DHIEN ~ Bab 18

Tak cukup bermodalkan mulut tajam, dan tenaga bak tukang pukul, kau juga harus memiliki sedikit harta. ~ Nur Amala.

......................

Kejadiannya begitu cepat, sekilat tangan Wahyuni menyentak cengkraman tangan Nek Blet pada lengan Emak Inong, lalu menarik Ayie sampai berhadapan dengan ibunya sendiri.

PLAK.

Tamparan keras itu bukan mengenai sang menantu, tetapi putri kandungnya sendiri.

Dhien yang kalap, sampai tidak mampu berpikir, lantas mengayunkan tangannya.

PLAK.

AKH ....

Nyaris bersamaan, dua wanita berteriak kesakitan.

Pipi Ayie memerah akibat tamparan Nek Blet. Sudut bibir Winda berdarah, tenaga Dhien bukan main kuatnya menampar bagian samping pipi dan mulut sepupunya.

“Maaf, Nak. Mamak tak sengaja!” Netra Nek Blet berkaca-kaca, seumur hidup baru kali ini dia menyakiti Ayie, walaupun tidak sengaja.

“Mamak, Nenek!” Winda mengadu seraya menyeka setitik darah di sudut bibirnya, lalu memeluk sang ibu yang sedang didekap oleh Nek Blet.

Wahyuni merangkul Emak Inong, mereka mundur beberapa langkah.

“Berani kau menyakiti cucuku?!” Jari telunjuk berkulit keriput itu bergetar menuding wajah Dhien yang berdiri satu langkah dihadapannya.

“Mengapa tak berani? Membunuhnya pun aku bernyali! Nenek sendiri menangis karena tak sengaja mengasari Bik Ayie. Lantas, mengapa aku harus menjaga diri bila ada yang ingin menyakiti Emak ku!” Dhien menatap penuh benci.

“Seandainya saja tadi Nenek berhasil menampar Emak ku, mungkin saat ini rumah sakit lah tempat mu dirawat. Bisa jadi juga, tertidur dalam timbunan tanah!” Nada suara Dhien bergetar dikarenakan amarah yang memenuhi dada.

“DHIEN! Keterlaluan kau!” Zulham maju, siap membela sang nenek, sekaligus hendak menyakiti adiknya.

“CUKUP! Jangan sampai ku panggilkan Polisi kesini!” Hasan berseru lantang, menghentikan niat jahat Zulham.

Nek Blet dan lainnya tentu takut, belum pernah mereka berurusan dengan pihak berwajib dikarenakan tindakan kriminal, dulu cuma sekali sewaktu meninggalnya Syamsul, itupun perihal urusan kelancaran pencairan uang kematian.

“Pulang sana! Rumah ni sudah berganti pemilik! Bila tetap ingin direcoki, berarti urat malu kalian sudah putus!” tanpa sungkan Dhien mengusir keluarga durjana.

“Ku sumpahi hidup kau penuh kesialan, Dhien! Persis julukan mu selama ni, Wanita Pembawa Sial!” Ayie menyumpah serapah, dirinya masih tidak terima terkena tamparan menyasar.

CUIH.

Dhien meludah tepat di samping kaki bibinya. “Sebelum menyumpahi ku, harap berkaca terlebih dahulu! Manusia tak beriman seperti mu, apa pantas mengatai bahkan mendoakan diri ku? Sholat pun setahun sekali, tu juga dikarenakan mau pamer mukenah baru! Bibik … Bibik, kau dan laki mu yang modal Totong (Burung) tu, betulan Benalu!”

UHUK.

Hasan terbatuk-batuk mendengar kalimat sarkas sahabat istrinya ini, yang kalau berucap sering membuatnya menahan napas, tidak jarang juga malu sendiri.

Wahyuni mengulum senyum, sedangkan Emak Inong menunduk menyembunyikan wajahnya.

‘Kau lihat Bang! putri kita setangguh nama pemberian mu.’

Berduyun-duyun Nek Blet dan para antek-anteknya masuk ke dalam mobil minibus, mereka datang dengan wajah sangar, lalu pulang membawa rasa kecewa serta geram.

Selepas kepergian para perusuh, Dhien memeluk ibunya, mengecup sayang kening wanita yang rambutnya sudah banyak uban.

“Semuanya telah usai, Dhien! Kau hebat, berhak bahagia dan berdiri di atas kakimu sendiri! Masih sulit percaya, bila sahabat ku tak lagi memilih diam serta menahan diri.” Wahyuni menyeka air matanya, dirinya terharu sekaligus berempati terhadap nasib buruk sahabat dari masa dalam kandungan ibu mereka.

Dhien melerai pelukan ibunya, lalu berganti mendekap sahabatnya. “Mengapa tak memberi kabar kalau pulang kampung, Yun?”

"Kau sendiri juga sama saja! Bukannya mengabari ku lewat surat atau telepon umum, malah mengambil tindakan penuh resiko!” Wahyuni mengeratkan pelukan mereka.

“Jantungku hampir copot, sewaktu Bang Agam menceritakan tentangmu, Dhien! Diri ini merasa bersalah dan tak berguna. Seandainya saja kita tinggal berdekatan, pasti aku ikut serta membantai si Fikar!” Wahyuni berkata lirih sembari mengusap punggung Dhien.

Dhien menyudahi acara pelukan mereka, jemarinya menghapus air mata di pipi Wahyuni.

“Mana bisa macam tu, kau harus menjadi sarjana tepat waktu! Lagipula ada keponakan ku yang perlu kau utamakan lebih dulu. Sungguh tak mengapa, jangan merasa bersalah, Yun! Sudah ada Mala, serta biang rusuh Meutia yang membantu ku!”

“Siron sekarang sama siapa, Yun?” tanyanya setelah selesai menghapus air matanya sendiri.

“Tadi digendong neneknya, mungkin sekarang dijadikan mainan oleh Makwa (Tante) Meutia nya!” Wahyuni tertawa kecil, adiknya itu memang paling suka menjadikan sang anak layaknya boneka.

Dhien dan lainnya ikutan tertawa dengan air mata masih berderai.

“Kertas ni mau diapakan, Dhien?” Hasan kembali mengeluarkan kwitansi yang tadi dimasukkan kantong lagi.

“Bakar saja!” seru Wahyuni dan Dhien bersamaan.

“Nanti malam selepas Isya kau dan Emak harus datang ke acara makan-makan di balai ya? Awas bila tak hadir!” Wahyuni pura-pura mengancam.

Sudah menjadi kebiasaan keluarga Siddiq, bila anggota mereka berkumpul lengkap, maka akan mengadakan makan bersama tetangga di bangunan samping rumah yang dulu dijadikan tempat mengaji anak-anak sebelum memiliki masjid besar.

“Baiklah. Kami pasti datang!”

“Harus tu! Oh ya … hampir saja lupa.” Wahyuni mengambil plastik berlogo toko baju yang tadi diletakkannya di bawah pohon bunga asoka.

“Ini oleh-oleh dari kota Provinsi!”

Emak Inong yang menerima pemberian dari Wahyuni. “Terima kasih ya, Nak! Setiap kali kau pulang, pasti ada saja yang dibawa untuk kami!”

“Hanya bingkisan kecil, Emak! Lagipula wajar kan, bila seorang anak memberikan sesuatu untuk ibu dan saudaranya?”

“Sangat wajar,” Hasan yang menjawab, lalu mereka berpamitan.

Wahyuni adalah sahabat Dhien, saat ini dia sedang melanjutkan pendidikan yang tinggal sebentar lagi akan lulus . Dia dan sang suami untuk sementara waktu tinggal di Ibu Kota. Wahyuni menikah muda, dan memiliki seorang putri berumur hampir satu tahun, Siron namanya.

.

.

Malam hari di balai panggung rumah bang Agam, sudah tergelar tikar daun pandan, gelas, piring serta sendok tersusun rapi, lampu petromak menerangi ruangan papan berdinding seperempat, dan beratap daun rumbia.

"Assalamualaikum.”

"Walaikumsalam.”

“Tumben kau ikut datang, Nirma? Tak takut kah bila kulit selembut daun jambu bol penuh bintik-bintik tu digigit Nyamuk?”

Nirma mendengus, ia juga pulang kampung selama liburan semester. “Aku sudah bawa Autan.”

“Tumben pintar kau, biasanya cuma bisa mengeluh tanpa mau mencari solusi, merepotkan Kak Mala, saja!”

Nirma menatap sosok yang berdiri diteras rumah sambil bersedekap tangan. “Kau ni kenapa sih, Meutia? Bila cakap dengan ku pasti bilang, tumben-tumben terus?!”

“Ya karena kau memang ada kurang-kurangnya, jadi aku heran bila kau menjadi sedikit pintar, ingat ya cuma sedikit! Tak sedang apalagi banyak!”

“Astagfirullah. Nyak! Tengok lah anak gadismu ni! Bukannya membantu malah sibuk berkicau nya!” Wahyuni yang sedang mengangkat ceret berisi teh hangat itu menggeleng kepala melihat kelakuan adiknya.

“Bukan salah Tia, Nyak! Abang tu yang jahat! Enggan membawa Samson berobat! Tia kan jadi sedih, tak tega melihat anaknya sekarat!” Meutia meraung layaknya anak yang habis dipukul kayu oleh ibunya.

"Dhien bila kau ingin cepat maju agar bisa membalas mereka si pemberi luka, tak cukup bermodalkan mulut dan tenaga saja! Harus memiliki kendaraan ataupun pegangan sedikit harta, agar memuluskan jalannya!” Mala yang duduk di pojokan memberikan saran.

“Betul. Memang tu yang sedang ku rencanakan, Mala! Doakan ya, agar aku berhasil Merampok!”

.

.

“Kak, boleh kami bertanya? Tau tak, dimana tempat tinggalnya Bapak Abdul Siddiq?”

“Siapa kau?”

“ Perkenalkan, nama saya Ikram Rasyid.”

.

.

Bersambung.

Cie ... Cie ... yang kemarin nungguin babang Ikram mana nie suaranya? Mana ada yang mau nikung juga😁😁😁😁

Doakan ya Kak, supaya Dhien sukses merampoknya ... 🤲✌️😁😁😁

Terpopuler

Comments

Triana Mustafa

Triana Mustafa

baru tau nama panjang ikram Rasyid...pasti mau melamar

2025-02-14

1

Mommy'ySnowy 💕

Mommy'ySnowy 💕

dhien tak tanggung2 mncari materi buat balas dendam dgn merampook,, rmh siapa lg yg akn jd targetmu...?🤣 pastilah bang agam,suami qu tuhhh... ehh ehh salah,, akaknya tia tuu dermawan scra gemar membantu yg bner2 mmbutuhkan.. psti dah dy garda trdepan bagi wrga yg membutuhkn...🤗🥰

2025-02-14

3

Mommy'ySnowy 💕

Mommy'ySnowy 💕

arrgghh untung aja,, selamet mak inong... /Proud/

2025-02-14

2

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!