DHIEN ~ Bab 15

Kita sama-sama tak punya Ayah, bisa jadi itu cara-Nya ... Mendekatkan kita, agar bisa saling menjaga.

...----------------...

Mau tidak mau Meutia harus ikhlas meninggalkan si Samson untuk sementara waktu, motor yang tengah sekarat itu dibiarkan tetap terbalik.

“Lewat sini saja! Tia, tak mau melangkah lebih jauh lagi!” Meutia keukeuh meminta mengambil rute melewati bekas pembakaran ilalang.

“Ya sudah!”

Dhien dan lainnya mengalah, mereka satu persatu keluar dari parit dengan saling tolong-menolong mengulur dan menarik tangan.

Kaki ke enam orang itu sudah dipenuhi abu, apalagi ini musim kemarau yang sama sekali belum ada turun hujan.

“Kak, Mala!” Tia menyamakan langkahnya dengan Amala. “Nanti bila Abang tanya tentang Samson, Kakak yang jawab ya!”

Amala berhenti, keningnya mengernyit dalam. “Kenapa aku?”

“Cuma dengan Kakak lah Abang akan menurut! Kalau sama Tia pasti ujung-ujungnya … si Samson bakalan disimpan dalam gudang.”

“Mengapa bisa macam tu? ‘Kan Tia, yang jadi adiknya Bang Agam.”

“Is is … Kakak ni, betulan tak peka atau memang sedikit PAOK sih? Sudah sangat jelas loo, kalau Abang tu_”

“Tia! Kau yang berulah, maka sudah sepatutnya dirimu lah yang bertanggung jawab!” Dhien menyela, menghentikan kalimat rahasia.

Meutia mencebik, wajahnya bertambah jelek saja. “Maksudnya tu, Kak Mala yang jawab, lalu selebihnya … Tia lah si penanggung jawab.”

“Bisa nya rupanya macam tu, Kak?” Danang bertanya.

“Mana bisa. Pasti hanya akal-akalan Kak Tia saja!” tuduh Ayek.

“Apa kau cakap? Rasakan ni!” Sekuat tenaga, Meutia melompat tinggi lalu menjejak tanah, membuat serpihan abu berterbangan.

BUM.

“Astagfirullah … Meutia!” Dhien berteriak, lainnya terbatuk-batuk, sedang si tersangka sudah lari terbirit-birit.

Ha ha ha ….

BUGH.

“Ayah!” Sosoknya kembali terjengkang, lantaran tidak memperhatikan jalan, dan dirinya yang mundur kebelakang tersandung tunggul lumayan besar.

Saking kesalnya, Meutia bangkit lalu menendang batang kayu tadi, berakhir dirinya yang mengadu kesakitan.

“Kualat kau tu! Jadi anak gadis bukannya kalem, tapi bertingkah terus! Terkadang aku suka memikirkan siapa jodohmu kelak, Tia. Apa ya ada yang tahan dengan sikap anehmu ni?” cibir Dhien yang sudah berdiri di sebelah Meutia.

Meutia berjalan terpincang-pincang, mulutnya terus menggerutu.

“Berani pijak lah lagi tu abu, langsung ku banting kau, Tia!” ancam Dhien kala menatap kaki Meutia yang sudah siap-siap hendak melompat lagi.

“Ayah! Kak Dhien jahat! Tolong nanti malam datang ke mimpinya, takutin dirinya sampai terkencing-kencing!”

“Kau tak lupa ‘kan? Kalau Bapak kita sama-sama telah tiada? Sebelum Ayah Abdul datang, sudah dihadang oleh Ayah Syamsul, berantam lah mereka, sampai lupa apa tujuan sebenarnya, dan terakhir bakalan dipisah oleh Bapak Abidin!”

“Ternyata kita senasib sepenanggungan ya, Kak! Sama-sama tak punya Bapak, mungkin ini cara Tuhan mendekatkan kita, agar bisa saling menjaga … Alamak, bisa juga kau cakap dewasa Tia! Sudah pantaslah menikah muda macam Kak Wahyuni!” pujinya pada diri sendiri.

Dhien yang tadi mau memuji, malah tidak jadi kala mendengar kalimat terakhir Meutia. “Kau menikah muda? Alamat masuk rumah sakit jiwa lakik mu nanti!”

“Cepat lah kalian bersih-bersih, lalu kita menyebrangi sungai!” Mala menengahi.

Dhien dan Mala menuruni jalan sedikit menanjak, dibawah sana ada meja papan dengan cagak terendam air sungai, yang biasa digunakan para warga untuk mencuci baju.

“Lah … mana si gila tu?” Dhien menoleh kebelakang.

“Tia!”

Terlambat, sosok hitam bagai arang itu sudah bersiap-siap hendak terjun bebas dari titi gantung, dia mengikat ujung hijab segi empat nya di belakang leher, sandal gunungnya pun tidak dilepaskan.

“Ayo Kak! Satu … dua … tiga ….

BYUR.

Meutia dan ketiga anak Kurcaci terjun lalu menyelam di sungai berair jernih.

“Dia anak orang bukan sih, Mala? Heran kali ku tengok nya!” Dhien menggerutu seraya membasuh lengan serta kaki.

Mala yang sudah selesai membasuh wajah pun menjawab. “Entahlah! Tapi, kalau tak ada nya didekat kita, sepi rasanya.”

Dhien mengangguk, mereka duduk di papan, kaki dimasukkan ke dalam air seraya memperhatikan Meutia dan lainnya berenang sesekali menyelam.

“Dhien … buku nikah mu di mana? Tak ketinggalan ‘kan? Terus macam mana dengan sepedamu …?” tanyanya Amala beruntun.

“Dalam plastik tu ada kedua buku nikah!” Tunjuk Dhien pada kantong hitam terikat kuat yang sedari tadi dibawahnya terus. “Sebelum berulah, sepeda sudah ku titipkan pada tetangga. Besok nya antar kerumah!”

“Alhamdulillah,” Amala bernapas lega .

“Apa rencanamu setelah ni?”

Dhien tersenyum culas, ekspresinya penuh maksud tersembunyi, lalu dia menceritakan rencana yang sudah tersusun sempurna.

“Kau yakin hendak melakukannya sendirian? Tak butuh bantuan ku?”

“Untuk yang satu tu, tak perlu. Tapi, setelahnya aku butuh kau temani, Mala!” ucapnya seraya menatap hangat wajah sang sahabat.

“Pasti ku temani!”

***

Sementara di tempat lain.

“Nek Blet! Kembalikan kambingnya! Kalian sudah membohongi kami!” Ramlah berteriak di depan teras rumah Nek Blet.

Ayie dan Winda bergegas keluar, betapa terkejutnya mereka melihat Ramlah dan kedua anaknya yang berdiri sambil berkacak pinggang. “Ada apa ni? Masuklah dulu! Malu di lihat tetangga!”

Ramlah pun mengalah, tentu dirinya tidak mau dikatai oleh para tetangga.

Begitu sudah duduk pada sofa ruang tamu, datanglah Nek Blet bersama Indri, sedangkan Idris serta Zulham sedang sabung ayam di kota kecamatan.

“Apa maksud kau ingin mengambil kembali Kambing seserahan, Ramlah?”

“Aku merasa telah dibohongi! Ternyata Dhien bukanlah sosok penurut, tetapi perusuh, penjahat, serta tukang mengamuk! Habis barang-barang mahal ku nya hancurkan!” adu nya menggebu-gebu, lalu menceritakan kejadian beberapa jam lalu.

“Tak bisa macam tu! Walau bagaimanapun, si Fikar sudah menggaulinya. Maka, seserahan pernikahan tetap menjadi milik kami!”

BRAK.

Fikar menggebrak meja kayu lapis kaca.

“Karena cucu kau tu, Burung ku nyaris cacat! Bukan cuma tu saja, teras kami pun ambruk! Bila kalian enggan mengembalikan Kambingnya, jangan salahkan kalau ku bakar sekalian kandangnya!” ancamnya tidak main-main.

Tentu Nek Blet takut, tetapi tetap keukeuh ingin mendapatkan bagian, setelah perdebatan alot nan panjang. Kesepakatan pun telah diputuskan, Ramlah hanya membawa satu ekor Kambing saja.

Selepas kepergian Ramlah dan anak-anaknya.

“Kurang ajar anak pembawa sial tu! Selalu saja berulah dan tak bisa diarahkan!” Tangan tua nya terkepal erat, Nek Blet sungguh murka.

“Sudah Mak, tak baik emosi macam tu! Nanti kambuh darah tinggi Mamak! Lagipula kita juga masih punya 9 ekor Lembu dari uang asuransi Bang Syamsul.” Ayie mencoba menenangkan sang ibu dengan mengusap pundaknya.

“Indri, Winda. Kalian ikat betul-betul tu Kambing, jangan sampai lepas apalagi hilang! Sial betul, harusnya menambah harta kita, ini malah berkurang karena Dhien!”

“Wanita pembawa sial tu masih tak tahu ‘kan, tentang uang kecelakaan? Si Inong sampai sekarang masih tutup mulut ‘kan?” entah mengapa hatinya menjadi tidak tenang, Dhien yang sekarang seperti sosok lain, lebih pembangkang.

“Beres, Mak! Selama Zulham masih di pihak kita, Inong takkan berani buka suara!” ucapnya begitu yakin.

.

.

“Ya ampun! Baru sehari menikah, sudah menjanda saja kau! Apa betul dirimu hamil anak laki-laki lain, Dhien? Sehingga langsung diceraikan oleh si Fikar ...?”

.

.

Bersambung.

Kakak ... Setuju tidak ya, kalau kisah Dhien ini, saya selipkan sedikit perjalanan cinta Meutia dengan Ikram? Tapi, tetap alur Dhien yang dominan, mereka hanya sisipan saja✌️😁

Terpopuler

Comments

ora

ora

Setuju. Tapi bisa-bisa tambah terbakar hatiku nanti. Gimana Ikram yang sekalem itu bisa cinta dengan Meutia perempuan yang sangat berisik✌️😆😁🔥🔥🔥🥰

2025-02-12

4

Reni

Reni

wahhhh nek blet ternyata maling hemmmm itu sebagian bukannya hak Mak Inong dan Dhien ya uang asuransi nya walah walahhhhhh

setuju kak biar disisipin cerita Meutia biar sering senam perut 🤣😅😂

2025-02-13

1

SR.Yuni

SR.Yuni

Thor kalo sudah keluar Paokmu aku jadi inget dulu jaman kerja di Kepri suka dimaki2 senior dengan kata2 PAOK...lantak....awalnya kesel tapi lama2 jadi bercandaan juga😀😀

2025-02-12

3

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!