Ini harus nya tidak terjadi

Setelah selesai makan, Renata kembali bertugas seperti biasa. Kali ini, ia menyusun obat dan memberikan suntikan kepada pasien lain. Vaksin yang mereka tunggu-tunggu akhirnya telah tiba.

"Kapten, bagaimana jika kita juga disuntik? Agar ketahanan tubuh kita lebih kuat," ucap salah satu anggota, Lee, yang sedang mengawasi para dokter menyuntikkan vaksin kepada warga.

Lee menatap Renata. Senyumnya begitu indah. "Baiklah, aku akan memberitahu yang lain. Tapi kita akan divaksin setelah semua warga mendapat giliran terlebih dahulu," jawabnya.

Lee kemudian pergi mencari Choi untuk meminta bantuannya. Saat melewati taman belakang kamp, ia melihat Choi sedang duduk bersama perawat Anna. Tempat itu jarang dikunjungi orang lain; hanya Lee dan Choi yang mengetahuinya karena mereka biasa minum bersama di sana.

Lee mendekat dan tanpa sengaja mendengar percakapan mereka. Ia tidak berniat menguping, tapi ingin tahu apakah mereka sedang membicarakan Renata.

"Aku sama sekali tidak tahu mau dibawa ke mana hubungan kita," ucap Choi, menatap Anna dengan serius.

Anna menggenggam tangan Choi. "Kau tidak perlu berpikir sejauh itu. Kita jalani saja dulu. Aku yakin akan ada jalan keluarnya."

"Aku ingin menikah denganmu. Walaupun kau tidak mau, aku tetap ingin. Aku tahu kau masih fokus pada pekerjaanmu." Choi menunduk dan perlahan menarik tangannya dari genggaman Anna.

"Apakah kau sudah memikirkan ini matang-matang? Kau rela kehilangan pekerjaanmu yang sekarang?"

"Aku bisa mencari pekerjaan lain. Kemarin malam aku sudah memberitahu keluargaku bahwa setelah kembali dari sini, aku akan menikahi seorang gadis. Dan gadis itu adalah kau."

Lee terkejut mendengarnya. Tanpa sengaja, ia mengeluarkan suara kecil.

"Siapa di sana?!" Choi segera menoleh ke arah suara itu.

Anna tampak panik.

Choi bangkit dan berjalan ke arah sumber suara. Benar saja, ia menemukan Lee berdiri di balik tembok dengan ekspresi kaget.

Choi menarik tangan Lee dan membawanya ke hadapan Anna. "Kenapa kau ada di sini, Kapten?" tanya Choi dengan nada waspada.

Anna segera mengambil kotak obat yang tadi diletakkannya di kursi. "Aku akan pergi," ucapnya buru-buru.

"Kalian tidak perlu menyembunyikannya lagi. Aku sudah mendengar tentang hubungan kalian," ucap Lee dengan wajah datar.

Anna menatap Lee dengan panik.

"Kumohon jangan sampai Renata tahu. Aku memang akan memberitahunya, tapi bukan sekarang," kata Anna.

Lee terkejut. Ia mengira hanya dirinya yang tidak tahu, ternyata bahkan Renata belum mengetahuinya.

"Renata belum tahu?" tanyanya memastikan.

"Iya... Dia baru saja pulih dari sakit. Aku berencana memberitahunya nanti," jelas Anna.

Lee menghela napas. "Baiklah, aku tidak akan memberitahunya. Sekarang, kembali ke tugas kalian."

Anna segera pergi.

Saat Lee hendak pergi, Choi menahannya. "Tunggu!"

Lee menatapnya tajam. Dari ekspresi Choi, Lee tahu ada sesuatu yang ingin dimintanya.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Lee.

Choi tersenyum tipis. "Nanti malam, setelah api unggun, aku akan pergi ke kamar Anna. Tolong pastikan tidak ada yang masuk. Aku harus berbicara dengannya."

Lee menatapnya dalam. "Baiklah, aku akan membawa Renata bersamaku. Tapi jangan terlalu lama."

*

*

*

Malam harinya, Renata sedang memasak di dapur. Hari ini adalah jadwalnya untuk piket memasak bersama beberapa rekannya.

Ia menatap Anna yang tampak gelisah. "Ada apa, Anna? Kau terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu."

Anna hanya memetik sayuran tanpa fokus, mengabaikan pertanyaan Renata.

Renata mematikan kompor dan duduk di sebelahnya. "Kau kenapa?"

Anna tersadar dari lamunannya. "Aku tidak enak badan, Renata. Kepalaku pusing. Seharusnya aku tidak memikirkan ini."

Renata bingung. "Apa maksudmu? Kalau kau sakit, kau bisa istirahat di kamar."

Anna menggeleng. "Bukan itu masalahnya. Ini sangat rumit, dan aku tidak bisa membatasinya... antara kau dan semua rahasiaku."

Renata menatapnya aneh. "Coba katakan padaku, ada apa?"

"Renata, aku dan—"

"Dr. Renata!" suara Lee tiba-tiba menggema di dapur, membuat semua orang menoleh.

Renata terkejut. Ia mencari asal suara itu. "Lee?"

Lee menarik tangan Renata. "Ayo ikut aku. Aku terluka, tolong obati."

Renata segera memeriksa tubuh Lee. "Luka? Di mana?"

Lee melirik Anna dan memberikan isyarat. "Choi menunggumu di kamarmu," ucapnya pelan sebelum menarik Renata pergi.

*

*

*

Anna berlari ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat. Ia juga menarik gorden agar tak ada yang bisa melihat mereka.

"Sudah, tenanglah. Semua orang sedang makan malam," ujar Choi, menarik Anna duduk di kasur.

Anna menatapnya, lalu tiba-tiba memeluknya erat. "Aku setuju dengan ucapanmu. Kita akan menikah, dan aku juga akan merelakan pekerjaanku."

Choi menegang sejenak sebelum memeluknya kembali, lebih erat. "Kau yakin? Kau tidak akan berubah pikiran lagi, kan?"

Anna tersenyum dengan mata berkaca-kaca. "Iya."

Choi mengusap pipinya, menatapnya dalam, lalu mengecup bibirnya lembut. Ciuman itu perlahan berubah menjadi semakin dalam, penuh emosi yang tertahan. Tangan Choi melingkar di pinggang Anna, menariknya lebih dekat, sementara jari-jarinya menyusuri punggungnya dengan lembut.

Anna merasakan panas tubuh Choi menyelimuti dirinya. Nafas mereka memburu, dan dalam sekejap, mereka terhanyut dalam gelombang gairah yang tak bisa dihentikan. Pakaian yang membatasi mereka satu per satu meluncur ke lantai. Choi menatap Anna yang kini berada di bawahnya, tubuhnya bergetar, bukan karena takut, melainkan karena kebahagiaan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

"Aku mencintaimu," bisiknya serak di telinga Anna.

Anna mengangguk, membalas kecupan Choi dengan lebih dalam, sebelum keduanya tenggelam dalam malam yang dipenuhi kehangatan dan janji yang telah mereka sepakati.

Mereka tau ini seharusnya nya tidak di lakukan, tetapi karena mereka sangat bahagia dan tak bisa menunggu lebih lama lagi, mereka juga membicarakan tentang masa depan nya, apapun yang terjadi malam ini, mereka berdua akan bertanggung jawab,

*

*

*

Lee membawa Renata ke ruangan rekam suara, di sini biasa nya para tentara membuat rekaman untuk semua orang yang berada di camp,

Renata menatap Lee " mana luka mu? " ucap nya sambil melihat badan Lee,

Lee menutup badan nya dengan kedua tanggan, " luka nya bukan di dalam sini, tetapi di sini " menggulung lenggang baju nya,

Ada luka bekas sayatan di lenggang Lee, dan luka itu cukup panjang, itu terjadi ketika Lee sedang berusaha mengambil vaksin,

" Astaga, kenapa bisa sampai begini? Kau tidak meminta dokter untuk menjahit nya? " ucap Renata, khawatir dan mulai membuka kotak obat nya,

" Aku tidak memberikan ijin kepada sembarang orang untuk menyentuh tubuh ku ini " menatap Renata

Renata menatap nya " jadi aku juga tidak boleh? Baiklah " ingin pergi namun tanggan nya di tahan oleh Lee,

" Kecuali kau " tatapan Lee sangat dalam,

Renata menatap bibir Lee, " apakah benar bibir ini yang memberi kan ciuman pada ku? " Isi pikiran Renata,

Dan tanpa ragu, dia mengecup bibir Lee, ini di luar kendali Renata,

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!