Aku melangkah didampingi mamaku menuju Fadhil yang sudah duduk didepan Pak Penghulu yang akan menikahkan kami.
Semua mata tertuju padaku.
Nervous. Pastinya !
Walaupun ini pernikahan kontrak tapi tetap saja. Pernikahan ini dilakukan didepan orang tua, saudara, dan orang-orang penting lainnya. Terlebih lagi ini adalah pernikahan kontrak, membuat ku merasa tidak enak karena telah membohongi Orang Tua ku.
Aku duduk disamping Fadhil. Dia menatapku lalu tersenyum.
"Aku nervous banget Nat !" Ucapnya sedikit berbisik, sambil meletakkan tangan di dadanya. Aku membalas senyumannya sambil berkata "Kakak pasti bisa" sedikit menyemangatinya.
Aku begitu tegang saat Fadhil mengucapkan ijab kabul.
"Sah !" Ucap Pak Penghulu.
"Alhamdulillah ..." Ucap orang-orang serentak. Aku terharu, mataku mulai berkaca-kaca. Ku pandangi wajah Mamaku. Ada bahagia disana, aku semakin merasa bersalah.
Aku menuju ruang ganti. Ditemani Mamaku.
Aku akan ganti pakaian kedua untuk acara resepsi yang akan di adakan setelah akad nikah. Begitu juga dengan Fadhil, dia juga sedang ganti pakaian di ruang yang berbeda.
"Mama kenapa ?" Tanyaku penasaran karena melihat Mama yang terus saja memandangiku.
"Mama bahagia Nat, Akhirnya. Sekarang kamu udah ada yang jagain. jadi Mama udah gak perlu khawatir lagi membiarkan kamu sendirian disana."
"Ah Mama. Walaupun belum nikah tapi Kak Fadhil kan selalu jagain aku."
"Tapi beda Nat. Memang Fadhil jagain kamu, tapi hubungan kalian kan tetap saja bukan muhrim, dan pandangan orang-orang yang gak kenal dengan kalian pasti tetap tidak akan baik. Kalau sekarang kan kalian udah nikah. Jadi walaupun kalian selalu berdua tidak akan menimbulkan fitnah."
"Iyaa Mamaku sayang. Jadi sekarang Mama gak perlu khawatirin aku lagi, udah bisa tenang biarin aku kuliah. Gak perlu repot-repot nelfon 24 jam nanyain kabar." Ucapku sambil memeluk lengan Mama dan bersandar di bahunya.
***
Aku duduk disamping Fadhil, Bak Ratu dan Raja sehari. Tamu silih berganti datang memberikan selamat, walau tidak ada satu orang pun yang aku dan Fadhil kenal.
Kami memang tidak mengundang teman-teman kami. Hanya teman-teman dari Orang Tua ku dan Orang Tua Fadhil yang diundang selebihnya keluarga besar.
"Ternyata cantik juga kamu Nat.." Ucap Fadhil menggodaku di sela-sela kesibukan kami menebar senyuman kepada tamu yang hadir.
"Apaan sih kak. Buat aku malu aja." Aku tersipu dengan pipi memerah.
***
Acara selesai.
Berada didalam kamar hanya berdua dengan Fadhil untuk pertama kalinya cukup membuat ku deg-degan gak karuan. Namun, sebisa mungkin aku mencoba untuk tetap tenang.
Walaupun Fadhil sudah janji tidak akan melakukan apa-apa, tapi tetap saja rasa deg-degan itu ada.
Aku duduk didepan meja rias sambil membersihkan make up ku. Dan sesekali melirik Fadhil yang sedang duduk di sofa dekat tempat tidur. Dia sedang sibuk dengan ponsel nya.
"Dia pasti sedang chat dengan pacarnya." Gumamku dalam hati.
"Kak. "
"Empp." Jawabnya singkat tanpa melirik ke arah ku.
"Shella tau tentang pernikahan kita ?"
"Tahu. Awalnya dia gak setuju dengan rencana Kakak ini, tapi setelah Kakak kasih penjelasan akhirnya dia setuju." Sambil tersenyum tipis.
"Oooo gituhhh." Ucapku penuh arti lalu melanjutkan membersihkan make up. Dan setelah itu aku tidur. Tanpa memperdulikan Fadhil lagi. Aku tidak ingin mengganggunya lebih lama. Karena aku tahu, dia sedang begitu menikmati chatnya bersama sang kekasih.
***
Aku bangun untuk melakukan shalat subuh, dan melihat sekeliling, tak ku dapati sosok Fadhil.
"Apa jangan-jangan dia tidur di kamar tamu ya." Fikirku menerka-nerka.
"Tapi gak mungkin, dikamar tamu kan ada saudara ku yang nginap. Trus Kak Fadhil tidur dimana ?" Tanyaku dalam hati. Sambil melangkah menuju kamar mandi untuk berwudhu.
Saat ingin membuka pintu kamar mandi, ternyata pintunya terkunci dan terdengar teriakan dari dalam.
"Sebentar Kakak lagi wudhu."
Aku berdiri didepan pintu menunggu Fadhil siap berwudhu.
Dan disaat dia keluar, aku di buatnya jatuh cinta untuk kesekian kalinya. Dengan setelan koko putih, dan sarung hitam. Rambut dan wajahnya yang mulus basah dengan air wudhu menambah ketampanannya yang membuat ku tak henti memandanginya.
"Helloooo .. Kok malah bengong, wudhu sana, biar kita shalat berjamaah."
"Ehh .. Iii iyaa iyaa." Ucapku sedikit terbata.
Kini, status sebagai seorang istri sudah aku sandang walau hanya di atas kertas. Namun rasa bahagia tidak dapat aku pungkiri.
Setelah memberi salam, kupandangi punggung Fadhil yang kini sedang memunajatkan doa kepada sang khalik.
Aku tahu, tidak akan ada namaku di setiap doa yang dia panjatkan. Namun begitu, tetap tidak akan ku ubah kebiasaanku setiap selepas sholat. Akan selalu terselip doa untuknya. Untuk kebaikannya dan untuk kebahagiaannya walaupun bukan bersamaku.
Fadhil berbalik, menjulurkan tangannya.
Aku balas uluran itu dan ku cium punggung tangannya untuk pertama kalinya. Aku terharu, air mataku menetes.
Dengan cepat langsung ku seka air mata itu sambil membuka mukenahku. Aku berbalik dengan cepat. "Semoga saja dia tidak menyadari itu."
"Aku siapin Kakak sarapan dulu." Tampa menunggu jawaban darinya, aku langsung keluar dari kamar.
Sedangkan di dapur. Sudah ada Mama dan Si Mbak yang sedang menyiapkan sarapan untuk semua orang.
"Masak apa Ma ?" Sambil menghampiri Mama.
"Kok tumben cepat bangunnya." Bukannya menjawab pertanyaanku dia justru menggodaku.
"Ih si Mama, di tanya apa jawabnya apa ?"
Kedua wanita itu saling tatap-tatapan setelah melihat ke arahku.
"Kenapa ?" Sambil mengernyitkan alisku. Aku benar-benar tidak paham dengan ekspresi yang mereka tunjukan.
"Udah shalat subuh ?" Tanya Mama.
"Udah !" Melahab nuget yang tidak lupa aku celupkan kedalam mayonais.
"Kok gak cuci rambut."
"Untuk apa ?" Tanyaku heran.
"Belum ya ?" Pertanyaan itu benar-benar membingungkan ku.
"Apaan sih si Mama. Ga ngerti deh." Aku memilih meninggalkan dapur. Sepertinya tidak ada yang bisa aku bantu di sana. Dari pada harus menerima pertanyaan-pertanyaan yang semakin aneh. Aku memilih untuk menonton diruang keluarga.
Tak lama berselang, Fadhil datang menghampiriku.
"Ayo sarapan dulu." Sambil meraih tanganku.
Dengan tatapan yang masih mengarah ke televisi. "Ih Kakak, padahal lagi seru kartunnya." Aku mengikuti langkahnya yang menuju meja makan. Sedangkan disana sudah berkumpul seluruh keluarga.
"Udah gede, masih juga suka nonton kartun." Imbuh Papaku sambil geleng-geleng kepala.
"Itu lah, dikiranya dia masih bocah ntah." Tambah Fadhil sambil membantuku menarik kursi untuk duduk. Dan diikuti kekehan semua orang.
Sedangkan aku, hanya bisa memanyunkan bibirku tanda kesal dengan ejekan semua orang.
Menyadari aku yang sedang ngambek. Fadhil langsung mengusapkan tangannya ke wajahku.
"Mulutnya jangan manyun gitu."
"Au ah."
***
Seminggu berlalu.
Setelah menikah, aku tinggal dirumah Fadhil. Kami hanya tinggal berdua. Sedangkan Orang Tua Kak Fadhil tinggal diluar Negeri. Karena papa Fadhil mengurus perusahaan yang disana.
Kami tidur dikamar yang berbeda.
Ya, seperti janji Fadhil, dia tidak akan menyentuhku.
Setelah shalat subuh seperti biasa aku langsung menyibukkan diri didapur. Mempersiapkan sarapan untuk Fadhil.
Setelah itu mandi dan bersiap untuk kekampus.
Kami sarapan bareng. Setelah itu berangkat terpisah. Aku memang tidak mengizinkan Fadhil mengantarku ke kampus walaupun bukan sekali dua kali dia memintanya. Aku tidak ingin menimbulkan kecurigaan dari teman-temanku jika keseringan di antar Fadhil kekampus.
_Bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Hafidz Milla Rizwanda
g bisa move on dri karya kak ayu,,, andai cerita amanda dan ken ada disini
😭😭😭😭😭😭😭😭
2021-06-25
2
Erna Yunita
chaaayyoooooo
2021-04-29
3
Melati
suka sama visualnya
2020-10-11
0