Raga menatap layar laptopnya dengan tekun, menatap sketsa pembangunan sebuah gedung merupakan salah satu proyek besarnya. Garis-garis desain tampak presisi, mencerminkan visi yang telah lama ia rancang. Proyek ini bukan sekadar bangunan, melainkan perwujudan impiannya sebagai seorang arsitek.
Ia menarik napas dalam. Gedung setinggi 25 lantai itu akan menjadi ikon baru di jantung kota. Sebuah kombinasi modernitas dan kearifan lokal, dengan konsep ramah lingkungan. Setelah bertahun-tahun merancang proyek untuk klien lain, kali ini ia berkesempatan membangun sesuatu yang benar-benar merepresentasikan dirinya.
Namun, tantangan baru saja dimulai. Pembangunan sudah memasuki bulan keenam, dan seperti biasa, selalu ada kendala di lapangan. Hari ini, ia harus turun langsung ke lokasi untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.
Raga tiba di lokasi proyek pada pagi hari. Debu beterbangan saat truk-truk pengangkut material berlalu-lalang. Suara mesin bor dan palu berpadu dengan teriakan para pekerja yang saling berkoordinasi. Tak lama datanglah Gama juniornya di kantor yang akan menemaninya untuk melihat progress pembangunan gedung itu.
"Pak Raga!" seru seseorang dari kejauhan. Itu Pak Rendi, kepala mandor yang mengawasi proyek ini.
"Ada apa, Pak?" Raga bertanya sembari melepas kacamata hitamnya.
Rendi mendekat dengan ekspresi serius. "Kita ada kendala di lantai sepuluh. Struktur penyangga di area balkon tidak sesuai dengan spesifikasi di blueprint."
Raga mengernyit. Ia segera naik ke lantai sepuluh, di mana beberapa pekerja tampak berdiskusi dengan insinyur struktur. Setelah meneliti masalahnya, ia menyadari ada kesalahan dalam pemasangan rangka baja.
"Kalau ini dibiarkan, bisa berbahaya," ucap Gama pada Raga setuju dengan ucapannya.
"Rangka baja harus diganti dengan yang sesuai standar," ucap Raga sambil memperhatikan rangka itu.
"Tapi itu akan memakan waktu tambahan, Pak," timpal salah satu pekerja.
"Lebih baik terlambat daripada membahayakan keselamatan," kata Raga tegas. "Pastikan semua sesuai dengan desain awal."
Ia tahu keputusan ini akan memperlambat progres, tetapi keselamatan adalah prioritas utama.
Di area bawah, suara mesin molen yang mencampur semen dan pasir terdengar berputar tanpa henti. Seorang pekerja dengan cekatan menuangkan campuran beton ke dalam cetakan balok. Keringat membasahi dahinya, namun ia tetap bekerja dengan penuh semangat.
Tak jauh dari sana, sebuah truk datang membawa muatan besi dan batu bata. Operator forklift langsung bergerak mengangkat material ke tempat penyimpanan. "Cepat, tapi hati-hati! Jangan sampai ada yang jatuh!" teriak seorang koordinator logistik. Semua orang bergerak dalam ritme yang tertata, seperti sebuah orkestra besar yang memainkan simfoni pembangunan.
Saat siang tiba, suara sirine berbunyi, tanda waktu istirahat telah tiba. Para pekerja berkumpul di tenda makan, menikmati nasi bungkus dan teh manis yang disediakan. Mereka berbincang, tertawa, dan melepas lelah sebelum kembali ke tugas masing-masing.
Cukup lama Raga dan Gama berada di sana guna memantau jalannya proyek sesuai dengan yang semestinya. Gama sebagai pemula menanyakan berbagai pertanyaan yang muncul di kepalanya dan Raga dengan sabar menjawab semuanya.
Rendi menghampiri Raga yang terlihat sibuk mencoret sesuatu di kertas yang dia pegang, "Pak. Ayo kita makan siang, yang lain sudah istirahat," ucapnya menawarkan pria itu.
"Duluan Pak, ini saya mau kembali ke kantor." Raga melepaskan helm putihnya dan melap bulir keringat yang mengumpul di keningnya.
***
Bri sore itu mampir ke toko roti. Pintu toko itu terbuka membuat aroma roti yang baru dipanggang menyebar hingga ke trotoar, mengundang siapa saja yang lewat untuk mampir dan mencicipi kelezatannya.
Di bagian depan toko, seorang pelayan toko yang ramah, tengah menata kue-kue di etalase kaca. Warna-warni cupcake dengan taburan cokelat, cheesecake berlapis stroberi segar, dan tar apel yang harum tersusun rapi, siap menggoda para pelanggan. Bri mengambil beberapa roti kesukaannya yaitu donat yang dibaluri dengan tepung gula halus. Lalu sebungkus roti tawar yang biasa dia makan untuk sarapan pagi.
Sesampainya di rumah, Bri tidak langsung masuk ke dalam melainkan kembali lagi keluar pagar mengecek keadaan tong sampahnya yang tampak tergeletak di pinggir jalan sementara tong sampah lainnya yang ia rasa punya tetangganya berada yang di tempat salah menguasai seluruh area tong sampahnya. Bri seseorang yang perfeksionis, dia tidak suka segala sesuatu yang tidak rapi atau tidak pada tempatnya. Dengan kesal ditendangnya tong sampah milik tetangganya itu sementara dia memperbaiki tong sampah miliknya.
Tanpa pikir panjang dia bergegas menuju rumah sebelah dan memencet bel, namun tidak ada yang keluar, penghuninya beluk pulang pikirnya. Dengan berat hati Bri pun meninggalkan kejadian itu dan bergegas masuk ke dalam rumahnya.
***
Di kantor Raga duduk bersama timnya untuk mencari solusi terkait permasalahan mengenai keterlambatan material. "Kita harus cari alternatif. Ada supplier lokal yang bisa kita andalkan?"
"Saya sudah cek, Mas. Tapi harganya lebih mahal," ujar salah satu rekannya.
"Kalau kita tunggu material dari luar kota, kita kehilangan waktu. Jika kita beli di sini, anggaran bisa membengkak," kata Raga, berpikir keras.
"Wah sulit juga, kalau terlalu lama proyek kita akan terhenti," seru Gama yang duduk di seberangnya.
Sementara rekan kerjanya yang lain sibuk beradu pendapat tentang apa yang harus dilakukan.
Raga berpikir keras dengan mempertimbangkan semua opsi sebelum akhirnya mengambil keputusan. "Kita pesan dari supplier lokal. Kita bisa potong anggaran di area lain untuk menyeimbangkan biaya."
"Apa kau yakin?" tanya rekannya Didit yang masuk kerja di tahun yang sama dengannya.
"Yang terpenting jangan sampai proyeknya mengalami masalah di tengah jalan," ucap Raga yakin dengan keputusannya.
Sementara Didit yang tampak belum yakin menatap ke arahnya seperti sedang menimbang sesuatu.
"Aku yang tanggung jawab." Mereka semua akhirnya sepakat dan menyelesaikan rapat itu karena hari sudah larut. Raga menghela napas namun keputusan itu diambilnya dengan berat hati, tapi baginya, proyek ini harus terus berjalan tanpa mengorbankan kualitas.
Raga membawa motornya melaju menembus hari yang semakin malam, tidak sampai setengah jam dia sampai ke rumahnya. Dia turun dari motor dan menatap tajam ke arah pagar. Tangannya mengambil sesuatu yang tertempel di pagarnya, sebuah catatan berwarna jingga yang bertuliskan:
"Tolong perhatikan tong sampahmu"
—Tetangga berpintu merah
Pandangannya beralih pada pada benda yang dimaksud, memang benar tong sampah yang seharusnya ada di samping pagarnya kini berada jauh dekat area rumah tetangga barunya, namun itu bukan salahnya melainkan tukang sampah yang kemungkinan tadi pagi mengosongkan seluruh isinya.
Mata Raga kini berpindah ke rumah di sampingnya, pintu merah itu dipandanginya lama dan dia tertawa terbahak-bahak, wanita itu sangat unik batinnya. Sejujurnya dia belum pernah melihat bagaimana rupanya karena mereka selalu bertemu dalam waktu dan kondisi yang tak terduga seperti ini. Dia penasaran, itu yang ia tau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments