BAB 7

Emeris melemparkan hp nya begitu saja di jok sampingnya. Ia lantas menghela napas jengah. Gara-gara Gisti memposting foto mereka yang tengah menyelfie bersama ke grup chatting, akhirnya grup itu sekarang banjir chattingan para penggemar M yang rata-rata menujukkan protes mereka. Bahkan ada beberapa yang tidak terima dan malah ingin langsung ikutan berfoto ria sama M langsung.

Hal itu cukup membuat Emeris merasa tidak nyaman. Ia langsung menonaktifkan Hp yang khusus ia gunakan ketika menyamar jadi M.

YAP! M is EMERIS. EMERIS is M!!!

"Hhhh...," ia menghela napas dan melengos membuang mukanya ke arah jendela mobil. Memandangi ke arah jalanan yang di lewati oleh mobilnya.

Matanya menerawang kearah pepohonan dan bunga-bunga tabebuya yang bermekaran dengan cantiknya di sepanjang jalan yang sudah ia lewati. Tidak lama mobilnya mulai memasuki kawasan depan Universitasnya. Matanya kini sedikit tertuju pada 1 titik. Sekolah SMA yang berada tepat di depan muka gang dimana universitasnya berada.

Kebetulan juga saat itu tengah lampu merah di persimpangan itu. Matanya mengamati para murid-murid berseragam abu-abu putih yang sedang bergerumul di depan gerbang sekolahnya. Karena bertepatan dengan jam istrirahat, maka dari itu mata Emeris menangkap banyak sekali gerombolan putih abu-abu yang memenuhi trotoar.

Sebenarnya bukan pemandangan yang aneh untuknya. Karena hampir setiap hari ia melihat pemandangan itu ketika berangkat atau pulang dari kuliahnya. Bahkan ia juga sering melihat Gisti.

YUP!

Itu ada sekolah Gisti. Gadis bandel nan ganjen itu. Kalau bukan karena Toya, ia jamin kalau dirinya tidak akan pernah mau berfoto dengan Gisti. Cukup sekali itu saja.

Bukan apa-apa. Ia hanya takut, semakin banyak ia berselfi dengan orang lain, akan banyak tersebar luas foto dirinya. Walau wajahnya hampir tertutupi oleh masker tapi tetap saja, ia harus waspada agar Papinya tidak mengetahui kegiatan yang selalu di kecam oleh papinya itu. Cukup hanya fancam dirinya yang tengah beraksi saja lah yang tersebar luas dan juga beberapa foto dirinya yang di candid oleh para fansnya. Toh selama ini yang ia selidiki semua candid itu penampakannya blur atau bahkan 0% yang menampakkan wajahnya.

Semua berkat topi dan masker yang tidak pernah lepas dari wajahnya.

Alasan ia mau berfoto dengan gisti, itu karena Toya. Toya memaksanya untuk mau berfoto dengan adiknya yang tengah berulang tahun ke 17 kemarin lalu. Kalau bukan karena Toya yang sudah berbaik hati menerimanya dalam team tanpa mempermasalahkan dirinya yang sama sekali tidak mau mengungkap jati dirinya, Emeris tidak akan mau melakukan selfi itu.

Mobil bergerak maju menyebarangi perempatan itu ketika lampu berubah menjadi hijau. Laju mobil seketika kembali melambat ketika melewati depan sekolah itu. Itu karena banyaknya murid SMA yang tengah jajan di para penjual yang berjajar rapi di sepanjang pinggir jalan area SMA itu.

Untuk kesekian kali ia berpapasan dengan Gisti yang tengah mengantri untuk membeli semacam jajanan. Emeris memandangi Gisti dari balik kaca mobil yang tak dapat terlihat dari luar.

Saat itu Gisti tengah berdiam sembari menunggu pesanannya, tapi kemudian ia berbalik karena ada sesosok murid perempuan lainnya dengan rambut panjang yang memanggil namanya. Emeris hanya dapat melihat sosok Gisti yang kini menghadap kearahnya. Tentu saja Gisti tidak dapat melihat Emeris yang duduk di jok tengah mobil, karena kaca mobil yang berlapis itu.

Kalau pun Gisti dapat melihat wajah Emeris, ia pasti tidak dapat mengenalinya. Secara saat ini ia tengah menjadi Emeris, bukan M.

Mobil pun berlalu melewati kompleks yang selalu membuat macet itu. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Dan jarak 3km kemudian, mobilnya memasuki area kampus dimana emeris melanjutkan study S2 IT-nya.

Mobil berhenti tepat di depan gedung kampusnya.

"Nanti aku kabarin kalo udah kelar," kata Emeris sambil membereskan hp dan buku-buku yang sempat ia keluarkan tadi.

"Okay!" sahut Thomas.

"Stanby Hp kayak biasa ya!" lanjut Emeris yang kemudian membuka pintu mobil.

"As always!" sambar Thomas.

"Hem," Emeris pun turun dan berjalan masuk ke dalam gedung.

Di dalam gedung ia langsung di sambut tatapan takjup dan penuh kekaguman. Jangan heran nama Emeris di kalangan kampusnya sangatlah terkenal. Tidak hanya di kampus, bahkan di seluruh kota Surabaya.Ah! Ralat! Seluruh Indonesia pun mengenalnya.

Bagaimana tidak, sebagai salah satu Crazy Rich Surabayan nama Emeris cukup menonjol. Diluar dari nama besar perusahaan sang Papi, ia mampu menghidupkan kembali kerajaan perusahaan yang bergerak di bidang IT miik almarhum sang Mami, di usia mudanya. Bahkan dengan tanpa berkuliah di luar negri layaknya para anak crazy rich lainnya.

Semua pendidikan yang di jalani Emeris hanya berpusat pada sekolah-sekolah yang ada di Surabaya, kota kelahiran almarhum ibunya.Untuk kuliah juga ia hanya berkutat pada Universitas di Surabaya saja.

Nampaknya ia terlihat cukup enggan meninggalkan kota dimana banyak sekali kenangan dirinya dan ibunya berada. Bahkan ia sudah lama hidup terpisah dengan sang Papi yang memilih menetap di Jakarta yang juga memang kota kelahirannya. walau pun demikian, hubungan anak dan bapak ini sangatlah harmonis. Emeris adalah anak kebanggaan dari pemilik perusahaan bergembang MISHA CORP.

Tidak hanya dari segi latar belakang keluarga yang cukup membuat siapa saja keblinger. Sosok dan tampilan fisiknya yang sangat sering juga membuat kaum hawa keblinger bahkan kaum adam pun memelototkan matanya dengan penuh kekaguman.

Sosok Emeris dikenal hangat dan murah senyum. Ia juga sangat rama. sebagai murid legend di kampus (Legend karena kepintarannya meracik dan memprogram suata aplikasi atau sejenisnya) ia sangat di idolakan oleh para rekan dan juniornya.

Pendidikan S1 Emeris memang ia ambil di sini juga. Jadi bigitu lulus, selang 6 bulan kemudian ia melanjutkan study S2 nya disini. Kenapa ia menunda 6 bulan? Karena ia sibuk untuk mengurus perusahaan IT peninggalan sanga Mami yang hampir gulung tikar. Tapi berkat kegigihannya ia mampu menghidupkan lagi perusahaan itu.

Dan kini dialah Pemilik dan juga CEO di perusahaan itu.

"Kak, Emer!" Panggil seseorang yang membuat langkah Emeris berhenti di tengah tangga.

Emeris berbalik dan menoleh kearah suara itu berasal. Ah, rupanya si Iqbal, juniornya yang masih berada di semester 4.

"Kak, bisa minta tolong jelasin bahasa programer yang ini nggak? bentar aja...," ucap Iqbal begitu ia berdiri tepat di depannya.

"Mana?” tanya Emeris dengan entengnya.

Iqbal tersenyum sumringah. Ia pun mengangsurkan bukunya. Dan detik berikutnya Iqbal muai menangguk-anggukkan kepalanya dengan penuh perhatian akan penjelasan mendetail sang senior.

Di tengah kegiatan keduanya, sering kali terinterupsi karena banyaknya orang yang menyapa Emeris. Dan dengan ramahnya Emeris membalas sapaan itu. As always.

Ya! Emeris yang ramah.

"Makasih kak" pamit Iqbal begitu ia sudah mendapatkan apa yang ia mau.

Emeris hanya mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya menaiki tangga menuju kelasnya.

Sebuah dering ponsel mengejutkan Emeris ketika ia akan memasuki ruangan itu. Ia pun mengurungkan niatnya. Ia berjalan ke sisi lain koridor. Ia mencari-cari ponsel mana yang tengah berdering. Bukan dari ke2 Hp nya.

Ah, HP Ruby! bantin Emeris.

Nomor tidak dikenal.

"Halo??" sapa Emeris denagn ragu-ragu.

"halo? Ini siapa?” tanya orang di seberang.

Dari suaranya saja Emeris sudah dapat mengenali siapa pemiliknya.

"Halo? Kamu copet ya? Balikin hp ku?!" sentak Ruby.

"Emeris," sambar Emeris dibarengi dengan helaan napas panjang.

"Hah?"

"Aku Emeris! Hp mu ketinggalan di kamarku kemarin lusa" jelas Emeris.

"Oooh! Kupikir aku kecopetan. Ya udah kalau hp ku di kamu."

"Kamu mau ambil? Aku lagi di kampus dateng aja."

"Enggak usah deh. Bentar lagi bordir akunya."

"Bording? Mau kemana kamu?" kedua alis Emeris mengerut.

"Pulang ke New York." sahut Ruby.

"Kabur?"

"Iyalah, ketimbang dikawinin sama bayi. Mending minggat!" seloroh Ruby sengak.

"Cih!" Emeris mendecis."Ok lah. Terus hp mu?"

"Bawa aja dulu. Nanti kalau aku pulang ke Indo lagi aku ambil. Kalo nggak gitu, kamu aja yang ke New York. Sekalian jenguk tante. Ok?" canda Ruby yang menyebut dirinya tante agar Emeris sadar kalau dirinya cukup tua untuk setuju menikah dengan bocah macam Emeris.

"Hahaha!" Emeris terbahak. “Okay tante! Itu bisa di atur," sahutnya yang meladeni candaan Ruby.

"Ketawa lagi. Pokoknya inget ya, aku sama kamu nggak bakalan nikah!" tandas Ruby trdengar penuh kebencian.

"Ya silahkan lawan papi kalau bisa," cemooh Emeris.

"Hhhh..., itu yang bikin stres!" terdengar helaan napas Ruby.

"Hahaha..., sok-sokan ngelawan," sindir Emeris yang kemudian menyapa sapaan seseorang dengan anggukan kepala.

"Ck.... Tau lah, pikir nanti. Aku jalan dulu. Bye!" Ruby langsung menutup telfonnya tanpa menunggu sahutan dari Emeris.

Emeris terdiam sesaat usai telfon itu di tutup. Pandangannya tiba-tiba kosong, menatap lurus kearah jauh di depan sana. pemandangan dari kodirdor lantai 2.

Nikah.... Tiba-tiba ia memikirkan pernikahan yang nyatanya sudah di tentukan oleh sang ayah. Dengan Ruby. Wanita yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri.

"Hhhh...," ia menghela napas. "WB Enterprise ya...," desisnya kemudian menyeubut perusahaan yang dimiliki oleh ayah Ruby.

"Jadi hargaku setara sahamnya WB ya..., Ruby..., lumayan. Dari pada nikah sama orang yang nggak aku kenal sebelumnya...," gumamnya seorang diri dengan pandangan mata yang masi menerawang jauh.

Dia, yang tidak pernah percaya tentang fungsi dari sebuah kata cinta dalam kehidupan serba kelas 1 nya. Selalu siap akan takdir yang selalu ia yakini. Menjadi alat atau harta yang paling berharga untuk membuat perusahaan ayahnya semakin berkembang.

Dia, yang selalu meyakinkan dirinya agar tidak perlu terlibat dengan yang namanya cinta, selalu mengunci hatinya dari siapapun. Bukan berarti tidak seorang pacar pun ia miliki. Banyak. Dan dia hanya memberinya dengan uang bukan hati.

Dia, yang sama sekali tidak pernah benar-benar peduli dengan wanita sebelumnya, dengan yakin akan menerima pernikahannya dengan Ruby. Ia akan mencoba memaksa Ruby agar setuju. Karena itu sangat menguntungkan untuknya.

Ketimbang harus dengan orang lain..., yang tidak ia kenal....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!