Di dalam pikiran emeris, sudah tertanam dalam prinsip itu. Bahkan semakin ia besar, semakin ia sadari. Bagi kalangan atas, anak semacam halnya ia dan Ruby bukanlah dipandang hanya sebagai anak yang akan meneruskan warisan mereka. Tapi anak mereka adalah juga aset tukar menukar dan kesepakatan hubungan kerja yang bernilai sangat mahal. Bahkan tidak terhingga. Cukup banyak ia melihat pernikahan yang sudah di atur berdasarkan perjanjian kerja ataupun kontrak kerja yang saling menguntungkan kedua belah pihak.
Emeris sendiri sangat yakin hal serupa akan terjadi padanya. Dinikahkan hanya untuk memperbanyak aset keluarga dan perusahaan. Menikah hanya agar nilai saham perusahaan semakin menguat dan semakin menguntungkan. Bagi Emeris itu tidak masalah. Toh dia terlahir juga dari kesepakatan kerja antara keluarga papanya dan keluarga almarhum mamanya. Di dunia kalangan Emeris tinggal, cinta hanyalah aksesoris, bukan realita. Bahkan mungkin tidak bernilai.
Dan bagi orang yang ceroboh, cinta dapat membuatnya menderita. Semacam halnya apa yang kini terjadi pada Ruby .
"Ngapain ngeliatin aku?" desis Ruby sambil mendelik kearah Emeris yang sedari tadi menatapnya.
Untuk sesaat Emeris Nampak mengerjapkan matanya beberapa kali. Mengatasi kekagetannya karena Ruby memergoki dirinya. Sedetik kemudian dengan berusaha tetap tenang ia menggelengkan kepala dan kembali melanjutkan makannya. Sementara Ruby , ia hanya mencibir samar kearah emeris.
Siapa sangka, kejadian sepele barusan ternyata tangah diamati oleh kedua pasang mata papa mereka. Keduanya lantas saling lirik dan terkekeh berbarengan. Kekehan mereka yang cukup mendadak itu langsung membuat Ruby dan Emeris mengangkat kedua wajah mereka dan memandang ke arah orang tua mereka dengan bingungnya.
Selang beberapa menit tawa itu pun mereda. Para papa itu pun menoleh kearah kedua anak muda yang duduk di seberang meja mereka. Om guan, papa Emeris berdehem kecil. Deheman itu tanpa sadar langung membuat Emeris perlahan menurunkan kedua alat makan yang masing-masing berada di genggamannya. Ia cukup hafal dengan suara deheman kecil yang rendah dan terdengar begitu memukau itu.
"Papa sudah tau kalau kalian ini pasti ada apa-apanya," katanya kemudian. Perkataan papanya kali ini membuat Emeris menegakkan badannya.
"Ada apa apanya maksut om?" tanya Ruby kebingungan. Ia lantas menoleh kearah Emeris yang sayangnya kali ini pandangan Emeris nampak lurus memandang ke arah papanya.
"Emm…, sebenarnya dari dulu. Om Guan sama papamu ini sudah punya rencana...," papa Emeris mengantungkan omongannya. Ini semakin membuat Ruby mengerutkan keningnya.
Sementara papa Ruby ia hanya senyum-senyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Sedangkah Emeris, perlahan ia mulai merilekskan badannya. Sepertinya ia sudah tau akan mengarah kemana kelajutan omongan papanya itu.
"Gimana kalau kalian tunangan aja? Dari dulu, papamu sama om sudah mengatur percodohan kalian!" jelas papa Emeris yang kemudian di barengi kekehannya dan juga kekehan papa Ruby .
KLUNTIK!!
Sendok yang di pegang Ruby pun meluncur begitu saja di atas piring. Mendengar itu, Emeris sudah dapat memprediksi seperti apa ekspresi wajah Ruby saat ini. Ia perlahan melirik ke Ruby. Tepat sekali, ekpresi wajah Ruby sekarang benar-benar sesuai dengan perkiraannya. Bengong dengan mulut terbuka dan mata yang tidak berkedip. Tanpa sadar sebelah ujung bibir Emeris terangkat, menurutnya wajah Ruby sekarang benar-benar konyol sekali.
"Tuh, tuh, tuh! Guan! Anakmu sejutu tuh, buktinya dia senyum-senyum sambil ngelirik Ruby !" sorak papa Ruby girang.
Sontak itu langsung membuat Emeris tersadar dan menoleng ke arah papanya dan papa Ruby. Semetara Ruby , ia malah menatap Emeris tidak percaya. Ruby memelototi Emeris dengan ganasnya.
"Tuh, tuh anakmu juga kayaknya setuju juga!!" sorak papa Emeris tidak kalah girang memergoki Ruby yang tengah menatap emeris.
Sontak Ruby langsung menoleh kearah papa Emeris tidak percaya kalau pelototannya ke arah Emeris dikira papa Emeris sebagai signal persetujuannya perjodohan itu.
"Om..., om..., bukan gitu…," dengan tergagap-gagap Ruby mencoba menjelaskan.
"Bukan gitu gimana sayang?" tanya papa emeris.
"Om..., Ruby..., Ruby nggak bisa..., Ruby nggak mau perjodohan ini…," akhirnya tolakan Ruby dapat ia katakan.
Papa Emeris dan papa Ruby seketika sama-sama terdiam. "Kenapa sayang?" tanya papa Ruby sambil meraih tangan Ruby dan mengenggengamnya di atas meja.
"Pa…, Emeris udah Ruby anggep kayak adek Ruby sendiri, pa. Umur Emeris juga tiga tahun lebih muda dari Ruby. Jadi..., Ruby nggak bisa pa…," jelas Ruby memelas.
Papa Ruby terdiam seakan memikirkan alasan yang dilontarkan anaknya itu. Ia lantas menoleh ke papa Emeris. Meminta tanggapan. Papa Emeris mengangguk perlahan.
"Memangnya ada masalah dengan umur? Banyak kok pasangan diluar sana…, di era dan jaman sekarang perbedaan umur mereka terlampau jauh. Dan itu baik-baik aja," kini papa Emeris berusaha membujuk.
Sekilas Ruby menunduk. "Hhh..., itu kan mereka om..., bukan Ruby...," sekali lagi Ruby memelas. Ia lantas melirik kearah Emeris yang duduk dengan tenang di sampingnya.
Sesaat ia merasa sangat kesal dengan sikap diam Emeris. Ini kan soal perjodohan mereka. Kenapa dia tidak membantu Ruby untuk memprotes ini, ia pasti tidak mau juga kan tunangan dengan Ruby .
Sekali lagi papa Emeris mengamati arah pandangan Ruby . Ia lantas menemukan sosok putra kebanggaannya tengah duduk dengan tenang dan senyap. Tidak seperti Ruby yang nampak panik dan berusaha memberi alasan.
"Kalau kamu gimana emeris?" kini papa Emeris menanyakan pendapat Emeris.
Emeris langsung mengangkat wajahnya. Ia memandang papanya, lalu papa Ruby dan kemudian Ruby. Nampak Ruby sekali lagi mempelototi Emeris. Mencoba memaksa Emeris untuk mendukungnya dan juga ikutan menolak perjodohan itu.
"It's ok. Nggak masalah," kata Emeris dengan pandangan lurus kearah Ruby. Ruby langsung melongo tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari dalam mulut bocah tengil di sampingnya itu.
"Hahahah!!! Aku memang selalu tau apa yang ada di dalam hati anakku!! Aku tau kalau anakku juga suka sama anakmu!!" sekali lagi papa Emeris bersorak sambil memeluk pundak sahabat karipnya itu. Papa Ruby juga ikutan tertawa senang.
Perlahan Emeris kembali melanjutkan kegiatan makannya. Ia sama sekali tidak memperdulikan sorak sorai kebahagiaan papanya dan papa Ruby . Ia juga sama sekali tidak peduli dengan Ruby yang terpekur di tempatnya. Baginya, hal yang seperi ini pasti akan menghampirinya. Perjodohan demi ikatan bisnis yang semakin kuat. Perjodohan demi perusahan yang semakin besar. Bukankah dia terlahir di dunia ini di dalam keluarga kaya raya yang berkuasa memang digunakan untuk hal seperti ini.
"Akulah aset berharga yang sesungguhnya," batin Emeris sambil menyuapkan sepotong daging steak kedalam mulutnya.
Sedetik kemudian terdengar derit kursi yang bergesekan dengan lantai. Di selayang pandangnya, Emeris dapat melihat Ruby tengah berdiri sambil mencengkeram kuat lap makan yang tadinya ada di pangkuannya.
"Ruby permisi!" pamit Ruby dengan suara yang tercekat. Jelas sekali ia tengah menekan habis emosi yang ada di dadanya. Setelahnya Ruby langsung meninggalkan meja makan itu dan keluar dari ruang tengah rumah Emeris.
Kontan saja tingkah Ruby langsung membuat papa Emeris dan papa Ruby yang semula tengah tertawa bahagia langsung terdiam dalam kesenyapan. Suasana jadi berubah kaku dan canggung. Emeris menarik napas dalam.
"Emeris nyusul Ruby dulu," pamitnya dengan sopan dan tenang.
"Nggak usah," cegah papa Ruby.
Kontan Emeris menghentikan tangannya yang akan meletakkan garpu dan pisau di atas piringnya.
"Biar dia ngatur emosinya dulu. Dia mungkin nggak sebijaksana kamu buat nerima keputusan kami," jelas papa Ruby kemudian.
Emeris terdiam lalu mengangguk. Ia kemudian melirik papanya.
"Makan lagi. Bener kata om Chandra. Biari Ruby sendiri dulu. Biar dia bisa sedikit mikir jernih kayak kamu," kata papa Emeris kini.
Sekali lagi Emeris hanya mengangguk dan kembali melanjutkan kegiatan menyantap steaknya. Suasana di meja makan yang semula penuh canda kini berubah menjadi rapat bisnis. Ya, kini papa Emeris dan papa Ruby tengah merencanakan kerjasama yang akan mereka lakukan setelah Ruby dan Emeris menikah nantinya. Mereka juga bahkan sudah memperhitungkan berapa persen saham di keseluruah anak perusahaan akan naik. Sementara Emeris, ia hanya menjadi pendengar setia sambil terus mencoba menelan habis daging steaknya.
***
Emeris membuka pintu kamarnya. Begitu ia selesai makan, ia langsung pamit untuk kembali ke kamarnya. Membiarkan papanya dan papa Ruby berbincang-bincang di ruang tengah. Sebenarnya, pembahasan soal pertunangannya dengan Ruby cukup membuat kepalanya penat. Apa lagi saat Ruby mengajukan keberatannya terus kabur begitu saja.
"Hhhh…,"Emeris menghela napas panjang sambil melepas kancing ketiga kemejanya. Semula Ia berniat untuk melepas kemejanya dan berganti baju, namun sosok Ruby yang tiba-tiba tertangkap olehnya membuat Emeris menghentikan kegiatannya.
"Aku pikir kamu kabur," kata Emeris sambil membalas tatapan sengit Ruby yang nampaknya sudah ia berikan sejak Emeris memasuki kamarnya.
"Kenapa kamu nggak ikutan nolak pertunangan kita?" tanya Ruby dingin sambil tetap duduk di sova emput di kamar emeris.
Emeris tersenyum kecil. "Kamu nggak mau tunangan sama aku?" tanya Emeris balik.
Ruby langsung bangkit dan menghampiri Emeris. "Kamu pikir aku mau tunangan sama bocah macam kamu?" Ruby ikut bertanya balik sambil memelototi emeris.
Emeris hanya tersenyum geli.
"Ow..., atau kamu suka aku?" sambung Ruby begitu mendapat reaksi senyuman geli dari emeris.
Emeris melirik kearah Ruby yang tingginya hanya menyamai dagunya. "Kenapa aku bisa suka sama cewek nggak sopan kayak kamu?" tanyanya sambil menatap Ruby mencemooh.
"Kalo kamu nggak suka kenapa kamu nggak nolak?!!!" sentak Ruby keras tepat di wajah emeris. Nampaknya Ruby benar-benar emosi.
Emeris terdiam sejenak. "Kamu nggak ngerti ya. Takdir dari anak konglomerat kayak kita ini apa. Kita dilahirkan ya emang buat kesepakatan bisnis. Kamu nggak sadar? Orang kayak kita ini nikah, nggak mungkin karena cinta, tapi karena bisnis..., saham..., demi perusahaan yang semakin berkembang. Demi sebuah kerjasama bisnis dengan nilah triliunnan...," Emeris berhenti sejenak. "Kita di takdirkan untuk itu. Cinta..., buat anak-anak dari kalangan macam kita ini..., itu bullshit!" Emeris menyudahi penjelasannya dengan tatapan mata lurus ke mata Ruby .
Ruby nampak tidak percaya dengan kata-kata yang keluar dari mulut Emeris. "Otakmu itu..., kenapa bisa mikir kayak gitu? Cinta? Kita bisa nikah dengan cinta. Orang kayak kita bisa nikah dengan cinta!! Bisa!!"
"Kalo bisa, jelas kamu udah nikah sama Khaha sekarang!! Dan kamu nggak akan mungkin minggat ke new York!! Khaha juga nggak bakalan kepaksa pulang kampung!" tandas Emeris ikut ngotot.
Mata Ruby seketika mengerjab mendengar nama Khaha di sebut. Khaha, laki-laki yang sampai detik ini masih ia harapkan untuk dapat memeluknya lagi. Mendengar nama Khaha saja sudah bisa membuat Ruby menangis.
Menyadari Ruby yang hampir menangis karena dirinya menyebut nama Khaha, membuat Emeris merasa menyesal. Ia lantas merengkuh kepala dan pundak Ruby dan menenggelamkannya kedalam pelukannya. Ia tau benar, seberapa berartinya Khaha untuk Ruby .
"Sorry..., maafin aku," bisik Emeris ditelinga Ruby .
Untuk sesaat Ruby menangis sejadi-jadinya. Namun beberapa menit kemudian ia melepas pelukan Emeris dan melap jejak-jejak air matanya dengan punggung tangannya.
"Pokoknya aku bakalan nentang pertunangan kita! Terserah kamu mau kamu setuju aku tidak peduli!! Gimana pun caranya aku bakalan berjuang sendiri biar kita nggak tunangan!!!" tandas Ruby yang kemudian langsung pergi keluar dari kamar Emeris.
Emeris pun mengambil napas dalam begitu Ruby lenyap dari hadapannya. Dia benar-benar menyesali sempat mengungkit nama Khaha saat ia berdebat dengan Ruby. Dia benar-benar tau kalau nama Khaha mampu menghancurkan hati Ruby seketika itu juga begitu ia mendengar nama itu. Tapi keputusannya untuk menyetujui pertunangannya dengan Ruby sama sekali tidak akan berubah. Sekali lagi ia menegaskan pada dirinya sendiri bahwa ia dilahirkan di dunia ini tujuannya untuk urusan macam ini. Kesepakatan kerjasama kerja yang nilainya mampu menghidupi 7 turunannya nanti.
Emeris kemudian berjalan menuju tempat tidurnya saat ia menyadari ponsel milik Ruby tertinggal di atas kasurnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Kruzery
Menggugah perasaan
2025-02-13
1