Bab 2

Emeris langsung melangkahkan kakinya ke dalam pentahouse megahnya begitu seorang pelayan laki-laki membukakan pintu untuknya. Saat Emeris melewatinya begitu saja, pelayan itu menuduk. Dengan pandangan lurus kedepan ia terus berjalan menuju ke arah kamarnya di lantai 2.

Sesampainya di kamar ia langsung melempar masker wajah hitamnya ke arah sova yang menghadap ke arah set home teather yang ada didalam kamarnya. Disusul kemudian jaket hitam yang nampak sedikit basah oleh keringatnya sekalian juga T-shirt putihnya yang sudah bener-benar basah lantaran keringat yang mengucur dengan intensitas yang sangat tinggi di tubuhnya.

"HEEEEEEH!!! What the hell..???!" jerit seseorang yang langsung membuat Emeris terjingkat lantaran kaget.

Ia lalu segera menoleh ke arah sova tempatnya membuang semua baju yang basah oleh keringatnya. Nampak baju-baju itu melayang mental ke sana dan kemari. Sedetik kemudian sebuah kepala berambut warna merah kecoklatan muncul dari balik sandaran sova.

"That's smell so bad!!! Aiiiiih...!!!" seru wanita itu dengan nada dan raut wajah yang nampak sangat jijik. Ia kemudian langsung menoleh kearah emeris. "You wanna killing me, right?!" tuduhnya dengan mata sok jahat.

Untuk bebarap detik otak Emeris sempat delay begitu melihat sosok Ruby  sudah berada di dalam kamarnya. Bahkan di saat ia belum menyilahkan Ruby  untuk masuk kedalam kamarnya, wanita itu nampaknya sudah tiduran di sova empuk miliknya. Emeris kemudian menarik napas dalam.

"Ngapain kamu bisa ada disini?" tanya Emeris jengah.

Ruby  nampak tersenyum sok imut. "Nungguin kamu!" jawabnya genit.

Emeris langsung melengos sambil tersenyum miring. Sedetik kemudian ia kembali  dibuat kaget dengan tingkah Ruby  yang tiba-tiba sudah berada di dekatnya. Dilihatnya Ruby  tengah mengendap-endap sambil menatap lurus kearah dada dan perutnya yang tengah telanjang.

"Wha-what?!!" sentak Emeris tidak nyaman. Tanpa sadar ia pun melangkah mundur beberapa langkah.

Namanya juga Ruby , melihat Emeris melangkah mundur darinya ia malah makin mendekat.

"Ya tuhan!! Sejak kapan anak ini punya perut kotak-kotak begini??" tanyanya sok histeris sambil kini mulai menoel-noel perut ABS emeris.

"HEIIII!!!!" sentak Emeris yang reflex langsung mundur sembari mendorong tubuh Ruby  menjauh.

Ruby  sedikit terhunyung kebelekang. Ia lantas melirik sengit kearah Emeris seakan tidak terima. "Alay banget sih. Bukannya dulu kita sering mandi bareng," katanya kemudian.

Emeris langsung mendelik. "Dasar gila...!" desisnya tidak percaya. "Itu pas aku masih umur lima tahun! Dan sekarang aku udah dua puluh lima tahun!! Cih!.... Kesopannanmu ketinggalan di new York ya?" sambar Emeris kehilangan kesabaran.

“Hei..., bagiku, kamu tetep Emeris yang doyang banget nangis jerit-jerit kayak cewek. Takut sama serangga. Haiiiiisssst..., dulu kamu beneran imut banget loh. Sama belalang aja udah nangis sampe kaku misek-misek…. Hahaha...!" Ruby  ketawa geli tidak tertahankan kalau ia ingat masa itu.

Emeris menarik napas dalam, menahannya cukup lama di dalam rongga dada dan menghembuskannya perlahan. "Cukup sudah...," desisnya.

Detik berikutnya ia langsung menarik kerah baju Ruby di bagian belakang dan menyeretnya menuju pintu kamarnya. Ia berniat untuk membuang Ruby  keluar dari kamarnya. Keagresifan Ruby  membuatnya menjadi cukup gila dan hilang kesabaran.

"Hei!! Hei!! Apaan ini!! Lepasin!!!" ronta Ruby .

Emeris sama sekali tidak menggubris rontaan dan jeritan Ruby  yang menggema di ruangan kamarnya. Ia langsung melempar tubuh Ruby  kearah luar kamarnya. Ruby  langsung terjatuh di tempat. Wanita berambut ikal alami dan panjang itu pun langsung mendongak kearah Emeris tidak terima.

"Dasar bocah kurang ajar.." desisnya kesal. Ia langsung segara bangkit dan hendak merangsek masuk kedalam kamar emeris.

"Aku mau mandi, tunggu diluar!" sambar Emeris yang langsung menutup pintunya dengan cepat.

Hal itu membuat Ruby menahan napas lantaran kesal, ia kemudian melampiaskan kekesalannya dengan cara menendang pintu kamar Emeris dengan cukup keras. Detik berikutnya Ruby  pun pergi dari sana.

Menyadari Ruby  sudah pergi dari depan pintu kamarnya, Emeris pun seketika menghela napas lega. Tubuhnya langsung terasa enteng begitu Ruby  tidak berada di sekitarnya. Perlahan ia melangkahkan kaki kearah kamar mandinya.

Shower pun menyala. Emeris berdiri di bawah guuyuran air shower. Tubuhnya basah, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Guyuran air dikepalanya membuat pikiran Emeris menjadi sedikit tenang. Melihat Ruby  yang tiba-tiba muncul di hadapannya sempat membuatnya hampir menjadi gila.

Bukan karena Emeris menyukai wanita yang lebih tua 3 tahun darinya itu. Tapi karena sikap agresif Ruby  yang tidak berubah sejak dulu, sejak mereka masih kanak-kanak. Malah baru ia sadari kalau sikap agresif Ruby  makin menjadi sejak Ruby  memilih tinggal di new York untuk meneruskan kuliahnya.

Ia masih ingat seperti apa dulu Ruby  memperlakukannya. Ruby  selalu mengatakan kalau Emeris adalah mainanannya dan seenaknya saja menggoda bahkan mengerjai Emeris hingga sering kali membuatnya ketakutan dan menangis keras. Semakin keras Emeris menangis, semakin keras pula tawa usil nan jahat Ruby. Tapi diluar itu, Ruby  juga mejadi teman yang selalu membela Emeris. Sikap Ruby  yang tidak kenal takut membuat semua anak-anak sebaya Emeris yang membullynya lari tunggang langga begitu Ruby  menyentak mereka.

Ya..., hubungan Emeris dan Ruby  sangatlah dekat. Dekat dalam artian mereka berteman, bahkan sudah saling menganggap seperti saudara sendiri. Oh iya, Ruby  itu anak sahabat papi Emeris. Papi Emeris dan papa Ruby  adalah teman semasa sekolah dan semasa kuliah. Malah katanya dulu mereka bertetanggaan. Itulah kenapa Emeris dan Ruby  bisa dekat.

15 menit kemudian, Emeris keluar dari kamar mandi. Ia pun langsung berganti pakaian dan keluar kamar. Menyusul Ruby  yang pastinya berada di ruang tengah. Dan seperti dugaan Emeris, ia dengan mudah menemukan sosok Ruby  tengah tiduran di sova sambil sibuk memainkan smartphonnya.

"Kapan kamu nyampe Indo?" tanya Emeris sambil berlalu menuju pantry minuman yang ada di ruangan itu.

"Barusan," jawab Ruby  singkat dengan mata yang masih tertuju ke arah hpnya.

"Barusan? Dan kamu langsung kekamarku?" tanya Emeris tidak percaya. Ia lalu menuangkan sebotol air putih ke dalam gelas.

"PapiGuan nyuruh aku buat langsung kesini. Mau makan malam bareng katanya, entar papa ku juga nyusul kesini," jelas Ruby  masih tetap menatap layar hp nya.

Emeris tidak menjawab. Ia hanya megangguk-anggukan kepalanya mengerti sambil menengguk habis air putihnya. Ia kemudian berjalan menuju sova di samping Ruby  dan duduk sambil mengeluarkan smartphonenya juga. Tidak lama Emeris ikutan focus dengan hp persis seperti apa yang tengah Ruby lakukan. Suasana menjadi senyap untuk beberapa saaat.

"Heh…!" panggil Ruby  tiba-tiba tanpa berpaling dari hp nya.

"Hem?" sahut Emeris yang juga tidak perpaling dari hpnya.

"Kamu masih ikutan ngedance-ngedance ya?" tanya Ruby  to the point.

Emeris langsung terdiam. "Tau dari mana?" tanyanya balik kemudian.

"Ya..., nggak ada yang bisa bikin t-shirtmu banjir keringet kalo nggak ngedance street lagi," jelas Ruby  singkat.

Lagi-lagi Emeris terdiam. "Aah…," ia melengos.

"Ati-ati ketahuan papi Guan lagi."

"Aku pakek masker muka kok. Nggak akan ketahuan."

"Kayak kamu nggak kenal papi Guan aja. Kalo kamu nggak ati-ati dan bikin papi Guan curiga, tamat riwayatmu!" Ruby  memperingatkan.

Emeris kembali  terdiam. "Kalo sampe ketahuan, kamu orang pertama yang aku curigai" katanya kemudian sambil melirik Ruby  yang matanya tetap focus kearah hp.

Ruby  langsung terdiem. Sedetik kemudian ia bangkit dan duduk menghadap emeris. "Apa untungnya buat aku lapor-lapor kayak anak kecil?" tanyanya sambil mengangkat sebelah Alisnya.

"Bukannya kamu doyan banget liat aku dimarahi papiku?" seloroh Emeris dengan mata tajam memandang lurus ke mata Ruby .

Ruby  tersenyum miring. "Dasar tengil ya…," katanya sambil terkekeh kecil.

"Tapi, kalo kamu berani bilang itu ke papiku. Aku jamin, om Wildan bakalan tau soal hobby mu tidur sembarang tempat di new York," ancam Emeris dengan senyum penuh kemenangan.

Mata Ruby  langsung mendelik. "Dasar bocah tengil...! Nggak usah pakek ngancem-ngancem aku! Aku juga nggak bakalan ngomong soal ngedance mu ke papi Guan. Mengerikan kalau liat papi Guan lagi beraksi," kata Ruby  yang langsung berpaling kembali  kelayar hpnya.

Emeris langsung tersenyum penuh kemenangan melihat Ruby  megibarkan berderah putih tanda menyerah tinggi-tinggi. Tapi kalau dipikir-pikir, memang mengerikan kalau papi Emeris itu sedang beraksi. Beraksi dalam artian ia mulai menggerakkan semua kuasanya untuk mencekal sesuatu yang menurutnya itu tidak pantes. Emeris pernah melihat hal itu saat papinya membantu om Wildan dalam hal melenyapkan orang yang berani PDKT ke Ruby  padahal status sosialnya sangatlah berbeda dengan Ruby.

Episodes
1 PROLOG
2 Bab 1
3 Bab 2
4 BAB 3
5 BAB 4
6 BAB 5
7 BAB 6
8 BAB 7
9 BAB 8
10 Bab 9
11 BAB 10
12 BAB 11
13 BAB 12
14 BAB 13
15 BAB 14
16 BAB 15
17 BAB 16
18 BAB 17
19 BAB 18
20 BAB 19
21 BAB 20
22 BAB 21
23 BAB 22
24 BAB 23
25 BAB 24
26 BAB 25
27 BAB 26
28 BAB 27
29 BAB 28
30 BAB 29
31 BAB 30
32 BAB 31
33 BAB 32
34 BAB 33
35 BAB 34
36 BAB 35
37 BAB 36
38 BAB 37
39 BAB 38
40 BAB 39
41 BAB 40
42 BAB 41
43 BAB 42
44 BAB 43
45 BAB 44
46 BAB 45
47 BAB 46
48 BAB 47
49 BAB 48
50 BAB 49
51 BAB 50
52 BAB 51
53 BAB 52
54 BAB 53
55 BAB 54
56 BAB 55
57 BAB 56
58 BAB 57
59 BAB 58
60 BAB 59
61 BAB 60
62 BAB 61
63 BAB 62
64 BAB 63
65 BAB 64
66 BAB 65
67 BAB 66
68 BAB 67
69 BAB 68
70 BAB 69
71 BAB 70
72 BAB 71
73 BAB 72
74 BAB 73
75 BAB 74
76 BAB 75
77 BAB 76
78 BAB 77
79 BAB 78
80 BAB 79
81 BAB 80
82 BAB 81
83 BAB 82
84 BAB 83
85 BAB 84
86 BAB 85
87 BAB 86
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 96
96 BAB 97
97 BAB 98
98 BAB 99
99 BAB 100
100 BAB 101
101 BAB 102
102 BAB 103
103 BAB 104
104 BAB 105
105 BAB 106
106 BAB 107
107 BAb 108
108 BAB 87
109 EPILOG
Episodes

Updated 109 Episodes

1
PROLOG
2
Bab 1
3
Bab 2
4
BAB 3
5
BAB 4
6
BAB 5
7
BAB 6
8
BAB 7
9
BAB 8
10
Bab 9
11
BAB 10
12
BAB 11
13
BAB 12
14
BAB 13
15
BAB 14
16
BAB 15
17
BAB 16
18
BAB 17
19
BAB 18
20
BAB 19
21
BAB 20
22
BAB 21
23
BAB 22
24
BAB 23
25
BAB 24
26
BAB 25
27
BAB 26
28
BAB 27
29
BAB 28
30
BAB 29
31
BAB 30
32
BAB 31
33
BAB 32
34
BAB 33
35
BAB 34
36
BAB 35
37
BAB 36
38
BAB 37
39
BAB 38
40
BAB 39
41
BAB 40
42
BAB 41
43
BAB 42
44
BAB 43
45
BAB 44
46
BAB 45
47
BAB 46
48
BAB 47
49
BAB 48
50
BAB 49
51
BAB 50
52
BAB 51
53
BAB 52
54
BAB 53
55
BAB 54
56
BAB 55
57
BAB 56
58
BAB 57
59
BAB 58
60
BAB 59
61
BAB 60
62
BAB 61
63
BAB 62
64
BAB 63
65
BAB 64
66
BAB 65
67
BAB 66
68
BAB 67
69
BAB 68
70
BAB 69
71
BAB 70
72
BAB 71
73
BAB 72
74
BAB 73
75
BAB 74
76
BAB 75
77
BAB 76
78
BAB 77
79
BAB 78
80
BAB 79
81
BAB 80
82
BAB 81
83
BAB 82
84
BAB 83
85
BAB 84
86
BAB 85
87
BAB 86
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 96
96
BAB 97
97
BAB 98
98
BAB 99
99
BAB 100
100
BAB 101
101
BAB 102
102
BAB 103
103
BAB 104
104
BAB 105
105
BAB 106
106
BAB 107
107
BAb 108
108
BAB 87
109
EPILOG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!