Aku 189," balas Line seketika Uminoke terkejut.

"Dan Kau pasti 150 kan?" Line menambah dan hal itu membuat Uminoke terkejut dua kali.

"Ke-kenapa kau benar... Kau sangat akurat sekali.... Benar benar mengerikan. Dan mencurigakan."

"Yah.... Aku hanya tahu sesuatu karena pernah mempelajarinya, ngomong ngomong cepatlah tidur atau kau mau mandi dulu?" kata Line sambil melepas mantel miliknya.

"Tapi aku takut, bagaimana jika di dalam ada orang yang sudah terinfeksi," Uminoke menjadi ketakutan.

"Haiz... Aku akan mengeceknya," Line berjalan masuk ke kamar mandi lalu keluar lagi.

"Bagaimana?" tanya Uminoke.

"Tak ada apa apa... Kau bisa mandi."

"Kau beneran, Line.... Bagaimana jika nanti muncul saat aku mandi?"

"Ck.... Yaudah aku ikut ke dalam."

"Apa...?! Apa kau gila dasar gila!!"

"Kalau begitu cepatlah mandi, aku akan menyiapkan tempat tidur," kata Line yang berjalan ke ruangan lain.

Uminoke terdiam dan masuk ke kamar mandi luas itu, Ia melihat sekitar dan menelan ludah dengan ketakutan.

"Aku harap tak ada apa apa.... Ini semua benar benar membuatku trauma... Aku sangat takut... Aku butuh Line," dia menjadi ragu lalu kembali menyusul Line yang ada di sofa akan duduk.

"Line," dia memanggil membuat Line tak jadi duduk.

"Kenapa cepat sekali?"

"Um.... Aku belum mandi."

"Hah.... Kenapa?"

"Aku ingin kau duduk di depan pintu luar kamar mandi, aku benar benar ketakutan, aku mohon," tatap Uminoke dengan tatapan memelas. Lalu Line menghela napas dan berdiri menyetujui permintaanya itu.

"Kau ini, benar-benar seperti kucing kecil."

"Apa...! Aku bukan kucing kecil!!"

Episodes
1 Chapter 1
2 Chapter 2
3 Chapter 3
4 Chapter 4
5 Chapter 5
6 Chapter 6
7 Chapter 7
8 Chapter 8
9 Chapter 9
10 Chapter 10
11 Chapter 11
12 Chapter 12
13 Chapter 13
14 Chapter 14
15 Chapter 15
16 Chapter 16
17 Chapter 17
18 Chapter 18
19 Chapter 19
20 Chapter 20
21 Chapter 21
22 Chapter 22
23 Chapter 23
24 Chapter 24
25 Chapter 25
26 Chapter 26
27 Chapter 27
28 Chapter 28
29 Chapter 29
30 Chapter 30
31 Chapter 31
32 Chapter 32 Saber-Tooth
33 Chapter 33 Saber-Tooth
34 Chapter 34 Kachi Flashback
35 Chapter 35 Kachi Flashback
36 Chapter 36
37 Chapter 37
38 Chapter 38
39 Chapter 39
40 Chapter 40 Rafid Flashback
41 Chapter 41 Rafid Flashback
42 Chapter 42
43 Chapter 43
44 Chapter 44
45 Chapter 45
46 Chapter 46
47 Chapter 47
48 Chapter 48
49 Chapter 49
50 Chapter 50
51 Chapter 51
52 Chapter 52 Suga Flashback
53 Chapter 53 Suga Flashback
54 Chapter 54
55 Chapter 55
56 Chapter 56 Luke Flashback
57 Chapter 57 Luke Flashback
58 Chapter 58
59 Chapter 59
60 Chapter 60
61 Chapter 61
62 Chapter 62 Zahra Flashback
63 Chapter 63 Zahra Flashback
64 Chapter 64
65 Chapter 65
66 Chapter 66 Nicol Flashback
67 Chapter 67 Nicol Flashback
68 Chapter 68 Barbara Flashback
69 Chapter 69 Barbara Flashback
70 Chapter 70
71 Chapter 71
72 Chapter 72
73 Chapter 73
74 Chapter 74
75 Chapter 75
76 Chapter 76
77 Chapter 77
78 Chapter 78
79 Chapter 79
80 Chapter 80 Chief Flashback
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Chapter 1
2
Chapter 2
3
Chapter 3
4
Chapter 4
5
Chapter 5
6
Chapter 6
7
Chapter 7
8
Chapter 8
9
Chapter 9
10
Chapter 10
11
Chapter 11
12
Chapter 12
13
Chapter 13
14
Chapter 14
15
Chapter 15
16
Chapter 16
17
Chapter 17
18
Chapter 18
19
Chapter 19
20
Chapter 20
21
Chapter 21
22
Chapter 22
23
Chapter 23
24
Chapter 24
25
Chapter 25
26
Chapter 26
27
Chapter 27
28
Chapter 28
29
Chapter 29
30
Chapter 30
31
Chapter 31
32
Chapter 32 Saber-Tooth
33
Chapter 33 Saber-Tooth
34
Chapter 34 Kachi Flashback
35
Chapter 35 Kachi Flashback
36
Chapter 36
37
Chapter 37
38
Chapter 38
39
Chapter 39
40
Chapter 40 Rafid Flashback
41
Chapter 41 Rafid Flashback
42
Chapter 42
43
Chapter 43
44
Chapter 44
45
Chapter 45
46
Chapter 46
47
Chapter 47
48
Chapter 48
49
Chapter 49
50
Chapter 50
51
Chapter 51
52
Chapter 52 Suga Flashback
53
Chapter 53 Suga Flashback
54
Chapter 54
55
Chapter 55
56
Chapter 56 Luke Flashback
57
Chapter 57 Luke Flashback
58
Chapter 58
59
Chapter 59
60
Chapter 60
61
Chapter 61
62
Chapter 62 Zahra Flashback
63
Chapter 63 Zahra Flashback
64
Chapter 64
65
Chapter 65
66
Chapter 66 Nicol Flashback
67
Chapter 67 Nicol Flashback
68
Chapter 68 Barbara Flashback
69
Chapter 69 Barbara Flashback
70
Chapter 70
71
Chapter 71
72
Chapter 72
73
Chapter 73
74
Chapter 74
75
Chapter 75
76
Chapter 76
77
Chapter 77
78
Chapter 78
79
Chapter 79
80
Chapter 80 Chief Flashback

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!