DHIEN ~ Bab 20

......................

“Ikram itu pohon beringin nya! Lalu dimana rumah nya?” Yudi yang baru saja turun dari mobil mengedarkan pandangannya.

“Tak ada hunian, Kram! Cuma rumah masa depan, perkebunan jeruk, serta pohon beringin yang konon katanya tempat tinggal Kuntilanak dan sejenisnya!”

Ikram mengangguk, dirinya masih belum percaya. “Tapi, mana mungkin gadis manis ku tega menipu!”

Yudi menolehkan wajahnya, menatap jengah sahabatnya. “Gadis mu? Mendekatinya saja kau masih tak jua berhasil, macam mana pulak bisa mengakui dirinya?!”

“Hanya tentang waktu, nanti juga nya luluh! Nyatanya, setiap pemberianku baik itu berupa barang maupun uang, selalu diterimanya,” Ikram tetap keukeuh dan percaya diri dapat menaklukkan gadis pujaannya.

“Itu karena nya tipe cewek materialistis! Tak mau orangnya, tapi doyan uangnya!” cibir Yudi.

“Meutia bukan wanita macam tu, tetapi realistis! Sebab, nya paham betul tak akan kenyang bila hanya makan cinta.”

“Lagi pula, tak ada namanya wanita materialistis bila di tangan pria yang benar tulus mencintai serta menginginkannya! Aku sendiri ikhlas menghujani dirinya dengan perhatian serta hadiah kecil, tak lupa juga selalu menyisipkan uang jajan, dan ketika dirinya menerima tanpa rasa sungkan, hati ni dipenuhi bunga setaman.”

“Kau tengok tu!” Yudi menaikan dagunya, menatap hamparan bunga. “Dirimu ... bila selepas menguntit Meutia, macam kembang kuburan tu! Penuh aneka warna, sampai sering ku bergidik ngeri melihat mu macam orang gila!”

“Terserah kau!” Ikram membuka sepatunya lalu masuk ke area pemakaman.

“Mau apa kau masuk ke sana, Ikram?” Yudi menggeram sambil menggeleng kepala, tidak punya pilihan lain, selain ikut melangkah dibelakang Ikram.

Ikram terus berjalan seraya menatap satu persatu tulisan di batu nisan, sampai netranya membaca nama Abdul Siddiq, hatinya bagai diremas, netranya langsung berkaca-kaca.

“Assalamualaikum, calon Ayah mertua. Perkenalkan saya Ikram Rasyid, calon menantu Anda.”

‘Ya Tuhan, salah apa aku ni, sehingga punya teman macam Ikram?’

Laki-laki berumur 24 tahun itu melantunkan doa yang diperuntukkan bagi ayah gadis idaman hatinya, selepasnya ia kembali masuk mobil.

"Ternyata calon istriku sudah tak punya Ayah, pantas saja nya terlihat murung bila hendak pulang kampung.” Ikram menghela napas panjang.

“Entahlah, Kram. Sudah habis kata aku ni, mau bersuara pun hanya sampai di tenggorokan saja! Tapi, ku sarankan ini ya … jangan melambungkan harapan setinggi langit, nanti bila semesta tak merestui, kau langsung menghantam dasar bumi!”

“Ada banyak jalan menuju Roma, beragam pula cara mendapatkannya, bila dengan perhatian tak mempan, masih bisa ku usahakan merayu Tuhan di sepertiga malam.”

“Dasar hamba cinta! Jalan lah lagi!”

.

.

“I-n-i … ini. B-a-p-a-k … Bapak. B-u-d-i … Budi.”

“Jadi di baca; Ini Bapak Budi!”

“Enak betul ya jadi Budi, disebut terus namanya dalam buku. Mengapa pulak Mamak ku tak menamai itu saja!” Ayek protes.

“Mungkin saja, sewaktu Mamak kita mengandung, belum ada tu si Budi,” balas Danang.

"Bisa jadi sih!” sahut Rizal.

Ketiga anak laki-laki itu sedang duduk di bangku kayu depan halaman rumah Ninik.

“Wee ada mobil bagus! Siapa kira-kira?” Ayek berseru seraya memperhatikan laju mobil Kijang yang mendekati mereka.

Kaca mobil pun dibuka. “Dek, boleh Abang bertanya?”

“Wihh ... bau duitnya tajam sangat,” bisik Rizal yang ada dibelakang Ayek.

“Mau tanya apa, Bang?”

“Tahu tak, di mana tempat tinggalnya Bapak Abdul Siddiq?”

Ayek terlihat berpikir keras, sampai keningnya mengernyit dalam. “Sebetulnya tu nama orang apa jalan atau Pahlawan, Bang?”

“Orang lah, Dek!”

“Tak tahu lah kami! Tapi, bila nama jalan … tinggal lurus saja, sampai bertemu sungai pasir. Nah, di sana ada nama yang Abang cari!” Danang maju, memberikan informasi yang menurut mereka akurat.

“Lebih baik kita balik saja, Kram! Takutnya malah kehabisan bahan bakar. Payah urusannya nanti!” Yudi memberikan peringatan.

“Kita coba laju sedikit lagi, siapa tahu ketemu!”

"Kalau kehabisan bahan bakar, isi aja dengan minyak lampu, Bang! Ada kok di warung-warung!" Ayek menyahuti perkataan Yudi.

Ikram yang memiliki kesabaran seluas samudera hanya mengulas senyum ramah. "Beda lah, Dek! Tak bisa minyak tanah dijadikan bahan bakar mobil."

"Oh ... Macam tu ternyata," sahut Trio Cebol bersamaan.

“Terima kasih, Dek!” Ikram kembali menutup jendela mobil, sebab jalanan sangat berdebu.

Selepas kepergian mobil berwarna biru tua itu, tiga anak laki-laki tadi jadi berdiskusi.

“Abang tadi tanya nama Bapak Abdul Siddiq, ‘kan? Sepertinya nama tu tak asing,” Danang mencoba menggali memorinya.

“Siddiq … bukannya tu nama belakangnya Bang Agam, ya?” Rizal ikut bersuara.

“Betul Wee! Tapi, ya sudahlah … terlambat betul kita tahu nya. Ini gara-gara si Budi, jadi tak fokus kitanya! Tak jadilah aku ingin nama tu, ternyata si Budi bisa menyesatkan juga!”

Ayek bergidik, kembali mereka belajar lancar membaca, tetapi terganggu lagi dikarenakan kedatangan sebuah mobil.

“Wee … ayok mancing!” Meutia turun dari bak pickup, yang dikemudikan salah satu pekerja abangnya.

Pakcik menurunkan joran, karung beras lumayan besar yang entah berisi apa. “Ini, Nak!”

“Terima kasih, Pakcik!”

“Tia, bantu aku turun!” Nirma kesusahan kala hendak turun dari bak mobil.

“Kau ni menyusahkan saja! Tinggal lompat pun tak pandai!” Meutia meraih tangan Nirma, membantu gadis itu turun.

“Habislah kita Wee! Macam mana bisa, Kak Tia selalu tahu keberadaan kita?”

"Mungkin nya calon Dukun sakti!" Rizal menanggapi pertanyaan Ayek.

"Cakap apa tadi? Mengapa mulut kalian macam induk Ayam yang habis bertelur? Komat-kamit tak jelas!" Meutia menatap sengit ketiga muridnya.

"Tak ada, Kak. Ayo ... kita pergi memancing!"

.

.

“Satu ekor saja cukup kelihatannya, tapi aku bawa 5 tali tambang. Apa semuanya ku pakai saja ya?”

“Jangan serakah Dhien! Tak elok meniru sifat tamak keluarga ayah mu tu!”

“Betul juga tuh. Cukup mereka saja yang jadi titisan Fir'aun, diri ni jangan sampai! Ayo kita duit kan kau, Lembu!”

Dhien mulai menarik tali tambang yang sudah di ikatkan pada leher Lembu, lalu dirinya berjalan pasti, tapi baru lima langkah kembali lagi mendekati kawanan hewan berkaki empat itu.

“Sudah sampai sini dan sejauh ni, sayang kali kalau tak dimanfaatkan semaksimal mungkin! Ibarat kata, bila tergelincir dalam genangan air berlumpur, akan lebih bagus mencebur sekalian saja … biar tak setengah-setengah mengotori baju!”

Dhien kembali mengeluarkan tali tambang, lalu mengulang mengalungkan di leher Lembu.

“Ayo uang-uangku! Jangan malas melangkah, biar aku cepat kaya … ha ha ha!”

Berjalan berkilo-kilo meter, menarik dua tali kekang, sesekali berhenti bila Lembu hendak makan rumput, Dhien juga akan mengeluarkan mangkuk plastik sedikit cekung dan mengisinya dengan air putih yang ia bawa serta dalam tas.

“Sedikit lagi sampai, panasnya bukan main! Sama persis macam hati nenek titisan Fir'aun nanti, sewaktu mendengar kabar kalau Lembu nya hilang.” Janda perawan itu menyeka keringat di kening, duduk dibawah pohon kayu jati.

Setelah Lembu selesai merumput, Dhien kembali berdiri dan mulai jalan lagi. Setelah melakukan perjalanan kurang lebih satu setengah jam, melewati perkebunan karet serta pohon jati, kini dirinya sampai di rumah agen yang biasa menjual-beli hewan ternak.

Sosok layaknya juragan berkumis tebal, perut buncit itu memperhatikan penampilan Dhien dengan saksama.

“Betul ni Lembu punya mu, Dek? Bukan hasil maling ‘kan?”

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Mommy'ySnowy 💕

Mommy'ySnowy 💕

pinter kgk d jual k bang agam,, biar gk d ketahuan yg punya/Facepalm/ klo pas lihat lembunya d kandang bang agam psti nnek sihir itu tantrum berlebihh sma dhien,,,

2025-02-15

2

Reni

Reni

astaga Dhien kenapa cuman 2 😬😬 coba 5 sekalian 😅🤣😂

2025-02-15

1

bunda fafa

bunda fafa

habislah ikram haha.. hbs dikerjain si dhien yg pada akhirnya membuat ikram ziarah ke makam camer skr tanya ke trio cebol.. entah nyasar kemana lg hbs ini.. cinta mmg butuh perjuangan ya kram hehe..

2025-02-21

1

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!