Mengidap kanker otak

Setelah di rawat dua hari di rumah sakit, kondisi Nando berangsur membaik, dan hasil pemeriksaan bocah laki-laki itu juga baru saja keluar.

Saat ini Dinda dan Bu Fatmin, sedang menemani bocah kecil itu, di kamar pasien umum, Dinda hanya bisa mengambil sal kelas bawah, karena uang tabungannya pas-pasan di tambah lagi ia harus berhemat untuk kedepannya.

"Permisi Bu Dinda," panggil seorang suster, yang baru saja masuk.

"Iya sus."

"Bu Dinda, di panggil sama dokter Erlan, ke ruangannya, karena hasil pemeriksaan Nando sudah keluar," ucap suster itu.

"Baik sus, saya ke sana sekarang," Dinda melihat putranya yang masih berbaring itu.

"Sayang, mama pergi temuin dokter dulu ya, Nando sama Oma gak apa-apa kan?"

"Iya ma."

"Bu, Dinda titip Nando bentar ya," Dinda lalu beranjak dari duduknya, setelah mendapat anggukan dari sang ibu.

Dengan perasaan penasaran, wanita yang masih terlihat cantik itu, pergi ke ruangan dokter Erlan, dokter yang menangani Nando selam dua hari di rawat di sana.

Tokkk...

Tokkk...

"Masuk."

Ceklek....

"Permisi dok," sapa Dinda, dari ambang pintu dan langsung di persilahkan masuk oleh dokter Erlan.

"Silahkan duduk Bu Dinda."

"Terimakasih dok."

"Jadi hasil pemeriksaan Nando sudah keluar Bu," ucap dokter itu, menatap Dinda dengan begitu serius, membuat Dinda hanya bisa mengangguk.

Dokter berkacamata itu, mengambil kertas putih yang ada di atas buku, dan mendoronya ke arah Dinda, dan Dinda pun langsung mengambilnya dan melihat isinya.

Kedua mata Dinda, langsung berkaca-kaca, membaca barisan kata yang tertulis di sana, air mata wanita itu tak dapat ia bendung lagi, kemudian beralih melihat dokter.

"Anak saya mengidap penyakit kanker otak dok?"

"Benar Bu Dinda, saat ini Nando, mengidap penyakit kanker otak, tapi Bu Dinda, jangan khawatir. Karena ini baru stadium awal, jadi Nando masih ada kemungkinan untuk sembuh, tapi saya sarankan untuk di bawah berobat ke luar negeri," ucap dokter Erlan, membernarkan letak kacamatanya.

"Bagaimana aku bisa membawa anakku ke luar negeri, sementara aku gak punya uang banyak, cobaan apa yang engkau berikan padaku," ucap Dinda, dalam hati. Menghapus air matanya, sambil tersenyum melihat dokter Erlan.

"Terimakasih dok, kalau begitu saya permisi dulu."

"Iya Bu, silahkan."

Dinda keluar dari sana, dengan langkah pelan, menatap kertas yang ada di tangannya saat ini, entah harus bagaimana ia bisa membawa anaknya pergi berobat.

"Mama," panggil Nando, membuat Dinda kaget.

"Ada apa sayang?"

"Mama kok bengong, lagi mikirin apa ma?

Dinda melihat putranya yang sudah terlihat ceria, tapi wajahnya masih agak pucat, Dinda mengusap pucuk kepala bocah laki-laki itu dengan sayang," mama gak apa-apa kok, mama cuma lagi mikirin Nando aja," ucap Dinda, dengan tersenyum manis.

Bu Fatmin, yang juga berada di sana, menatap Dinda dengan penuh tanda tanya.

"Nak, bagaimana hasilnya?"

Dinda memberikan hasil dari dokter, dan bertapa syoknya Bu Fatmin, membaca kertas itu.

"Ya Allah, cucuku. Dia masih terlalu kecil, untuk menanggung semuanya ini," ucap Bu Fatmin, dalam hati, berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata di depan sang cucu, yang saat ini sudah terlihat ceria dan membaik, apa lagi hari ini Nando sudah di perbolehkan pulang juga.

"Mama urus pembayaran rumah sakit dulu ya nak, baru kita pulang, Nando di sini sama Oma."

"Iya ma, Nando udah gak betah juga di sini, pengen cepat-cepat pulang," ucap bocah, laki-laki itu dengan ceria.

Dinda tersenyum, lalu keluar lagi dari sana.

* * *

Di lain tempat, tepatnya di bandara internasional Soekarno-Hatta, terlihat seorang pria tampan dan wanita cantik yang sedang memeluk lengan sang pria dengan erat, dan jangan lupakan kacamata hitam bertengger di hidung mancung keduanya.

Dari kejauhan, pria itu bisa melihat sang sahabat sekaligus orang kepercayaannya, selama di Indonesia.

"Raff," sapa pria itu, yang tidak lain adalah Nicko.

"Ayo, mobilnya ada di sana."

Nicko dan sang wanita bersamanya, mengikuti Raffi, menuju mobil yang terparkir tak juah dari sana.

"Silahkan," Raffi, membuka pintu mobil untuk dua orang itu, kemudian mobil meninggalkan bandara.

Dalam perjalanan, Nicko melihat ke luar jendela mobil, melihat suasana sepanjang jalan, pikir pria itu tidak ada yang berubah sama sekali, semua masih sama seperti enam tahan lalu, saat ia meninggalkan Indonesia.

"Sayang, nanti kamu ajak aku jalan-jalan ya, suasananya di sini sejuk, aku suka," ucap wanita yang duduk di dekat Nicko, yang tak lain adalah Alika, tunangan Nicko.

Raffi, melihat sang sahabat melalui kaca spion, di mana sahabatnya itu hanya diam saja, entah apa yang sedang di pikiran Nicko saat ini.

"Sayang, kok kamu diam aja si? Kamu kenapa?"

"Aku gak apa-apa kok, kamu ngomong apa tadi?"

"Gak ada," ucap Alika, terlihat mengambek, berharap Nicko akan membujuknya, tapi ternyata tidak. Pria itu kembali sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Ish Nicko, kok diam aja si, bujuk aku ke, atau apa," kesal Alika dalam hati.

"Raff, bagaimana keadaan kafe sekarang?"

"Seperti biasa, selalu ramai," jawab pria yang fokus mengemudi itu.

Nicko hanya mengangguk pelan dan kembali melihat keluar jendela mobil, saat mobil itu melewati salah satu rumah sakit, kedua mata Nicko tak sengaja melihat seseorang yang sangat ia kenali, sosok yang selalu ia rindukan selama di luar negeri.

"Itu kan Dinda, kenapa sekarang dia jadi lebih kurusan," ucap Nicko dalam hati, masih melihat keluar jendela mobil di mana Dinda, sedang berjalan membawa tas, sedangkan Nando berjalan di belakang sambil di gandeng oleh Bu Fatmin.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

A R

A R

kasian nando 😭😭😭

2025-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!