DHIEN ~ Bab 13

Kacuk mu tu, macam pisang Ulin, kecil, pendek, bantat.

......................

Selepas kepergian pak RT, kedua pemuda tadi masih di sana, mengawasi dan memastikan keadaan aman terkendali.

Dhien, Amala, dan juga Meutia, mulai berdiri, berjalan keluar rumah melalui pintu depan, lalu melangkah menuju bangunan belakang.

“Mengapa tak sekalian si Samson kau sangkutkan ke atap rumah saja, Tia?” tanya Dhien seraya menatap sebagian bodi motor warna kemerahan yang masih tertimpa seng.

Meutia mengedikkan bahunya, bibirnya mencebik. “Berakhir Tia juga ikut nyangkut gitu ‘kan, maksud Kakak?”

“Tumben pintar kau!”

“Dhien! Kita perlu bicara, Ikut aku!” Fikar menarik tangan Dhien, tetapi langsung ditepis kasar.

“Ingat status, Fikar! Kita sudah mantan, haram bagimu menyentuhku!” Dhien menatap nyalang manik hitam mantannya.

“Tia!” Mala menggeleng pertanda tidak setuju, menarik temannya agar sedikit menjauh. “Biarkan saja! Dhien pasti bisa mengatasinya, kita cukup mengawasi saja!”

Meutia membungkuk, mengambil batu sedikit besar untuk jaga-jaga.

“Jangan sok suci! Padahal aslinya murahan! Lagipula talak dariku masih dua kali, berarti belum SAH!” Fikar mencemooh.

Dhien menatap sekeliling, dimana ada sahabat nya dan dua pemuda yang sedang memantau, Suci dan Ramlah berdiri di pintu dapur.

“Aku rasa ada yang konslet dengan otak mu, Fikar! Daya ingatan mu betul-betul payah! Jelas-jelas kau semalam berulang kali menjatuhkan talak, atau … jangan-jangan dirimu ketagihan ya dengan punyaku?”

“Mimpi kau! Lobang longgar macam tu, mana bisa memuaskan ku!” sanggah Fikar.

“Lalu apa kabar Kacuk mu yang hanya sebesar Burung Emprit, menggigit saja tak, cuma geli-geli saja! Bodoh betul para korbanmu di luaran sana, atau mereka memang tak bisa membedakan mana Pisang Tanduk dengan Pisang Ulin!”

Kumis Fikar naik turun, matanya terbelalak dengan hidung kembang kempis. “Kau menyamakan Kalajengking ku dengan pisang Ulin?”

“Ha ha ha … Kuntul pendek, bantat macam tu kau namai kalajengking? Percaya diri sekali kau, Fikar! Jangankan mengentup, bergerak saja nya kesusahan, dikarenakan terlalu cebol!” Dhien tersenyum sinis seraya menatap area sensitif si Fikar.

“Kurang ajar! Sudah sepantasnya memang aku menceraikan wanita pembawa sial macam kau ni! KU CERAIKAN! KU CERAIKAN KAU DHIEN!” Tangannya sudah terangkat tinggi, siap menyakiti.

"Bang Fikar! Tadi, kau sudah berjanji untuk tidak menggunakan kekerasan, jadi tolong jangan memancing keributan!” Peringat salah satu pemuda.

Fikar langsung menurunkan tangannya, dirinya sangat berang di hina habis-habisan. “Pergi kau dari sini! Muak kali ku tengok wajah mu tu!”

Dhien tersenyum remeh. “Siapa juga yang mau berlama-lama dengan orang macam kau! Sudah jelek, minim akhlaq, kebanyakan gaya, punya Burung pun, pendek pula. Sama sekali tak ada istimewanya kau, Fikar!”

Dhien melengos, melangkah lebar, lalu kakinya yang terbalut sandal bertali, menendang pintu kayu yang engselnya sudah berkarat.

BRAK.

Seketika daun pintu roboh, Dhien menginjak pintu papa itu, masuk kedalam rumah demi mengambil plastik berisi barangnya.

Semua yang ada di sana terbelalak, menahan napas, kecuali Meutia dan Amala.

“Tak dapat kubayangkan, kalau punya binik macamnya, salah sedikit nyawa taruhannya!” Pemuda tadi bergidik ngeri.

“Sebelum roh terpisah dengan raga, Peli kita pun pasti dipotong paksa, kalau sampai berani mendua!” balas pemuda lainnya.

“Makanya, punya mata tu dijaga! Jangan gatal menatap wanita yang bukan pasangannya! Mending kalau kalian kaya, ini udah kere, bertingkah pula!” Meutia ikutan mencibir, yang langsung membuat kedua pemuda tadi terdiam.

“Sudah semua? Tak ada yang ketinggalan ‘kan?” Mala bertanya pada Dhien.

“Tak. Ayo pulang!”

“Samson macam mana nasibnya, Kak?”

Dhien menghela napas panjang, lalu mendekati motor Meutia yang masih tertutup atap seng.

Dengan dibantu oleh Amala, Meutia dan kedua pemuda tadi, akhirnya Samson terbebas dari seng dan kayu.

“Terima kasih ya, Bang. Ingat pesan ku tadi! Kalau mau pusaka kalian aman, ya jangan berulah!” seru Meutia, kemudian mengengkol motornya.

Dhien duduk di gerobak bagian tengah, Amala pada jok belakang, mereka pulang tanpa berpamitan dengan penghuni rumah.

.

.

Selepas kepergian Dhien dan kedua pemuda desa.

Ramlah histeris. “Mamak kira mendapatkan babu gratis, tak tahunya membeli Kucing dalam karung! Kalau macam ni ceritanya, rugi Bandar kita!”

“Nanti kita minta balik Kambing nya, Mak! Sekarang ayo, cari dimana si gila tu mengubur barang-barang kamar mandi!” Suci bergegas mengambil cangkul yang ada di meja bambu panjang samping rumah.

“Daripada Abang berdiri macam orang bodoh, lebih baik bantu kami menggali tanah!” pinta Suci.

Fikar menggali gundukan tanah yang terlihat masih basah, Ramlah dan Suci mengais-ngais seperti pemulung yang sedang mencari harta karun dalam gunungan sampah.

“DHIEN!” Ramlah menjerit, kala membuka handuk yang berisi pecahan piring, gelas dan mangkuk.

Menggunakan batu gilingan, Dhien menghancurkan barang pecah belah, lalu membungkusnya dengan handuk yang tergantung pada belakang pintu kamar mandi, tidak ketinggalan sikat gigi dia patah jadi dua.

“Lihat ini, Mak!” Fikar baru keluar dari semak-semak, membawa drum air berwarna biru, yang bawahnya habis ditusuk pisau oleh Dhien.

“Tekor, tekor! Betul-betul bukan manusia nya tu! Entah keturunan apa!” Ramlah kembali berteriak.

"Kalau tahu macam ni kejadiannya, menyesal Mamak ... mengeluarkan piring-piring cantik dalam buffet!" niat hati ingin menyiksa Dhien, malah dirinya yang kena apesnya.

Ramlah sengaja mengeluarkan simpanan piring dan lainnya dari lemari penyimpanan, semua itu dia lakukan untuk membuat Dhien kelelahan, tapi lihatlah sekarang!

“DHIEN PAOK! perawatan kecantikan ku habis nya tumpahkan!” Suci histeris, menangisi botol-botol krim yang sudah kosong, padahal baru seminggu yang lalu dibelinya.

Ketiga sosok itu begitu shock, mereka sampai terduduk pada tanah. Kali ini seperti bukan berhadapan dengan manusia, tetapi sosok wanita tarzan.

.

.

“Macam mana perasaan, Kakak?” tanya Meutia sambil mengendarai Samson, mereka sudah melewati kampung Pertanian, kini memasuki jalanan tanah kering berdebu tebal yang diapit perkebunan jeruk manis.

"Perasaan ku, baik-baik saja. Alhamdulillah masih bernapas, sehingga memiliki kesempatan untuk terus melihatmu melakukan hal-hal tak masuk akal!” jawab Dhien, dia duduk seraya memangku plastik hitam.

Meutia mendengus, tetapi dirinya paham kalau kak Dhien tidak ingin berbagi lebih dalam lagi soal hal pribadi.

“Siang-siang macam ni, enaknya mencuri buah jeruk ya, Kak? Atau kita berkunjung saja ke rumah Aki dan Nini! Tak payah nyolong, tinggal minta lalu petik banyak-banyak!” usulnya seenaknya sendiri.

Belum juga ditanggapi oleh Dhien dan Amala, Meutia sudah histeris kala melihat ketiga anak laki-laki yang keluar dari semak-semak jalan setapak menuju sungai.

“Hei Kurcaci! Jangan lari kalian Wee!” Meutia memutar gas tangan, sepeda motornya melaju kencang, sampai badan Mala dan Dhien berguncang-guncang, disebabkan oleh jalanan sedikit bergelombang.

“Jangan gila kau, Meutia! Mala, ayo melompat!” Dhien sudah berdiri, bersiap melompat, tetapi kembali terduduk kala Meutia memutar setang motornya, sampai gerobaknya hendak terbalik.

“Meutia ini tak lucu!” Mala ikutan berteriak, ritme jantungnya sudah menggila, tangannya menarik hijab Meutia, agar wanita yang masih mengebut ini berhenti ugal-ugalan.

“Ya Allah, ya Allah! Kakak remnya blong! Hei lobang! Minggir kalian!”

Akh.

BUGH.

Motor beroda tiga itu pun masuk parit, dikarenakan Meutia menghindari lobang yang cukup dalam.

“Kakak! Kalian di mana? Jangan mati! Nanti kami hendak berguru dengan siapa?”

“Kak Meutia! Kak Dhien! Masih hidup ‘kan …?”

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Chauli Maulidiah

Chauli Maulidiah

ini novel ku suka.. klo menghina iku lgsg gasss polll.. gak pke tega2 an..

terkadang di novel lain, mulut nya pedes, tp msh gak tega an sama musuh. klemar klemer. gak lgsg baku hantam.

klo disini, bacotnya dapet.. baku hantamnya jg dapet 🤣

2025-02-11

44

SR.Yuni

SR.Yuni

Astaghfirullah... Astaghfirullah...Anak gadis kelakuan Udah macam preman kau Tia tia...ngidam ape lah nyak itu, punya Abang kalem nya luar biasa eeeh ketiban si bungsu macam cacing 😀😀

2025-02-11

4

ora

ora

Burung emprit, kalajengking, pisang. Banyak banget sebutannya/Facepalm//Facepalm/

2025-02-11

2

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!