Stuck

Selena menghabiskan waktu liburnya di sebuah vila milik keluarganya di daerah Bogor. Ia menyelinap keluar vila untuk menikmati kesendirian di sejuknya pemandangan asri sekitar vilanya. Ia memang mengajak serta teman-teman perempuannya di liburan kali ini, tapi kawan-kawannya malah membuat kebisingan terus di vilanya. Ia jadi tidak bisa tenang.

“Liburan ke Bogor mustinya buat nikmatin pemandangan alam, ini malah asyik nonton film!” Keluhnya mengomentari tingkah teman-temannya.

Padahal sebelum ini ia terbiasa mengajak adiknya dan Endry untuk menginap di vila, beserta driver dan dua ART dari keluarga Selena mendampingi. Formasi itu pecah sejak ia dan Endry berseteru karena permasalahan yang melibatkan Akasia. Padahal Selena sudah memberitahu Endry bahwa ia sudah berbaikan dengan Akasia, tapi tetap saja Endry menolak ikut serta dalam liburan kali ini.

“Gara-gara Akasia nih semuanya!” Selena melampiaskan kesalnya dengan melempar batu ke sungai yang ada di hadapannya. Sungai dangkal itu memiliki banyak batu besar, airnya jernih dan sejuk.

Selena menikmati keindahan sungai tersebut hingga pandangannya menemukan barang yang janggal di sela-sela batu besar sungai. Ia mengambil barang itu, ternyata sebuah boneka porselen bergaya Jepang yang mengenakan hakama khas samurai jaman dulu. Boneka samurai ini, tidak seperti umumnya boneka tradisional Jepang, berambut pendek.

“Boneka keren begini kenapa dibuang? Padahal bagus nih buat pajangan, bawa pulang ah.” Selena yang pada dasarnya menyukai anime dan budaya Jepang merasa jatuh hati dengan penampilan boneka tersebut.

Sesampainya di vila, Selena mencuci bersih boneka itu dengan deterjen untuk memastikannya higienis. Setelah bonekanya bersih, ia mengeringkan boneka tersebut dengan pengering rambutnya.

“Pasti dingin ya nyangkut di sungai terus?” Ia berempati kepada boneka barunya tersebut, “Kamu tuh padahal keren loh, mirip Kenshin di film Samurai X, kenapa dibuang ya?” Komentarnya heran.

...oOo...

Sementara di Jakarta Akasia berjalan di antara dua pemuda dengan risih. Kebersamaan mereka terasa canggung, namun ini pun terjadi atas persetujuannya sendiri, maka ia mengutuk dirinya dalam hati.

Semua bermula ketika Akasia mendapati pesan dari Endry begitu ia membuka mata di pagi hari.

Di kamar kosnya Endry menanti jawaban dengan harap-harap cemas sambil memegang ponselnya, ‘Gue agresif banget nggak sih? Terlalu cepat nggak sih? Terlalu jelas nggak sih kalau gue tertarik? Duh mana nggak balas-balas lagi,’ 

Endry gugup, kepercayaan dirinya menurun drastis saat ini. Ia akui memang ia baru akrab dengan Akasia, tapi ia sudah bisa menilai bahwa Akasia gadis yang baik dan menarik. Sejujurnya dia selalu menikmati kebersamaan bersama Akasia, seperti juga hari kemarin, disaat tangan Akasia memeluk badannya dari belakang selama diboncengnya pulang. Selama perjalanan di sudut hati Endry terasa debaran yang melenakan.

Bersamaan dengan itu, di kamar Akasia, gadis itu mengulum senyum. Pikirannya bimbang menanggapi ajakan Endry ini, ‘Ini maksudnya pendekatan ke aku bukan sih? Tapi Endry kan biasa jalan berdua sama Selena, memang dia supel kali ya sama teman? Mungkin anak kos terbiasa ajak teman buat makan bareng secara kasual gini, toh jalan sama Selena berdua pun bukan apa-apa buat dia. Jangan GR dulu Akasia.’

“Kamu kenapa senyum-senyum gitu ke HP?” Adrian menegur Akasia yang sibuk dengan ponselnya, “Bukannya langsung mandi nih anak!” Pemuda itu sudah berubah menjadi manusia di pagi hari ini.

“Iya, ini juga mau mandi,” Akasia menjawab dengan salah tingkah.

“Kamu kenapa? Kayak ada yang dipikirin,” Adrian menangkap kejanggalan di gestur Akasia.

“Endry ajak makan siang bareng hari ini,” Akasia memberitahu jujur.

“Terus?” Adrian memasang telinganya baik-baik, tapi gengsi terlihat terlalu tertarik, “Kamu maunya gimana?” Ia memeriksa reaksi Akasia.

“Mau ikut sih...makan siang doang kok,” Akasia menggoyang-goyangkan badannya dengan centil, “boleh kan ya?”

Adrian sebenarnya berat untuk menjawab, tapi ia ingat kesepakatan mereka untuk tidak ikut campur masalah personal masing-masing, apalagi perihal asmara, "Boleh aja kok,” jawab pemuda itu berlagak santai.

“Benar nih?” Akasia memastikan pendengarannya. Ia kira Adrian akan bertingkah protektif lagi dan memainkan peran sebagai Kakeknya.

“Iya,” Adrian mengangguk yakin, “Tapi aku ikut ya!” Tambahnya, tidak tahan dengan perasaan hatinya sendiri yang tidak tenang.

“Loh kok? Aku diajak loh, masa ajak orang lain lagi sih?” Akasia bingung bagaimana cara menyampaikannya ke Endry.

“Ya coba bilang aja dulu, toh makan siang aja, kan? Bukan kencan.” Adrian menyindirnya.

“Iya sih,” Akasia menekuk mukanya. Ia mengetik balasan.

“Stop, jangan jawab sekarang! Kamu mandi dulu aja.” Adrian menginterupsi tindakan Akasia, “Kalau terlalu cepat menjawab kamu akan kelihatan ngebet banget.” Jelasnya. Akasia mengangguk dan menurut.

Endry melihat balasan chat dari Akasia dengan hati berbunga-bunga. Ada kembang api kecil yang meletup-letup di dadanya. Ia tidak keberatan Akasia membawa serta temannya, yang penting baginya kehadiran Akasia, ‘Lucu banget sih pakai bawa teman segala. Dia malu kali ya kalau berdua? Bisa maklum sih, Akasia kan belum pernah punya cowok. Benar-benar polos.’ Batinnya memaklumi, yang ia tidak perhitungkan disini adalah ada kemungkinan teman yang dibawanya itu pria.

Endry terbelalak saat dirinya datang ke depan rumah Akasia dan mendapati seorang pemuda kaukasia pirang berdiri di sebelah gadis itu demi menunggunya. Hampir-hampir mulutnya tidak bisa menutup karena terperangah.

“Kenalan dulu ya. Ini temanku, tepatnya klien ayahku. Namanya Adrian. Adrian, ini Endry, teman satu sekolah dan rekan kerjaku.” Akasia mencoba mencairkan suasana dengan memperkenalkan mereka. 

“Wah, ‘orang luar’ ya? Hebat,” komentar Endry berbasa-basi, sekaligus berniat menyindir, menunjukkan rasa tidak sukanya.

“Iya, tapi saya kenal Akasia dan Ayahnya sudah lama. Ayahnya itu protektif, beliau nggak tenang rasanya kalau melepas Akasia dengan laki-laki yang ‘baru kenal’. Jadi saya disini ikut mewakili Ayahnya, maaf ya.” Adrian berkata sok akrab, tidak mau kalah. Akasia heran sendiri dengan pembicaraan mereka berdua. 

“Sejak kapan Ayahku kenal kamu?” Protes Akasia berbisik sambil menyikut perut Adrian. Pemuda itu sempat kesakitan sebelum memberi isyarat Akasia untuk tutup mulut.

“Nggak apa-apa sih, ‘Om’.” Endry menjawab dengan senyum terpaksa. Adrian sukses dibuat kesal dengan panggilan yang terkesan tua itu.

“Kalau dia bertingkah agak norak atau udik, mohon dimaklumi ya. Dia baru tinggal disini, agak culture shock.” Akasia mendekat dan berbisik kepada Endry. Pemuda manis itu tersenyum senang, gestur Akasia semacam itu saja sudah membuatnya melayang dan merasa menang.

Mereka pun konvoi motor dengan formasi yang janggal. Endry melajukan motor hitam garangnya sendiri, sementara Akasia membonceng pemuda pirang tinggi tegap yang kerap ketakutan di atas motor pink yang melaju. Terkadang pemuda pirang itu terlihat khawatir, terkadang pula ia kesenangan, seperti anak kecil yang baru diizinkan keluar rumahnya menikmati dunia. Akasia dapat maklum dengan tingkahnya, ia cuma khawatir orang lain memandang Adrian aneh.

Mereka sampai ke warung soto Betawi dan memarkirkan motor mereka. Sebelum itu Endry sempat menanyakan ke Akasia makanan yang sedang ia inginkan hingga memutuskan membawanya ke tempat ini. Sebuah warung sederhana di depan rumah warga yang tidak terlalu ramai di pinggiran kota.

Endry tertawa meledek mengingat tingkah kikuk Adrian saat di atas motor, “Om kayaknya nggak biasa naik motor ya?” Komentarnya.

“Maklumin aja, di Belanda jarang yang naik motor.” Akasia mewakili menjawab dengan improvisasi.

Mereka memutuskan duduk mengerubungi sebuah meja di pojokan warung agar tidak terlalu mencolok. Endry menarikkan bangku untuk Akasia, tapi malah Adrian yang menduduki bangku tersebut. Akasia dan Endry sempat heran melihat tingkah pemuda pirang itu, sampai akhirnya mereka tidak ambil pusing dan melanjutkan duduk. Endry duduk berhadapan dengan Akasia, sementara Adrian duduk di sebelah gadis itu. Masing-masing memesan seporsi soto Betawi lengkap dengan nasi. 

“Kamu kemarin alergi apa sih? Sampai parah gitu?” Tanya Endry ke Akasia, untuk dicatat dalam memorinya sebagai antisipasi agar kejadian tidak terulang.

“Kepiting, dia alergi kepiting,” malah Adrian yang mewakili menjawab sambil mengelapi sendok dan garpu untuk Akasia. Adrian mengambil lengan Akasia dan melihatnya dengan lebih seksama, “Untung nggak berbekas ya, berarti lotion-nya manjur.” Bicaranya sok akrab.

Hati Endry panas sekaligus bingung mengamati kedekatan dua orang di depannya. Ia merasa dipagari benteng agar tidak bisa mendekati Akasia, “Kalian sudah lama kenal?” Herannya.

“Wah lama banget, ya, sejak kamu umur enam tahun ya?” Adrian mewakili lagi.

“Om udah tua banget ya, kok bisa jadi klien Ayahnya Akasia sejak dia umur enam tahun?” Keheranan Endry mencetuskan tawa Akasia.

“Orangtuaku udah langganan jadi klien Ayah Akasia, sekarang aku lanjutkan.” Adrian meluruskan ceritanya.

“Tapi soal tua kamu benar sih, dia emang Sepuh.” Ledek Akasia sambil tertawa, manis sekali. Menyilaukan mata kedua pria itu dengan pesonanya.

Setelah pesanan datang mereka memutuskan untuk menikmati makanan. Suasana canggung terasa, mereka minim obrolan. Akasia jadi merasa salah langkah.

“Aku nggak tahu loh kamu bisa makan,” Akasia merapat untuk berbisik kepada Adrian.

“Ini juga aku baru coba. Ternyata enak juga makan, perut jadi hangat.” Adrian berkata jujur.

Melihat Adrian dan Akasia saling berbisik akrab, Endry jadi merasa tersisihkan. Ia menatap sendu, merasa menjadi orang luar, ia mencoba masuk ke obrolan lagi, “Gimana soto Betawi di sini. Enak kan?”

“Enak, aku suka banget! Rasa kuahnya pas.” Akasia menghiburnya.

“Ini mirip rasa otentik soto Betawi zaman dulu sih.” Komentar Adrian yang terdengar tua, membuat Endry bingung.

“Dari mana kamu tahu rasa otentik soto Betawi zaman dulu? Kamu nggak kelihatan kayak orang Betawi.” Endry mengomentari kesok-tahuan Adrian.

Adrian dan Akasia saling pandang panik, “Maksudnya, dia dari dulu sering dimasakin soto Betawi sama pembantunya yang orang Betawi, ya kan?” Akasia membantu menjelaskan dengan gelagapan.

“Iya, ART-ku orang Betawi asli,” Adrian mengiyakan untuk menghindari kecurigaan. 

Mereka menyantap lagi makanan mereka sampai habis. Tidak ada obrolan yang mengesankan, hanya berisi basa-basi ringan yang canggung.

“Setelah ini mau kemana nih?” Endry menanyakan.

“Disini dekat Pasar Baru ya?” Adrian mengecek ponselnya, “Sudah lama nggak kesana.”

Akasia memutar bola matanya, maklum. Ia inisiatif mencari informasi tentang Pasar Baru Jakarta yang dibangun tahun 1820. Pada jaman kolonial lokasi itu memang diminati para nederlander untuk berbelanja atau sekedar berjalan-jalan mencuci mata.

“Kamu nggak kepanasan?” Endry mengecek kondisi Akasia, sekaligus mengingatkan Adrian.

“Setiap hari disini panas, kan.” Adrian membalas diplomatis.

“Maksudnya kasihan Akasia, nanti pusing loh. Cewek kok diajak jalan-jalan siang terik begini.” Endry mencoba menarik hati Akasia dengan membelanya.

“Aku nggak apa-apa. Sekalian nurunin makanan, yuk deh.” Akasia menenangkan. Ia juga merasa kasihan dengan Adrian yang diketahuinya jarang keluar rumah.

Endry mengikuti saja mereka berdua. Ia kira pemuda pirang itu hanya kenalan Akasia yang hanya akan lewat sebentar lalu pergi dari hidup gadis itu, seperti orang asing pada umumnya. Tapi pemuda itu menyadari kedekatan yang intens di antara mereka. Tak pelak itu membuatnya sedikit rendah diri. Apalah dia dibandingkan pria kaukasia pirang yang tampan berkilauan itu.

Terpopuler

Comments

Metana

Metana

nah hidup gak nih, aku bingung kenapa sih suka boneka kaya gitu apalagi terkesan nyata takut banget

2025-03-23

0

Metana

Metana

ayo gelut nih

2025-03-23

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 My Best Buddy
3 and Now Partner in Crime
4 Sense of Nostalgia
5 Prejudice
6 Starting Point
7 Relate
8 Such a Long Night
9 Conflict
10 The Apologize
11 And The Plan Canceled
12 Home Sweet Home
13 Stuck
14 The Lost Colonel
15 Seeking The Past
16 The Old New Things
17 Probability
18 Friends
19 Friends II
20 Bullying
21 Entertained
22 Bullying II
23 Accident
24 After Incident
25 Nihon Matsuri
26 You've Got a Friend
27 Behind the Scene
28 School Festival
29 Reunion
30 Hidden Feeling
31 Birthday Bash
32 The Last Dance
33 Keep Being Hidden
34 Presence
35 Longing
36 The Answer
37 It Takes Good Teamwork to Raise a Child
38 Love Hate Relationship
39 Picnic
40 Love Hate Relationship II
41 Synchronize Our Frequencies
42 a Symphony Unraveling
43 Attachment
44 Attachment II
45 Destiny's Veil
46 The Letter
47 The Abduction
48 The Abduction II
49 Transactional Love
50 Disappear into Thin Air
51 New Horizon
52 My Roots
53 Stalker
54 Stalker II
55 a Goodbye
56 That's What Friends are For
57 Betrayal
58 Another Work to Do
59 Broken Heart
60 Reconciliation
61 Paranormal Experience
62 Gomenasai
63 Superhero
64 Graduation
65 Farewell Amsterdam
66 Welcome Home
67 Acceptance
68 Comeback
69 a Pleasant Surprise
70 Worries
71 Take a Chance
72 For The Queen I Adore
73 Misunderstanding
74 Engagement
75 Employee Gathering
76 Employee Gathering II
77 What a Surprise
78 What a Surprise II
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Prolog
2
My Best Buddy
3
and Now Partner in Crime
4
Sense of Nostalgia
5
Prejudice
6
Starting Point
7
Relate
8
Such a Long Night
9
Conflict
10
The Apologize
11
And The Plan Canceled
12
Home Sweet Home
13
Stuck
14
The Lost Colonel
15
Seeking The Past
16
The Old New Things
17
Probability
18
Friends
19
Friends II
20
Bullying
21
Entertained
22
Bullying II
23
Accident
24
After Incident
25
Nihon Matsuri
26
You've Got a Friend
27
Behind the Scene
28
School Festival
29
Reunion
30
Hidden Feeling
31
Birthday Bash
32
The Last Dance
33
Keep Being Hidden
34
Presence
35
Longing
36
The Answer
37
It Takes Good Teamwork to Raise a Child
38
Love Hate Relationship
39
Picnic
40
Love Hate Relationship II
41
Synchronize Our Frequencies
42
a Symphony Unraveling
43
Attachment
44
Attachment II
45
Destiny's Veil
46
The Letter
47
The Abduction
48
The Abduction II
49
Transactional Love
50
Disappear into Thin Air
51
New Horizon
52
My Roots
53
Stalker
54
Stalker II
55
a Goodbye
56
That's What Friends are For
57
Betrayal
58
Another Work to Do
59
Broken Heart
60
Reconciliation
61
Paranormal Experience
62
Gomenasai
63
Superhero
64
Graduation
65
Farewell Amsterdam
66
Welcome Home
67
Acceptance
68
Comeback
69
a Pleasant Surprise
70
Worries
71
Take a Chance
72
For The Queen I Adore
73
Misunderstanding
74
Engagement
75
Employee Gathering
76
Employee Gathering II
77
What a Surprise
78
What a Surprise II

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!