Bab Empat Belas

Waktu tampak berdetak lebih lambat dari biasanya di ruang tunggu rumah sakit yang dingin. Di sudut ruangan, Kaisar dan Yusuf duduk bersebelahan, sementara Kartini berdiri tak jauh dari mereka, menggenggam erat tas jinjing yang berisi buku catatan dan sedikit uang cash yang dibawanya. Raut wajah mereka penuh dengan kekuatiran, menunggu kabar dari ruang operasi yang tertutup rapat. Suara mesin pendingin yang berisik dan aroma antiseptik yang menyengat seolah memadukan suasana tegang ini menjadi semakin berat.

Kaisar, yang duduk di sisi kiri, sesekali melirik jam tangan di pergelangan tangannya. “Sudah hampir dua jam. Kenapa lama sekali, ya?” tanya Kaisar, suaranya sedikit bergetar.

Yusuf, abang angkatnya yang terlihat lebih tenang, menghela napas panjang. "Kamu bisa tenang, nggak? Semua gara-gara kamu! Jika terjadi sesuatu dengan papa, semua salahmu!" seru Yusuf dengan suara ketus.

Kartini menghampiri mereka, wajahnya terlihat lebih pucat daripada biasanya. “Kaisar, Yusuf, jangan terlalu khawatir. Kita harus tetap berdoa dan berharap yang terbaik untuk Papa,” ujarnya dengan suara rendah, berusaha tegar meski matanya mulai berkaca-kaca.

Mama Kartini tak ingin kedua anaknya bertengkar di saat pikirannya hanya tertuju pada sang suami. Membela putra kandungnya Kaisar, pasti akan membuat Yusuf makin murka.

Entah sudah berapa kali ia mengulangi kalimat yang sama, namun ketegangan dalam dirinya semakin sulit ditahan. Hati istri mana yang tidak bergetar saat menunggu kabar tentang suami tercintanya yang sedang berjuang untuk hidup di ruang operasi?

Tak jauh dari situ, salah satu perawat melintas, dan seperti biasanya, Kaisar tidak kehilangan kesempatan untuk menanyakan keadaan Papa Wijaya. “Permisi, Bu. Bagaimana kondisi Papa kami?” Ia bertanya dengan harapan.

Perawat itu memberikan senyum kecil, meski wajahnya tidak menunjukkan tanda-tanda yang menenangkan. “Kami masih melakukan prosedur yang diperlukan, mohon bersabar. Dokter akan keluar dan memberi kabar setelah semuanya selesai.”

Kaisar mengangguk, tetapi hatinya mulai bergetar hebat. Dia kembali duduk di dekat abangnya. Yusuf memandangi adiknya itu dan berbisik, "Jangan sok kuatir. Jika kamu menurunkan egomu untuk mendengar apa yang papa ucapkan, semua tak akan terjadi."

Kaisar hanya diam, tak menjawab apa yang Yusuf katakan. Dia sadar dengan kesalahannya.

Tak lama setelah itu, suasana sunyi yang mencekam tiba-tiba pecah ketika suara langkah sepatu dokter terdengar dari ujung koridor. Semua pandangan langsung tertuju pada sosoknya yang datang dengan ekspresi serius. Wajah dokter itu tidak menyiratkan kebahagiaan, dan itu cukup membuat jantung mereka berdegup kencang.

“Selamat pagi, saya dokter Ari, dokter yang menangani operasi ayah kalian,” ucapnya. Suaranya tegas tetapi terdengar berat.

“Mau tanya, Dok. Bagaimana dengan keadaan suami saya?” tanya Kartini, suaranya semakin parau.

Dokter Ari menarik napas dalam-dalam, tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya. “Saya … saya minta maaf. Kami telah berusaha sekuat tenaga, tetapi jantungnya tidak dapat dipulihkan. Kami sudah melakukan yang terbaik. Tapi Tuhan berkehendak lain."

Satu kalimat itu seolah menghantam perasaan mereka seperti gelombang besar. Kaisar merasa dunia sekelilingnya berputar. “Tidak … Tidak mungkin!” teriaknya, berdiri dengan cepat. “Apa maksud dokter? Papa tidak bisa pergi begitu saja! Dia kuat! Papa tak akan meninggalkanku!"

Yusuf memegang tangan mamanya yang bergetar. “Bisa jadi ada kesalahan, Dok. Tolong … tolong periksa lagi!” seru Yusuf dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

“Sayang, kamu tenang,” ujar Kartini, terdengar gemetar, tetapi berusaha menahan tangisnya. Dia menarik Kaisar dan Yusuf ke dalam pelukannya. “Kita hadapi semua ini bersama. Kita tidak boleh kehilangan harapan.”

Dokter Ari hanya bisa menatap iba pada keluarga yang kini terpuruk. Dia tidak tahu harus berkata apa, terjebak antara harapan yang hampa dan kenyataan pahit yang terpaksa disampaikan. “Kami berusaha semaksimal mungkin, tetapi jantung ayah kalian benar-benar mengalami kerusakan yang parah,” ujarnya lagi dengan lembut.

Kaisar merasakan napasnya tersengal-sengal, wajahnya tampak membeku seolah kehilangan semua nyawa dalam tubuhnya. “Papa, aku belum siap kehilangan Papa,” bisiknya, air matanya mengalir tanpa bisa ditahan.

“Tidak ada yang benar-benar siap untuk kehilangan orang yang kita cintai. Tapi, harus kita ingat jika semua yang hidup pasti akan pergi,” suara dokter menggetarkan, menciptakan suasana hening yang menyedihkan. “Tapi kita punya kenangan indah bersamanya. Ingatlah, kita tidak kehilangan dia selamanya; dia akan selalu ada di hati dan pikiran kita.”

Setelah beberapa menit yang terasa seperti berabad-abad, mereka berusaha memulihkan diri dengan pelukan erat. Saat kesedihan menyesak dada, ingatan tentang Pak Wijaya – sosok ayah dan suami terbaik – datang beruntun. Kecintaannya kepada keluarga, perhatian yang tiada henti, dan tentunya kebijaksanaan yang diberikan di setiap langkah mereka.

“Mama, bagaimana kita akan melanjutkan semua tanpa Papa?” tanya Yusuf dengan suara bergetar. Dalam hatinya, dia berharap Kaisar akan menyesali semua ini. Dan merasa sangat bersalah.

Kartini melepaskan pelukannya dan menatap kedua putranya dengan penuh kasih. “Kita akan melanjutkan hidup, Nak. Papa akan selalu bersama kita dalam cara-cara yang tidak terlihat. Kita harus menjaga kenangannya dan terus berjuang dalam hidup ini.”

Kata-katanya Mama Kartini memberikan sedikit ketenangan di tengah ketidakpastian yang membelenggu. Namun, Kaisar tak bisa mengingkari bahwa kehilangan itu terasa begitu menyakitkan. “Ini semua salahku, aku tak bermaksud membuat papa meninggal!" seru Kaisar sambil menarik rambutnya.

Kartini yang melihat putranya tampak frustasi lalu mendekatinya. "Tak ada yang salah. Semua atas kehendak Allah, kita hanya menjalankan saja."

"Aku yang membuat papa meninggal. Aku yang membuat papa meninggal ...," ucap Kaisar.

Kaisar jatuh terduduk di lantai. Tangannya terus saja menarik rambutnya dengan keras. Melihat itu, Mama Kartini lalu mendekati putranya yang tampak sangat frustasi.

'Kaisar, bangunlah Nak. Dengan menangisi kepergian papa, tak akan bisa mengembalikannya. Lebih baik sekarang kita urus kepulangan jenazah papa!' ajak Mama Kartini, tetap berusaha agar sang putra tidak merasa tertekan dan bersalah.

Yusuf datang mendekati adiknya. Dia berjongkok di depan Kaisar. Menarik kerah baju Kaisar.

"Sekarang kau puas. Kau yang telah membuat papa meninggal. Apa salahnya mendengar ucapan papa!" seru Yusuf.

"Yusuf ... cukup! Semua sudah takdir dan kehendak Tuhan. Jangan saling menyalahkan," ucap Mama Kartini dengan suara pelan.

Apakah Mama Kartini tak merasa kehilangan sang suami? Tentu saja. Dia sangat sedih dan terluka. Namun, dia sadar, jika dia larut dalam kesedihan, tak akan bisa mengembalikan sang suami. Apa lagi dia melihat putranya sangat terpukul dan merasa sangat bersalah. Dia tak mau membuat Kaisar merasa sangat bersalah, walau memang ada kesalahan darinya.

"Semua salahmu. Kau yang telah membuat papa pergi untuk selamanya!" ucap Yusuf sekali lagi sebelum akhirnya pergi meninggalkan sang adik untuk mengurus administrasi kepulangan jenazah papa Wijaya.

Terpopuler

Comments

Mrs.Riozelino Fernandez

Mrs.Riozelino Fernandez

ini Yusuf terus terusan mojokin si Kaisar...biar Kaisar Down dan nantinya terpuruk,sehingga dia yang menjadi CEO menggantikan papa nya...cerdik banget kamu ya ...

2025-02-12

4

Uba Muhammad Al-varo

Uba Muhammad Al-varo

jadi setelah kejadian papa Kaisar, apa Kaisar tahu, siapa Angel yang sebenarnya dan semoga Kaisar kedepannya akan lebih baik,bisa melihat mana yang baik mana yang kurang baik dan sekarang setelah menikah dengan Haura semoga aja Kaisar yang lebih dulu mencintai Haura

2025-02-12

1

Mardiana

Mardiana

mama Kartini ibu yg tegar.... semoga mama bisa dengan sabar menghadapi perjuangan hidup anak anak untuk masa depan keluarga dan perusahaan

2025-02-12

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Bab Satu
3 Bab Dua
4 Bab Tiga
5 Bab Empat
6 Bab Lima
7 Bab Enam
8 Bab Tujuh
9 Bab Delapan
10 Bab Sembilan
11 Bab Sepuluh
12 Bab Sebelas
13 Bab Dua Belas
14 Bab Tiga Belas
15 Bab Empat Belas
16 Bab Lima Belas
17 Bab Enam Belas
18 Bab Tujuh Belas
19 Bab Sembilan Belas
20 Bab Sembilan Belas
21 Bab Dua Puluh
22 Bab Dua Puluh Satu
23 Bab Dua Puluh Dua
24 Bab Dua Puluh Tiga
25 Bab Dua Puluh Empat
26 Bab Dua Puluh Lima
27 Bab Dua Puluh Enam
28 Bab Dua Puluh Tujuh
29 Bab Dua Puluh Delapan
30 Bab Dua Puluh Sembilan
31 Bab Tiga Puluh
32 Bab Tiga Puluh Satu
33 Bab Tiga Puluh Dua
34 Bab Tiga Puluh Tiga
35 Bab Tiga Puluh Empat
36 Bab Tiga Puluh Lima
37 Bab Tiga Puluh Enam
38 Bab Tiga Puluh Tujuh
39 Bab Tiga Puluh Delapan
40 Bab Tiga Puluh Sembilan
41 Bab Empat Puluh
42 Bab Empat Puluh Satu
43 Bab Empat Puluh Dua
44 Bab Empat Puluh Tiga
45 Bab Empat Puluh Empat
46 Bab Empat Puluh Lima
47 Pengantin Pengganti Tanpa Nasab
48 Bab Empat Puluh Enam
49 Bab Empat Puluh Tujuh
50 Bab Empat Puluh Delapan
51 Bab Empat Puluh Sembilan
52 Bab Lima Puluh
53 Bab Lima Puluh Satu
54 Bab Lima Puluh Dua
55 Bab Lima Puluh Tiga
56 Bab Lima Puluh Empat
57 Bab Lima Puluh Lima
58 Bab Lima Puluh Enam
59 Bab Lima Puluh Tujuh
60 Bab Lima Puluh Delapan
61 Bab Lima Puluh Sembilan
62 Promo Novel
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Prolog
2
Bab Satu
3
Bab Dua
4
Bab Tiga
5
Bab Empat
6
Bab Lima
7
Bab Enam
8
Bab Tujuh
9
Bab Delapan
10
Bab Sembilan
11
Bab Sepuluh
12
Bab Sebelas
13
Bab Dua Belas
14
Bab Tiga Belas
15
Bab Empat Belas
16
Bab Lima Belas
17
Bab Enam Belas
18
Bab Tujuh Belas
19
Bab Sembilan Belas
20
Bab Sembilan Belas
21
Bab Dua Puluh
22
Bab Dua Puluh Satu
23
Bab Dua Puluh Dua
24
Bab Dua Puluh Tiga
25
Bab Dua Puluh Empat
26
Bab Dua Puluh Lima
27
Bab Dua Puluh Enam
28
Bab Dua Puluh Tujuh
29
Bab Dua Puluh Delapan
30
Bab Dua Puluh Sembilan
31
Bab Tiga Puluh
32
Bab Tiga Puluh Satu
33
Bab Tiga Puluh Dua
34
Bab Tiga Puluh Tiga
35
Bab Tiga Puluh Empat
36
Bab Tiga Puluh Lima
37
Bab Tiga Puluh Enam
38
Bab Tiga Puluh Tujuh
39
Bab Tiga Puluh Delapan
40
Bab Tiga Puluh Sembilan
41
Bab Empat Puluh
42
Bab Empat Puluh Satu
43
Bab Empat Puluh Dua
44
Bab Empat Puluh Tiga
45
Bab Empat Puluh Empat
46
Bab Empat Puluh Lima
47
Pengantin Pengganti Tanpa Nasab
48
Bab Empat Puluh Enam
49
Bab Empat Puluh Tujuh
50
Bab Empat Puluh Delapan
51
Bab Empat Puluh Sembilan
52
Bab Lima Puluh
53
Bab Lima Puluh Satu
54
Bab Lima Puluh Dua
55
Bab Lima Puluh Tiga
56
Bab Lima Puluh Empat
57
Bab Lima Puluh Lima
58
Bab Lima Puluh Enam
59
Bab Lima Puluh Tujuh
60
Bab Lima Puluh Delapan
61
Bab Lima Puluh Sembilan
62
Promo Novel

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!