JEPRETT!! JEPREETT!!
"Kak! Nggak bisa senyum dikit ya?" tanya Puguh sedikit dongkol sambil terus mengambil foto Miki yang sedang berpose ala males-malesan.
"Nggak bisa!" sambar Miki judes.
"Ganti pose kalo gitu!" perintah Puguh dari balik kamerannya.
"Males!!" semprot Miki makin bad mood.
Puguh langsung menghentikan kegiatan memotretnya. Ia kemudian mendesah berat. "Kak, pliss ya kerjasamananya. Kalo kakak gitu terus aku nggak bakalan dapet bayaran!" kata Puguh sok memelas pada kakaknya.
"Jangankan kamu, aku aja nggak dibayar kok!" sambar Miki makin ketus.
"Apanya yang nggak dibayar?!" terdengar suara sang bos dari arah pintu. Miki dan puguh seketika menoleh ke arah sang bos besar. "Bukannya kamu udah ambil banyak baju buat bayarannya. Setiap pemotretan free 1 set baju sesuka yang kamu pilih," tambahnya kemudian sambil berjalan masuk kedalam ruang pemotretan berukuran 4x4m itu. Di tanggannya Nampak tumpukan baju yang menurut Miki itu adalah baju yang harus ia kenakan agar dapat dipotret dan dipasang di galeri koleksi baju di web olshop si bos besar.
"Aku butuh uang cash buat bikin tugas makalahku!" sahut Miki sambil memajukan bibirnya layaknya donal duck.
"OK. Nggak masalah, asalkan kamu fotonya sambil senyum. Nggak manyun kayak gitu!" kata big bos mengajukan syarat.
"Gimana bisa senyum, orang ini aja pemaksaan buat jadi model. Mana pula ini baju cowok kan?! Kenapa Miki juga yang kudu jadi modelnya? Kenapa nggak si Pooh aja!!" sungut Miki sambil menunjuk ke arah Puguh yang biasanya memang di panggil Pooh kalau di rumah.
"Kalo aku yang jadi model, siapa yang bakalan motret?!" tanya Pooh sambil berkacak pinggang.
"Aku lah!" sambar Miki PD.
"Hadeh! Bukannya bagus malah fotonya jadi ancur. Nggak bisa di taro di web!" komen big bos yang tau benar bagaimana hancurnya hasil jepretan foto Miki.
"Mama!!!" jerit Miki kesal. "Kenapa sih nggak nyewa model aja buat jadi model baju beginian!!" sungut Miki lagi pada big bos.
"Irit ongkos Miki..., lagian anak mama kan cantik, jadi kenapa nggak di manfaatin aja," bujuk si big bos yang tidak lain dan tidak bukan adalah mama Miki alias Dayu.
"Mana ada model cebol kayak gini. Lagian kenapa juga aku jadi model pakaian cowok?!!" Miki masih kesal.
"Lho jangan salah. Sejak kamu jadi modelnya mama orderan kita membludak. Bahkan baju fashion cowok juga nggak kalah membludaknya. Mereka semua komen soal keimutan kamu pake baju fashion cowok yang kedodoran itu. Anaknya mama kan emang imut banget. Meskipun cebol juga banyak yang suka kok. Tuh pelanggan mama semuanya tanya yang jadi model sekolah di SD mana kok imut banget," jelas mama sembari menggoda Miki.
"Mama!!! Bilang ke mereka kalo modelnya mama itu udah SMA kelas XI, mau naik kelas XII!! Dan bukan anak SD!!" sekali lagi Miki menjerit kesal.
"Hadeh!! Budek aku lama-lama deket kak Miki!!" sahut Pooh kesal. "Udah, break dulu!! 15 menit lagi kita jepret-jepret lagi! Aku laper," kata Pooh sambil meletakkan kamera mahalnya di dalam lemari khususnya yang ada di sudut ruangan. Setelahnya, ia langsung pergi kedalam rumah utama.
Sedangkan Miki, ia masih menatap mamanya dengan sinis. Ia masih merasa menjadi kaum tertindas disini. "Mama, aku beneran butuh uang cash bukan baju loh ya. Makalahku harus cepet-cepet di kelarin ini," pinta Miki dan kini beralih berganti mimik wajah memelas.
"Ok, nggak masalah. Kalo buat sekolah apa sih yang nggak. Besok mama kasi kamu uang lebih buat nyelesain makalahmu. Tapi sebagai gantinya hari ini kamu lembur selesain pemotretan kamu. Ok?" kata mama yang langsung pergi meninggalkan Miki yang masi membeku di tempat begitu saja.
Miki akhirnya hanya bisa manyun sendirian di ruangan itu. Ia pun memutuskan untuk pergi menuju kamar pas yang ada di sudut ruangan dan berganti baju. Sebelum keluar dari ruang pemotretan itu Miki sempat membenahi baju-baju yang tadi dibawah oleh mamanya.
Ya, begini lah kehidupan Miki yang sesungguhnya. Anak dari seorang karyawan swasta biasa yang walaupun jabatan papanya cukup bergengsi di perusahaan tapi sang mama tetap ingin membantu ekonomi keluarga. Jadilah sang mama membuka butik kecil yang keseluruhan bajunya didesain dan dijahit sendiri oleh mamanya.
Dulu awal mula usaha ini berdiri memang mama lah yang menjahit sendiri semua koleksi baju. Tapi semakin berkembangnya usaha mama, rumah bagian samping yang semula berfungsi sebagai gudang onderdil dan garasi mobil beralih fungsi menjadi workshop. Dimana 3 orang penjahit dan 2 orang pegawai lainnya bekerja. Sedangkan diruangan depan workshop adalah tempat dimana kini Miki berada. Barulah, di depan ruang pemotretan ini butik yang berisi baju-baju milik rancangan mamanya di pajang. Di dalam butik depan sudah ada 2 orang pegawai. Yang pertama si kasir dan yang kedua spg.
Berhubung tidak hanya melayani pembeli yang ada dibutik, terkadang kalau sedang over orderan apa lagi yang dari web dan IG orderannya menumpuk, tidak jarang mama neriakin nama Pooh dan Miki untuk ikut membantu packing. Bahkan pernah papa juga diminta oleh mama untuk ikut membantu gara-gara orderan sudah benar-benar overload. Bisa dibilang semakin hari bisnis yang dulunya berawal dari ruang tamu rumah kini semakin berkembang.
Perkembangan itu makin menjadi-jadi sejak dengan sengaja mama Miki memaksa Miki untuk menjadi model yang memperagakan baju-baju koleksi mama. Baik itu baju wanita ataupun baju pria. Dulu awalnya mama beralasan gara-gara kurang modal untuk menyewa model sungguhan. Jadilah Miki yang dipaksa habis-habisan untuk mau menjadi model. Dan karena alasan yang sama, Pooh yang hobby photografi juga ikut terseret. Jadilah ia tukang foto butik mama yang dibayarnya pun tidak memakai uang, tapi memakai peralatan photografi sesuai apa yang diminta oleh pooh.
"Mikiii!! Bantuin mbak di butik Ayu, ngecek stok! Abis itu ini bantuin packing di belakang!!" teriak mama dari arah belakang alias dari arah ruang workshop.
"Hhhh...!" Miki mendesah berat. "Iya mama!!!" sahutnya ikut berteriak.
Dengan ogah-ogahan pun Miki menjalankan perintah mamanya. "Padahal aku kan lagi banyak tugas. Mama ini gimana sih?!" runtuk Miki kesal.
***
"Gimana Ruu di New York? Betah?" tanya om Guan papa Emeris di sela makan malam mereka.
"Lha jelas betah lah. Buktinya dia jarang pulang," belum juga Ruby sempat membuka mulut papa Ruby yang ikut serta dalam acara makan malam itu pun menyahuti lebih dulu. Ruby akhirnya hanya tersenyum canggung sambil mengangguk.
Om Guan langsung terkekeh. Sementara Emeris ia melirik Ruby yang duduk di sampingnya sekilas. Ia tau, Ruby tidak pernah pulang ke Indonesia bukan karena betah di NY tapi karena ia ingin melupakan pria itu. Pria yang hidupnya dirusak oleh papanya dan akhirnya memilih pergi, pulang ke kampung halaman. Emeris lantas berganti melirik kerarah papanya, Guan. Dibalik tawa dan sikapnya yang ramah, dia tahu betul papanya yang sangat berkuasa itu bisa melakukan hal-hal yang mengerikan hanya dengan sekali helaan napas.
Ya, ini lah kehidupan emeris. Kehidupan kalangan atas yang tidak akan membiarkan orang dari kalangan bawah bergabung tampa alasan yang jelas ke kehidupan mereka. Kalangan macam papa Emeris pasti hanya menginginkan sesuatu yang sesui dengan status social mereka. Yang berasal dari kalangan atas hanya boleh bergaul dan berhubungan dengan kalangan atas. Begitu pula sebaliknya, yang dibawah haruslah tetap dibawah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments