Sengketa Tanah

Sebulan sudah Marni berjualan Jamu di Pasar. Sudah banyak pembeli yang datang dan langganan Jamu dengan Marni

Selain Kaum Adam yang betah berlama-lama di lapak Jamu Marni, pembeli Kaum Emak-Emak juga banyak yang rutin minum Jamu Racikan Pamungkas Marni.

Bahkan para Emak-Emak minta bungkus bawa pulang untuk stok dan jaga-jaga kalau Pak Suami ngajak tempur malam jumat.

"Ndok, Bude titip lapak yo. Tapi lapaknya Bude tutup. Repot kalo buka Kamu jadi jaga dua lapak. Bude mau bantu rewang." Bude Sri mampir ke lapak Jamu Marni.

"Bude, ini titipannya Bude Sum."Marni memberikan beberapa botol Jamu siap minum sudah ia racik.

"Walah si Sum ada-ada aja. Tapi mantap sih! Biasanya emang kalau habis rewangan badan pegel-pegel mesti udah bikin bubur sum-sum untuk sarat tetap aja, adanya Jamu Kamu membantu. Sini tak Bude kasihin ke Si Sum." Bude Sri mengambil bungkusan botol Jamu yang telah Marni siapkan.

"Memang hajatnya kapan Bude?"

"Lusa. Lah sekarang sampine dipotong. Mau langsung dimasak. Jadi Sum minta Bude kesana. Kan pesen Bumbuan sama Rempahannya sama Bude juga."

"Bude berangkat ya Ndok."

"Diantar siapa Bude?"

"Itu barengan sama yang lain naik odong-odong. Ada-ada aja si Sum. Tapi gapapa malah enak seliwar seliwer angin. Adem."

Shami Bude Sum Bos Odong-Odong tak heran, armada yang sering bikin macet dan selalu ditunggu emak-emak plus anak-anak yang naik sambil ngasihin makanan selalu laris penuh sepanjang apapun gerbong si Odong-Odong.

Marni melihat Bude Sri dengan beberapa temannya sesama pedagang di pasar naik Odong-Odong. Senyum Marni terbit. "Seru juga ya kehidupan dipasar." Baru sebulan Marni merasakan hidup bersama para pedagang lain banyak suka dukanya. Tapi sisi positifnya disini senasib sepenanggungan. Karena merasa sama-sama pedagang jadi saling bantu. Walau ada juga sih yang julid.

Saat sedang melayani pembeli, Marni mendengarkan beberapa pelanggannya yang sedang minum Jamu membahas soal penggusuran lahan sengketa yang berada di ujung Pasar.

"Memangnya Pak itu gimana ceritanya bisa sampe digusur?" Marni meletakkan Jamu pesanan seorang Bapak yang sedang seru membuka obrolan soal sengketa tanah.

"Jadi duduk persoalannya sejumlah bangunan digusur meskipun warga atau pemilik bangunan telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang sah."

"Loh kok bisa? Sertifikat ada tapi kena sengketa." Salah seorang Bapak berkepala plontos menanggapi.

"Begini ceritanya. Kasus sengketa lahan ini bermula pada 1976 saat seseorang bernama DSD menjual tanah miliknya seluas 3,6 hektare kepada AH. Tanah tersebut telah ber-SHM dengan nomor 325. Adapun AH merupakan orang tua dari penggugat dalam kasus ini, yakni MJ. Yang jadi tambah masalah adalah ketika habis jual beli itu AH (saat ini) sudah almarhum, tidak langsung membalik nama. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1982, diduga DSD melakukan kecurangan dengan menjual kembali tanah seluas 3,6 hektare yang sebelumnya telah dibeli AH. Tahun 1982, enam tahun kemudian tanah itu dijual lagi kepada orang lain namanya KY. Oleh KY, sertifikat dengan nomor 325 itu kemudian dipecah menjadi empat sertifikat dengan nomor 704, 705, 706, dan 707. Dua dari empat sertifikat itu kemudian dijual KY kepada TG dengan nomor 704 dan 705. TG kemudian menjual sertifikat dengan nomor 705 kepada AB Sertifikat dengan nomor 705 itu kemudian dibuat perumahan oleh BR dengan nama Cluster SMR. Pihak AH, melalui ahli warisnya yakni MJ, menganggap sertifikat yang dimiliki KY tidak sah. Pada 1996 MJ akhirnya menggugat KY,  DSD, dan AB ke pengadilan dengan dasar akta jual beli (AJB) milik orang tuanya pada 1976. Kemudian MJ menggugat ke PN sampai ke MA menang, Setelah dinyatakan menang di tingkat Mahkamah Agung, MJ  kemudian melakukan permohonan eksekusi lahan ke Pengadilan Negeri Kelas II. Proses eksekusi lahan kemudian dilakukan dengan merujuk putusan Pengadilan Negeri dengan nomor, 128/PDT.G/1996/PN.BKS tertanggal 25 Maret 1997. Saat PN melaksanakan eksekusi lahan, sejumlah warga yang memiliki bangunan di atas lahan seluas 3,6 hektare itu menolak proses eksekusi. Sebab, mereka pun memegang SHM atas tanah yang mereka miliki."

Semua yang mendengarkan manggut-manggut. "Bapak sepertinya paham betul kasusnya?"

"Keponakan Saya salah satu korbannya Pak. Karena keponakan Saya sekarang lagi berlayar, jadi yang ngurusin Kakak Saya kebetulan Saya ikut nganter. Makanya tabu banget rinciannya."

Semua kompak ber o mendengarkan penjelasan si Bapak.

Marni yang ikut mendengarkan lalu penasaran gimana kelanjutannya, "Nah sekarang jadinya Mereka udah pindah Pak?"

"Sebagian pindah sebagian masih bertahan."

Setelah selesai si Bapak pamit duluan karena kembali akan menemani Kakaknya mengurus persoalan tersebut.

"Ngeri juga ya sekarang kalo beli perumahan baru. Takutnya bermasalah begitu. Ribet." Salah satu Ibu-Ibu yang tadi turut mendengarkan kini mulai berkomentar.

"Iya. Kadang kepengin punya rumah. Ga mampu sampe dibela-belain nyicil eh malah sengketa begitu nambah rungsing."

"Ya udahlah. Kita-kita yang masih mampunya ngontrak, mending ngontrak aja. Paling puyengnya pas ditagih sama yang punya kontrakan setiap jatuh tempo."

"Bener tuh! Gua juga sama, apalagi Bu Haji yang punya rumah petakan Gua ya bawel bener! Telat sehari aja bisa nyap-nyap!"

"Sama dimana-mana kalo telat bayar mah pasti nyap-nyap yang punya."

"Mbak Marni baru ya jualan disini?"

"Iya Bu baru sebulan."

"Mbak Marni perasaan ga keliaran keluarganya? Situ perawan apa janda nih!"

"Wes! Beli Jamu ga usah pake nanya-nanya!"

"Loh Bude sudah balik?"

Marni terkejut kedatangan Bude Sri. Marni meriah tangan Bude Sri dan menciumnya.

"Loh jadi Marni anaknya Bude Sri?" Si Ibu yang tadi judes pada Marni mulai terlihat ga enak hati.

"Iya makanya jangan julid. Wes beli Jamu dan pulang. Ga usah ngurusi anakku mau gadis apa janda."

"Maaf Bude Saya ga tahu. Habisnya baru buka udah rame aja. Apalagi banyak Bapak-Bapak betah disini."

"Jangan asal. Yang kesini ya mau minum jamu. Sampean udah selesai belinya pulang. Jangan usil!" Bude Sri ga suka dengan omongan jahat yang mengomentari Marni.

Karema tak enak hati, si Ibu segera membayar Jamunya dan segera pergi meninggalkan lapak Marni.

"Wong lambenya jahat bener!" Bude Sri meneguk air outih yag disuguhkan oleh Marni.

"Sabar Bude. Aku gapapa. Udah biasa diomong begitu."

"Ya Bude yang ga bisa diem aja. Lambenya nyinyir banget!"

Marni tersenyum hatinya menghangat, serasa memiliki seorang Ibu. Dibela dihadapan banyak orang. Hal yang sudah alam tak Marni rasakan sejak kepergian si Mbah.

"Bude belum jawab, kok sudah balik? Memang sudah selesai?"

"Nah itu Ndok, Jualanmu masih banyak?"

"Ga sih Bude. Paling habis dikit lagi kenapa?"

"Si Sum minta Bude bawa Kamu buat bantu-bantu disana. Lah yang rencana mau bantu malah ga dateng. Lah ga kepegang sapi seekor kalo cuma Bude sama Lastri. Sum-Sum ada-ada aja. Lagi sudah Bude bilang jangan manggil si Jamilah, dia ga pernah pegang janji. Nah bener toh, sekarang udah begini malah batalin ga jadi bantuin masak."

"Ya sudah Bude. Mending habis dzuhuran Kita balik kesana. Kasihan Bude Sum. Pasti bingung. Lusa sudah acaranya."

"Iya. Kalo gitu Bude balik ke lapak dulu, Kamu juga siap-siap ya."

"Iya Bude."

Episodes
1 Penjual Jamu
2 Pelecehan Verbal
3 Penggoda
4 Main Hakim Sendiri
5 Noto Ati
6 Pamit
7 Lembaran Baru
8 Sengketa Tanah
9 Rewang
10 Dadakan
11 Dua Istri
12 Mandor Basir
13 Bubur Sumsum
14 Desas Desus
15 Jadi yang Keempat
16 Kedatangan Babeh Ali
17 Harga Barang Naik Menjelang Bulan Puasa
18 Bicara Empat Mata
19 Sabotase
20 Penggusuran
21 Luluh Lantah
22 Ga Ada Bibit Pelakor
23 Keliling Lagi
24 Pesan yang Membuat Jengkel
25 Bersitegang
26 Dua Penguasa
27 Bukan Maksud Menutupi
28 Gaya Sosialita Budget Pas-Pasan
29 Kesepakatan
30 Mengantar Pulang
31 Nyekar
32 Hasutan Mandor Salim
33 Munggahan
34 Gusti Allah Mboten Sare
35 Ramadhan Telah Tiba
36 Taraweh Pertama
37 Menangislah
38 Cobaan Rumah Tangga
39 Ribut
40 Kembali Pulang
41 Julid
42 Wonder Women
43 Diusir
44 Ojo Dumeh
45 THR
46 Banjir
47 Di Semprot Bude Sri
48 Kayak Macan
49 Bentrok
50 Sawang Sinawang
51 Baku Hantam
52 Cinta Lama Belum Kelar
53 Juminten Gak Ada Lawan
54 Menolong
55 Buka Bersama
56 Pilihan
57 Hiburan
58 Lintah Darat
59 Menjenguk
60 Pulang
61 Salah Paham
62 Menghindari
63 Apes
64 Belanja
65 Tanah Abang
66 Balas Dendam
67 Bulldozer
68 Terpaksa
69 Duo Couple
70 Kabar Berita
71 Takut Suntikan
72 Sudah Sembuh
73 Kapan Mudik?
74 Disini Saja
75 Bayar Zakat
76 Bergosip
77 Ada Yang Salting
78 Ribut Lagi
79 Cuti Lebaran
80 Akal Bulus
81 Takbiran
Episodes

Updated 81 Episodes

1
Penjual Jamu
2
Pelecehan Verbal
3
Penggoda
4
Main Hakim Sendiri
5
Noto Ati
6
Pamit
7
Lembaran Baru
8
Sengketa Tanah
9
Rewang
10
Dadakan
11
Dua Istri
12
Mandor Basir
13
Bubur Sumsum
14
Desas Desus
15
Jadi yang Keempat
16
Kedatangan Babeh Ali
17
Harga Barang Naik Menjelang Bulan Puasa
18
Bicara Empat Mata
19
Sabotase
20
Penggusuran
21
Luluh Lantah
22
Ga Ada Bibit Pelakor
23
Keliling Lagi
24
Pesan yang Membuat Jengkel
25
Bersitegang
26
Dua Penguasa
27
Bukan Maksud Menutupi
28
Gaya Sosialita Budget Pas-Pasan
29
Kesepakatan
30
Mengantar Pulang
31
Nyekar
32
Hasutan Mandor Salim
33
Munggahan
34
Gusti Allah Mboten Sare
35
Ramadhan Telah Tiba
36
Taraweh Pertama
37
Menangislah
38
Cobaan Rumah Tangga
39
Ribut
40
Kembali Pulang
41
Julid
42
Wonder Women
43
Diusir
44
Ojo Dumeh
45
THR
46
Banjir
47
Di Semprot Bude Sri
48
Kayak Macan
49
Bentrok
50
Sawang Sinawang
51
Baku Hantam
52
Cinta Lama Belum Kelar
53
Juminten Gak Ada Lawan
54
Menolong
55
Buka Bersama
56
Pilihan
57
Hiburan
58
Lintah Darat
59
Menjenguk
60
Pulang
61
Salah Paham
62
Menghindari
63
Apes
64
Belanja
65
Tanah Abang
66
Balas Dendam
67
Bulldozer
68
Terpaksa
69
Duo Couple
70
Kabar Berita
71
Takut Suntikan
72
Sudah Sembuh
73
Kapan Mudik?
74
Disini Saja
75
Bayar Zakat
76
Bergosip
77
Ada Yang Salting
78
Ribut Lagi
79
Cuti Lebaran
80
Akal Bulus
81
Takbiran

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!