Relate

Akasia tengah bercanda ria dengan Toro, rekan satu shift-nya. Gelak tawa mereka dan tepukan akrab di antara tugas-tugas kafe membuat suasana kerja terasa ringan. Namun, tanpa mereka sadari, sepasang mata mengawasi dengan ekspresi yang sulit ditebak. Endry memandangi interaksi Akasia dengan setiap orang di kafe dengan risih, termasuk ketika Akasia mengobrol akrab dengan Manajer. Di telinganya, candaan Akasia terdengar terlalu akrab, bahkan sedikit genit. Sepengamatannya, Akasia memang banyak berinteraksi dengan rekan kerja pria.

Ia jadi ingat peringatan dari Selena, sahabatnya, ‘Apa benar perempuan yang kurang dekat dengan Ayahnya haus kasih sayang ke pria lain?’ Ia berpikir kembali.

Dilatar belakangi pikiran itu, setiap atasannya menugaskannya satu shift dengan Akasia, Endry selalu menghindari gadis itu. Pemuda itu bahkan mulai berasumsi Akasia bisa saja memiliki sugar daddy dengan penampilannya yang menarik.

Saat Akasia tidak membawa motor dan kebetulan satu shift dengan Endry, gadis itu pernah meminta tumpangan ke pemuda itu, hanya dari sekolah ke kafe tempat mereka bekerja. Permintaan yang langsung ditolak Endry dengan tegas. Di saat itu terbersit dalam pikirannya, ‘Apa mungkin gue juga dijadikan targetnya ya? Gue harus waspada.’

Di sisi lain Akasia sebenarnya menyadari sikap Endry yang menjaga jarak dengannya. Meski begitu ia punya kesimpulan sendiri yang membuatnya memaklumi. Akasia ingat bagaimana Selena terus-menerus berada di dekat Endry, membuatnya tampak nyaman. Ia pikir mungkin Endry dan Selena sebenarnya punya hubungan asmara, sehingga ada hati yang perlu dijaga dan ia menghargai itu.

Suatu hari Toro menepuk punggung Endry yang sedang memperhatikan Akasia.

“Lu ada apa sih sama Akasia, kok kayak menghindar terus? Mana sikap lu dingin banget. Kasihan loh anak orang lu jutekin.” Komentar Toro mengejutkan Endry, “Kalau marahan juga kapan selesainya, masa mau nunggu kiamat?”

“Bang, emang gue kelihatan begitu ya?” Endry baru sadar sikapnya cenderung keterlaluan kepada Akasia, “Ngomong-ngomong, lu ngerasa aneh nggak sih sama sikap Akasia?” Ia mencoba menilik dari sudut pandang orang lain.

“Aneh gimana?” Kali ini Toro yang bingung.

“Kayaknya dia manja gitu ya sama banyak orang, cepat akrab banget.” Endry mengkonfirmasi penilaiannya.

“Ya itu namanya friendly. Bagus dong.” Toro berkomentar sambil menghisap vape-nya.

“Tapi kebanyakan sama cowok akrabnya.” Endry menambahkan poin penting.

“Kan di kafe kita memang pekerjanya kebanyakan cowok.” Toro mengingatkan sambil mengepulkan asap vape-nya.

“Bukan itu,” Endry menggaruk rambutnya dengan frustasi, “Maksud gue, dia kelihatan kecentilan nggak sih? Kayak cewek yang caper gitu ke banyak cowok. Kayaknya gue lihat ke cowok mana aja akrab, nempel aja gitu.” Endry berbisik kali ini.

Toro sampai tersedak asap vape-nya sendiri saat mendengarnya, “Maksudnya lu curiga Akasia cewek kegatelan gitu?” Ia tertawa geli, “Woy, gue kenal banyak cewek gampangan ya, cewek kegatelan nggak begitu pembawaannya. Justru karena Akasia polos aja dia friendly begitu. Lu nggak lihat hampir semua orang anggap dia adik? Dia tuh tengilnya bocah banget.” Toro menginformasikan.

“Begitu ya?” Endry jadi merenung, “Kenal dari mana cewek begituan?” Ia malah salah fokus, terkejut pada pengakuan Toro barusan.

“Ada lah, bukan urusan bocah.” Toro tertawa meremehkan, “Kayaknya lu utang permintaan maaf loh sama Akasia. Parah sih, perempuan baik-baik dituduh perempuan murah cuma karena gampang akrab sama orang.” Toro menyarankan.

Endry merasakan penyesalan kali ini. Ia merasa seperti sudah memfitnah perempuan yang tidak berdosa meski hanya di pikirannya sendiri. Ia benar-benar malu dan merasa bersalah kepada Akasia dengan prasangkanya itu. ‘Lagi-lagi gue berprasangka buruk sendiri, orang lain yang jadi korban.’ Pikirnya. Padahal waktu itu Akasia sudah menunjukkan kebesaran hatinya dan berpesan untuk terbuka jika ada masalah yang perlu diluruskan.

...oOo...

“Akasia, nggak pulang?” Endry menyapa Akasia ketika melihat gadis itu masih berada di kafe. Setahunya sudah waktunya pulang, tapi gadis berambut panjang itu terlihat duduk-duduk santai di kafe seperti mengulur-ulur waktu.

“Lagi malas, ada tamu di rumah.” Akasia bingung menjelaskannya.

“Oh gitu.” Endry mengambil tempat di sampingnya. Dia menarik napas, berusaha memulai pembicaraan, “Aku mau minta maaf, tapi...jangan marah ya?”

Gadis berkulit kuning langsat itu mengernyitkan alis, “Maksudnya?”

“Kalau marah nggak apa-apa sih, tapi tolong maafin aku. Selama ini aku menghindar terus dari kamu. Aku sadar, sikapku sudah kelewatan.” Pemuda tegap itu mengusap tengkuknya, terlihat canggung.

Akasia tersenyum kecil, “Santai aja, aku maklum kok.”

“Hah? Memang kamu tahu alasannya?” Endry heran meski tersentuh dengan respon santainya.

“Kamu jaga perasaan pacarmu kan? Ketebak.” Akasia menjawab dengan yakin.

“Hah? Pacar yang mana?” Pemuda gagah itu justru bingung kali ini.

Akasia menyipitkan mata, “Loh, pacar kamu ada banyak? Bukan cuma Selena?” Ia ikut bingung.

“Aku sama Selena cuma teman, dan bukan itu sebabnya.” Endry buru-buru meluruskan, “Sebenarnya...aku dengar gosip tentang kamu, jadi aku...tersugesti.”

Gadis itu memutar bola matanya, lalu menebak, “Selena yang cerita, ya?”

“Ehm…” Pemuda itu bingung harus bilang apa, ia juga tidak ingin Selena ikut terbawa masalah ini.

“Aku tahu kok,” Akasia tersenyum tipis, nadanya datar, “Dia sempat ngomong macam-macam di kelas, sampai tersebar. Ya nggak sepenuhnya salah, memang benar Ayahku selingkuh, punya anak dari hubungan gelap, tapi apa perlu diumbar ke semua orang?”

“Wait...kamu nggak apa-apa ngomongin ini terang-terangan?” Endry mengkhawatirkannya.

“Santai aja. Itu aib Ayahku, bukan aibku. Aku nggak ikut andil atas apapun yang dia lakukan.” Akasia mengangkat bahu.

Endry menatapnya dalam-dalam, “Nggak, kamu cuma pura-pura santai. Sebenarnya kamu terluka, kan? Kamu nahan sakit itu.”

Tatapan Akasia mengeras, Endry tetap melanjutkan, “Aku ngerti karena aku pernah ada di posisi itu. Rasanya pengen melakban mulut orang yang ngomong sembarangan soal keluarga kita, kan?” 

Akasia terdiam, menatapnya kaget.

Endry tersenyum kecil, “Belum tahu, ya? Aku juga dari keluarga broken home. Anak terbuang, malah. Kalau tahu seperti apa Papaku, kamu pasti nggak nyangka aku bisa hidup luntang-lantung begini.”

Akasia mulai terlihat pilu. Endry mengucek rambutnya dengan lembut, “Nangis aja, nggak usah ditahan, ngamuk juga nggak apa-apa. Nggak ada yang nuntut kita jadi anak sempurna terus, kok.”

“Jangan ngomong gitu! Nanti aku beneran nangis,” suara Akasia bergetar, matanya mulai berkaca-kaca. Ia menangkupkan wajahnya ke meja, menyembunyikan air matanya.

Endry melepas topi baseball-nya dan memakaikannya ke kepala Akasia, “Tuh, sekarang nggak ada yang lihat kamu nangis. Curhat aja sampai lega, daripada dipendam jadi stres.”

Akasia terkekeh kecil di sela isakannya, “Iya deh, Senior. Terima kasih.”

“Senior dalam urusan apa nih? Kafe atau broken home?” Endry terkekeh mendengarnya, menampakkan lesung pipinya yang manis sekali.

“Jujur ya, sebenarnya aku malas pulang ke rumah karena hari ini anak simpanan Ayahku datang. Mulai hari ini dia tinggal di rumah sebagai Adikku.” Akasia membongkar semuanya, “Bukannya aku benci, aku cuma nggak tahu harus bersikap gimana di depan dia.”

Endry menelan ludah, pikirannya berputar, ‘Berarti yang Selena bilang benar dong,’ ia membatin. “Ya udah, nggak usah dipaksain. Kamu nggak punya kewajiban jadi akrab sama dia, tapi jangan jutek juga. Jaga jarak aja, toh bukan tugas kamu ngurusin dia.”

Akasia menghela napas, “Masalahnya orangtuaku tetap maksa aku jadi Kakak yang baik. Baru kemarin ibu bawa setumpuk buku tulis buat kusampulin, bisa tebak buat siapa?”

“Adik baru?” Endry menebak tanpa pikir panjang.

Akasia mengangguk, wajahnya kesal, “Aku pikir, mending mereka cerai aja. Aku ikut ibu, biar anak itu sama ayah, jadi aku nggak kena imbasnya. Mereka yang bikin masalah, kok aku yang repot.”

Endry terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan, “Ada benarnya sih. Dulu aku kira perceraian itu akhir dunia, hal yang paling buruk. Soalnya aku merasakan sendiri akibat dari perceraian, urusanku jadi di ping-pong kesana kemari. Ke Papa nggak diterima, ke Mama juga lagi sibuk sendiri. Tapi untuk beberapa kasus, ternyata cerai bisa jadi solusi terbaik.”

“Iya, kan? Ibuku juga nggak perlu repot mengurus anak dari perempuan yang dia benci.” Akasia merasa lega mendengar persetujuan Endry. Baru kali ini dia merasa ada yang benar-benar mengerti posisinya, “Tapi, tolong jangan umbar obrolan ini ke siapa-siapa ya, termasuk Selena. Mulutnya itu, bocor.” Pintanya.

Endry tersenyum kecil, “Paham kok. Maaf ya soal Selena, dia sering kekanak-kanakan.”

“Bukan urusan kamu minta maaf buat dia. Memangnya kamu siapa? Pacarnya?” Akasia mengerling, nada curiganya tak hilang.

“Bukan! Nggak percayaan banget sih!” Endry mendelik, tapi tak bisa menahan senyum. Dia melirik langit, hari sudah mulai gelap, “Abis ini kamu ada rencana?”

Gadis manis itu menggeleng, “Nggak ada, kenapa?”

“Yuk, makan roti bakar. Aku tahu tempat yang enak dan murah. Deket kok dari sini.” Endry menawarkan santai.

Akasia mengangkat alis, lalu tersenyum, “Boleh deh.”

Mereka keluar dari kafe dan menuju tempat parkir. Dengan motor masing-masing, mereka konvoi ke lapak roti bakar yang hanya berjarak beberapa menit. Obrolan tadi membuat jarak di antara mereka terasa jauh lebih dekat.

...oOo...

Lapak roti bakar itu sederhana, hanya berupa tenda putih yang diterangi lampu neon putih panjang, terletak di pinggir jalan. Hidup bersisian dengan kesibukan malam. Aroma mentega leleh dan gula merebak di udara, menggelitik selera makan. Suara spatula bergesekan di atas wajan datar menjadi musik pendamping. Pelanggan dari berbagai kalangan duduk di bangku-bangku plastik, menikmati roti bakar dengan topping cokelat, keju, serta kental manis, ditemani teh manis panas atau dingin. Penjual sibuk memanggang dengan cekatan, melayani pesanan yang datang tiada henti, dari pelanggan yang duduk hingga ojek online. Riuh suara tawa, pesanan, dan hiruk-pikuk jalan menciptakan kehangatan sederhana, menandai malam yang penuh kisah.

Setelah keduanya memesan roti bakar, Endry menarikkan bangku untuk Akasia. Gadis itu tertegun sejenak sebelum duduk, “Wow, gentleman banget, padahal cuma di warung roti bakar.” Komentarnya sambil tersenyum.

Pemuda itu nyengir, “Oh, kebiasaan aja. Selena tuh manja, tiap kali makan mesti aku yang siapin tempat. Dia ribet, bangku sama meja mesti disterilin dulu. Aku kira semua cewek gitu.”

“Ciee, Selena lagi. Kalau nanti jadian, kabarin ya!” Akasia menggoda dengan nada iseng.

“Enggak lah, amit-amit! Hubunganku sama Selena cuma teman masa kecil. Kalau jadian, geli banget. Aku udah tahu semua boroknya dia.” Tegas Endry sambil tertawa kecil.

“Jangan sok yakin, ke depannya nggak ada yang tahu. Lagipula kayaknya Selena ada rasa sama kamu. Dia protektif banget, aku aja dijutekin habis-habisan gara-gara masalahku sama kamu.” Ungkap gadis manis itu.

Pemuda itu mengernyitkan alis, “Dia masih gitu ke kamu? Aduh, maaf ya, nanti aku tegur deh.”

“Jangan! Nanti malah makin parah. Aku ngerti kok, lagian aku udah biasa.” Balas Akasia cepat, tak ingin memperkeruh suasana.

Endry menghela napas, “Iya sih, dia emang nggak suka berbagi. Mau itu barang atau teman,” lalu ia tertawa pelan, menyadari arah obrolan, "Eh, kok kita malah nge-roasting Selena sih? Kan mau makan roti bakar."

Akasia terkekeh, "Ya udah, fokus makan aja!"

Ketika pesanan mereka datang, keduanya mulai menyantap roti bakar sambil berbincang santai. Akasia diam-diam mengakui, Endry sebenarnya sosok yang baik. Kekesalannya dulu membuatnya buta akan sisi hangat pemuda itu. Ia tahu, ajakan ini adalah bentuk kepedulian Endry untuk menghiburnya, dan ia sangat menghargainya.

Terpopuler

Comments

Author15🦋

Author15🦋

iya tapi juga lo ngomongin dia sblumnya/Smug/

2025-03-21

0

Author15🦋

Author15🦋

makannya jangan langsung nyimpulin sesuatu ndry

2025-03-21

0

Anyelir

Anyelir

pas baca lapak roti bakar, jadi pengen roti bakar

2025-03-17

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 My Best Buddy
3 and Now Partner in Crime
4 Sense of Nostalgia
5 Prejudice
6 Starting Point
7 Relate
8 Such a Long Night
9 Conflict
10 The Apologize
11 And The Plan Canceled
12 Home Sweet Home
13 Stuck
14 The Lost Colonel
15 Seeking The Past
16 The Old New Things
17 Probability
18 Friends
19 Friends II
20 Bullying
21 Entertained
22 Bullying II
23 Accident
24 After Incident
25 Nihon Matsuri
26 You've Got a Friend
27 Behind the Scene
28 School Festival
29 Reunion
30 Hidden Feeling
31 Birthday Bash
32 The Last Dance
33 Keep Being Hidden
34 Presence
35 Longing
36 The Answer
37 It Takes Good Teamwork to Raise a Child
38 Love Hate Relationship
39 Picnic
40 Love Hate Relationship II
41 Synchronize Our Frequencies
42 a Symphony Unraveling
43 Attachment
44 Attachment II
45 Destiny's Veil
46 The Letter
47 The Abduction
48 The Abduction II
49 Transactional Love
50 Disappear into Thin Air
51 New Horizon
52 My Roots
53 Stalker
54 Stalker II
55 a Goodbye
56 That's What Friends are For
57 Betrayal
58 Another Work to Do
59 Broken Heart
60 Reconciliation
61 Paranormal Experience
62 Gomenasai
63 Superhero
64 Graduation
65 Farewell Amsterdam
66 Welcome Home
67 Acceptance
68 Comeback
69 a Pleasant Surprise
70 Worries
71 Take a Chance
72 For The Queen I Adore
73 Misunderstanding
74 Engagement
75 Employee Gathering
76 Employee Gathering II
77 What a Surprise
78 What a Surprise II
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Prolog
2
My Best Buddy
3
and Now Partner in Crime
4
Sense of Nostalgia
5
Prejudice
6
Starting Point
7
Relate
8
Such a Long Night
9
Conflict
10
The Apologize
11
And The Plan Canceled
12
Home Sweet Home
13
Stuck
14
The Lost Colonel
15
Seeking The Past
16
The Old New Things
17
Probability
18
Friends
19
Friends II
20
Bullying
21
Entertained
22
Bullying II
23
Accident
24
After Incident
25
Nihon Matsuri
26
You've Got a Friend
27
Behind the Scene
28
School Festival
29
Reunion
30
Hidden Feeling
31
Birthday Bash
32
The Last Dance
33
Keep Being Hidden
34
Presence
35
Longing
36
The Answer
37
It Takes Good Teamwork to Raise a Child
38
Love Hate Relationship
39
Picnic
40
Love Hate Relationship II
41
Synchronize Our Frequencies
42
a Symphony Unraveling
43
Attachment
44
Attachment II
45
Destiny's Veil
46
The Letter
47
The Abduction
48
The Abduction II
49
Transactional Love
50
Disappear into Thin Air
51
New Horizon
52
My Roots
53
Stalker
54
Stalker II
55
a Goodbye
56
That's What Friends are For
57
Betrayal
58
Another Work to Do
59
Broken Heart
60
Reconciliation
61
Paranormal Experience
62
Gomenasai
63
Superhero
64
Graduation
65
Farewell Amsterdam
66
Welcome Home
67
Acceptance
68
Comeback
69
a Pleasant Surprise
70
Worries
71
Take a Chance
72
For The Queen I Adore
73
Misunderstanding
74
Engagement
75
Employee Gathering
76
Employee Gathering II
77
What a Surprise
78
What a Surprise II

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!