The Apologize

Ayah dan Ibu Akasia mengetuk pintu kamar putrinya. Putri mereka memang sering mengunci diri di kamarnya, seolah kamarnya lah semestanya. 

Akasia membukakan pintu dan terkejut dengan kedatangan mereka berdua.

“Akasia, kami mau bicara. Boleh kami masuk?” Pinta Ibunya.

“Masuk aja, ini kan properti kalian.” Jawab Akasia sinis.

Kedua orangtuanya saling pandang sebelum akhirnya masuk. Kamar Akasia sebenarnya sederhana, tidak terlalu mewah, hanya terkesan manis dan lumayan luas. Akasia duduk di bangku belajarnya, mengacuhkan mereka berdua. Kedua orangtuanya duduk di sofa di sebelah meja belajarnya.

“Ayah kesini berniat minta maaf ke kamu, Ayah tahu, Ayah sudah banyak salah.” Ibu memulai bicara mewakili Ayah.

“Buat apa Ibu mewakili ayah bicara? Ayah punya mulut, bukan anak-anak juga. Masa minta maaf diwakili, apa nggak malu?” Akasia membalas, masih sinis.

“Maaf Akasia, Ayah minta maaf.” Ayahnya akhirnya bersuara.

“Untuk apa?” Akasia akhirnya menatap ayahnya tajam, menghentakkan jantung pria paruh baya itu, “Setiap maaf harus ada alasannya. Kalau cuma minta maaf tanpa menjelaskan kesalahannya, berarti belum tahu salahnya dimana. Kalau cuma formalitas untuk menutup masalah secara instan, pintu keluar di sebelah sana.” Akasia menunjuk pintu kamarnya.

“Untuk semua kesalahan Ayah.” Ayahnya malu menjabarkannya.

“Terlalu umum, bisa lebih spesifik? Kesalahan yang mana aja ya?” Akasia menguji pria paruh baya itu, akankah Ayahnya tahu perilaku mana saja yang menggoreskan luka di hati anaknya.

“Untuk mengabaikan perasaan kamu selama ini,” Ayah mengucapkan.

“Satu,” Akasia menghitung.

“Untuk menjadi egois, mementingkan diri sendiri,” Ayahnya menahan malu.

“Dua,” Akasia memainkan jarinya.

“Untuk kebohongan Ayah selama ini,” Ayahnya semakin malu.

“Tiga,” Akasia menambah jari yang dikembangkannya.

“Untuk...bermain api hingga mempunyai anak lain,” Ayah berusaha semakin jujur.

“Empat,” Akasia menghitung lagi.

“Untuk terus merasa selalu benar,” Ayahnya mulai menyadari ia keterlaluan.

“Lima,” Akasia membuka telapak tangannya, “tuh banyak kan.”

“Untuk tanpa malu membebani kalian terus dan minta dimaafkan,” Ayahnya seperti ingin menangis. Ibunya mengusap lengan Ayahnya untuk menguatkan.

“Enam,” Akasia menambahkan.

“Sudah cukup kan Akasia? Ayah kamu sudah menuruti kemauan kamu, sekarang tolong dimaafkan ya.” Ibunya tidak tega melihat Ayahnya menyalahkan dirinya sendiri.

“Begini, Bu, maaf itu ada cara kerjanya. Maaf itu kewajiban orang yang bersalah, urusan dimaafkan itu urusan pihak yang disakiti. Saat meminta maaf nggak bisa secara otomatis kesalahannya langsung dimaafkan. Ada proses, lama tidaknya itu tergantung korban yang disakiti. Siapapun nggak bisa menuntut untuk cepat-cepat dimaafkan, itu murni hak korban untuk memaafkan atau tidak.” Akasia menjelaskan panjang lebar, “Bagi saya daripada maaf lebih penting resolusi. Setelah kesalahan yang pernah diperbuat ini, apa ada pembelajaran dan usaha untuk memperbaiki keadaan?” Akasia menambahkan.

Ayah Akasia merasa tertampar dengan pemahaman putrinya itu dalam penyelesaian masalah. Ia merasa kerdil dan kalah dewasa, padahal ia dari kalangan terpelajar. Orang-orang mengelompokkannya dalam kelas atas, tapi ia bahkan tidak kompeten dalam penyelesaian masalah keluarganya sendiri.

“Ada Akasia. Ayah sudah berencana memperbaiki keadaan keluarga kita. Ayah mau kita lebih banyak meluangkan waktu bersama sebagai keluarga. Nanti kita jalan-jalan bareng, makan-makan di luar, liburan bareng, apapun yang bisa menebus kesalahan Ayah dan membuat kalian bahagia.”

“Jangan lupa deeptalk,” Akasia mengingatkan, “Waktu berkualitas bukan cuma hal-hal yang menyenangkan seperti itu. Ayah harus meluangkan waktu untuk membicarakan hal-hal mengenai isi hati terdalam atau pikiran terjujur, meskipun berat. Ayah nggak boleh pakai topeng lagi, buka semua rahasia dan isi hati. Jadi manusia yang jujur, bertanggung jawab, terbuka dengan kritik dan menerima saran.” Pesannya sok tua.

Ayah mengangguk sambil merenung. “Kamu benar. Kamu lebih mengerti daripada Ayah sekarang. Jujur Ayah malu sekaligus bangga.”

“Aku mau melihat realisasinya dulu, baru bisa memberi maaf.” Akasia mengutarakan syaratnya.

“Berarti sekarang sudah damai ya kalian? Bagaimana kalau besok kita dinner di luar sama-sama? Kita ajak Hanif juga, kayaknya dia belum pernah diajak makan-makan di restoran.” Ibunya mencoba menceriakan suasana.

“Ide bagus. Kita juga sudah lama nggak dinner bareng sekeluarga.” Ayahnya menyetujui.

“Oke, kalian atur aja di restoran mana dan dress code-nya apa, aku ikut aja.” Akasia mengangguk santai, padahal dalam hatinya senang luar biasa.

Akasia merasa ingin menceritakan peristiwa tadi kepada seseorang yang akhir-akhir ini peduli padanya. Ia menggenggam ponselnya demi mengetik.

Akasia dengan bersemangat mencari nama tersebut di google.

“Chatting sama siapa sih? Asyik banget?” Suara dari samping mengagetkannya, ternyata Adrian sudah berubah menjadi manusia dan mengintip ponselnya.

“Aku kasih tahu Endry kejadian tadi,” Akasia menjelaskan singkat.

“Oh jadi sekarang teman curhatnya nggak cuma aku?” Bibir pemuda Belanda itu mengerucut.

“Lah tadi kan kamu bisa lihat sendiri!” Akasia menepak pemuda di sampingnya, mengingatkannya, “Nih, aku lagi cari tahu latar belakang keluarga Endry. Kayaknya Papanya orang hebat deh, sampe bisa di-googling segala.” Ia menunjukkan hasil pencarian google  ke Adrian, “Ternyata benar dong, Bapaknya pemilik perusahaan besar!” Akasia menginformasikan dengan heboh.

Adrian menatap gadis itu dengan tatapan aneh, “Kamu bukannya anak orang hebat juga?” Heran melihat kekaguman gadis itu.

“Soalnya hidup Endry jomplang banget dibandingkan gaya hidup ayahnya. Selama ini kan hidup dia mandiri dan sederhana banget.” Akasia memberitahu alasan keterkejutannya, “Apa benar Endry nggak diurus ya? Jadi kasihan…”

“Jangan kasihan!” Adrian melarang gadis itu dengan galak, “Dia pria, lebih kuat dari kamu. Dia bisa berusaha bertahan hidup sendiri, nggak perlu pertolongan kamu.” Ia mengingatkan.

“Iya juga sih,” Akasia mengangguk mengingat kemampuannya sendiri. 

‘Karena kasihan bisa jadi celah menuju perasaan selanjutnya. Kenapa juga aku sibuk melarang? Aku kan sudah tahu endingnya.’ Batin Adrian heran dengan sikapnya sendiri.

Suara menggema disambut gembira oleh para murid di sekolah itu, bel istirahat seakan nyanyian surga di telinga siswa-siswi yang sudah kelaparan. Akasia melangkah dengan mantap menuju kantin hingga sosok bersepatu Nike Jordan berwarna biru-pink berdiri di depannya. Pandangan Akasia mengobservasi dari bawah ke atas. Kaus kaki pink, seragam SMA perempuan, dan rambut panjang bergelombang, ternyata Selena yang mencegatnya.

“Akasia, gue mau minta maaf.” Pinta Selena.

“Silakan, gue nggak larang.” Akasia menjawab asal.

“Maksudnya ayo ke tempat yang lebih privasi buat ngomong.” Selena menarik tangan Akasia untuk menuju ke bangku taman di belakang sekolah yang cukup sepi. Mereka duduk berdua bersebelahan, pemandangan yang janggal dilihat mata.

“Gue minta maaf ya,” Selena mulai bicara.

“Buat apa?” Akasia menanyakan alasannya, “Beri alasan spesifik, apa yang harus dimaafkan.” Ia menguji seperti biasa.

“Gue sebarin kondisi keluarga lu ke teman sekelas.” Selena mengakui kesalahannya, “Gue nggak tahu ceritanya bisa sampai nyebar ke seluruh sekolah.” Tambahnya membela diri.

Akasia memutar bola matanya. Mana mungkin Selena tidak tahu akibat terburuk dari perbuatannya itu. Tapi Akasia mencoba percaya niat baiknya, mungkin Selena sudah kadung tidak tahan diabaikan oleh Endry dan ingin mengusaikan hukumannya.

Ia sebenarnya tahu dari gelagatnya bahwa gadis itu menyukai Endry. Selena selama ini memonopoli pemuda itu bukan tanpa sebab. Di belakang Endry gadis itu mengintimidasi siapapun perempuan yang dekat dengan pemuda tersebut. Seperti juga intimidasi yang Akasia selama ini terima. Untungnya Akasia sudah paham cara menghadapinya.

“Jadi lu tahu kan kesalahan lu apa? Sudah menyesal?” Akasia memeriksa lagi, mengecek respon lawan bicaranya.

“Menyesal banget. Lu ternyata orang baik, lu bahkan nggak balas jelekin gue.” Selena mengatakan hal yang membuat Akasia mengerutkan kening. 

‘Kedengarannya sedikit menjilat ya, tapi coba kita lanjutkan dulu.’ Akasia memberi kesempatan, “Kalau sudah tahu salahnya, sekarang resolusinya apa nih? Percuma minta maaf kalau nggak ada perubahan kedepannya.”

“Gue janji nggak akan ngomong jelek tentang lu lagi...atau tentang orang lain. Pokoknya mulut gue nih nggak boleh usil lagi nyebarin aib orang! Ingetin gue ya, Say.” Selena mencoba meyakinkan Akasia, “Eh iya, gue tahu lu lapar.” Gadis itu mengeluarkan sesuatu dari kantongnya, “Tadi gue sempat beliin batagor nih. Gue tahu lu suka banget kan batagor Mang Amin. Karena gue udah menyita waktu jajan lu, jadi gue wakili jajan.” Ia menyodorkan seplastik batagor.

Akasia sebenarnya sedikit curiga dengan gelagat Selena. Ia harus berhati-hati menerima makanan berhubung ia memiliki alergi terhadap kepiting. Tapi ini bisa juga menjadi ujian yang efektif terhadap Selena. Meski taruhannya berat, jika makanan ini tidak membahayakannya berarti Selena tulus, dan berlaku sebaliknya, “Terima kasih ya.” Akasia menerima dengan ragu-ragu.

“Langsung makan aja, gue tahu lu lapar.” Selena mempersilakan.

“Tapi disini nggak ada minum.” Akasia semakin curiga dengan tingkah gadis yang terkesan sedikit memaksa itu. 

“Nih, gue juga udah beliin minuman. Gue baik kan? Mulai sekarang kita bestie ya.” Selena merangkul Akasia, membuatnya canggung. Selena menekan layar ponselnya, lalu merekam kebersamaan mereka yang terlihat akrab, “Dimakan dong batagornya, dari gue tuh! Itu tanda permintaan maaf. Kalau dimakan berarti maaf gue diterima.” Selena memancing Akasia.

“Iya, tadi kan gue doa dulu, takutnya gue diracun!” Canda Akasia, sedikit menyindir. Akasia menunjukkan bahwa dirinya memakan batagor itu tanpa segan agar Selena puas. Mulai sekarang Akasia akan mengecek kondisi tubuhnya dan bersiap dengan hal terburuk.

Terpopuler

Comments

Author15🦋

Author15🦋

niat bngt thor smpai buat wa, cara buatnya gimana? mhwehwe/Chuckle/

2025-03-22

0

Metana

Metana

Akasai nih keras kepala dan berani bersuara, tapi I know kenapa bisa begitu. Baca dia tuh kek aku yang people pleasure kaya wow tapi kasihan juga ke bapaknya/Facepalm/

2025-03-19

0

Miu Nh.

Miu Nh.

bisa jadi trauma berat nih buat Akasia. Ketika Akasia mendapati org2 yg punya kesalahan hingga melukai hatinya, Akasia bakalan sedih dan hancur dibuatnya.

2025-03-12

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 My Best Buddy
3 and Now Partner in Crime
4 Sense of Nostalgia
5 Prejudice
6 Starting Point
7 Relate
8 Such a Long Night
9 Conflict
10 The Apologize
11 And The Plan Canceled
12 Home Sweet Home
13 Stuck
14 The Lost Colonel
15 Seeking The Past
16 The Old New Things
17 Probability
18 Friends
19 Friends II
20 Bullying
21 Entertained
22 Bullying II
23 Accident
24 After Incident
25 Nihon Matsuri
26 You've Got a Friend
27 Behind the Scene
28 School Festival
29 Reunion
30 Hidden Feeling
31 Birthday Bash
32 The Last Dance
33 Keep Being Hidden
34 Presence
35 Longing
36 The Answer
37 It Takes Good Teamwork to Raise a Child
38 Love Hate Relationship
39 Picnic
40 Love Hate Relationship II
41 Synchronize Our Frequencies
42 a Symphony Unraveling
43 Attachment
44 Attachment II
45 Destiny's Veil
46 The Letter
47 The Abduction
48 The Abduction II
49 Transactional Love
50 Disappear into Thin Air
51 New Horizon
52 My Roots
53 Stalker
54 Stalker II
55 a Goodbye
56 That's What Friends are For
57 Betrayal
58 Another Work to Do
59 Broken Heart
60 Reconciliation
61 Paranormal Experience
62 Gomenasai
63 Superhero
64 Graduation
65 Farewell Amsterdam
66 Welcome Home
67 Acceptance
68 Comeback
69 a Pleasant Surprise
70 Worries
71 Take a Chance
72 For The Queen I Adore
73 Misunderstanding
74 Engagement
75 Employee Gathering
76 Employee Gathering II
77 What a Surprise
78 What a Surprise II
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Prolog
2
My Best Buddy
3
and Now Partner in Crime
4
Sense of Nostalgia
5
Prejudice
6
Starting Point
7
Relate
8
Such a Long Night
9
Conflict
10
The Apologize
11
And The Plan Canceled
12
Home Sweet Home
13
Stuck
14
The Lost Colonel
15
Seeking The Past
16
The Old New Things
17
Probability
18
Friends
19
Friends II
20
Bullying
21
Entertained
22
Bullying II
23
Accident
24
After Incident
25
Nihon Matsuri
26
You've Got a Friend
27
Behind the Scene
28
School Festival
29
Reunion
30
Hidden Feeling
31
Birthday Bash
32
The Last Dance
33
Keep Being Hidden
34
Presence
35
Longing
36
The Answer
37
It Takes Good Teamwork to Raise a Child
38
Love Hate Relationship
39
Picnic
40
Love Hate Relationship II
41
Synchronize Our Frequencies
42
a Symphony Unraveling
43
Attachment
44
Attachment II
45
Destiny's Veil
46
The Letter
47
The Abduction
48
The Abduction II
49
Transactional Love
50
Disappear into Thin Air
51
New Horizon
52
My Roots
53
Stalker
54
Stalker II
55
a Goodbye
56
That's What Friends are For
57
Betrayal
58
Another Work to Do
59
Broken Heart
60
Reconciliation
61
Paranormal Experience
62
Gomenasai
63
Superhero
64
Graduation
65
Farewell Amsterdam
66
Welcome Home
67
Acceptance
68
Comeback
69
a Pleasant Surprise
70
Worries
71
Take a Chance
72
For The Queen I Adore
73
Misunderstanding
74
Engagement
75
Employee Gathering
76
Employee Gathering II
77
What a Surprise
78
What a Surprise II

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!