DHIEN ~ Bab 11

Daripada bikin repot, lebih baik ku kubur saja.

......................

“Tak nya pernah kau diajari sopan santun, Dhien?!” Ramlah berkacak pinggang, matanya melotot menatap sang menantu yang berdiri di bawah pohon jambu biji.

Dhien mengangkat kedua bahunya, sikap tidak pedulinya itu semakin menyulut amarah si Ramlah.

“Masuk sini kau! Cuci semua piring kotor yang ada di kamar mandi tu!” teriaknya nyaring.

“Berapa upahnya?” tanyanya seraya mulai mendekati ibu mertua.

“Berani betul kau tanya bayaran! Padahal kami sudah mengeluarkan banyak uang untuk membeli mu!” Ramlah menuding wajah Dhien.

Begitu berdiri tepat di hadapan wanita bertubuh tambun. “Aku bukan barang yang diperjualbelikan! Diri ini juga tak merasa menerima uang satu sen pun dari kalian! Jadi, jaga ucapanmu wahai mantan ibu mertua!”

Kening Ramlah mengerut dalam kala menangkap kalimat janggal. “Apa maksudnya, mantan?”

“Tanyakan saja pada anak mu, yang mungkin saat ini sedang menghadapi sakaratul mautnya!” Dhien menolehkan wajahnya ke arah bangunan di belakangnya.

“Astaga! Kau apakan putra ku? Dasar wanita pembawa sial!” Ramlah langsung berjalan ke rumah belakang, dia juga tidak mengenakan sandal.

Begitu membuka pintu yang tidak terkunci. “Fikar! Ya ampun, Nak! Kau kenapa?”

Dhien terkikik geli, lalu dia masuk kebagian dapur rumah Ramlah dan langsung menuju kamar mandi yang juga berfungsi sebagai tempat cuci piring serta baju.

.

.

Sementara di Desa Jamur Luobok.

Amala yang sedari awal berjanji akan membantu Dhien, kini terlihat mendatangi rumah laki-laki yang terkenal dermawan, siapa lagi kalau bukan Agam Siddiq.

“Assalamualaikum!” sapanya kala sampai di kandang peternakan milik bang Agam.

“Walaikumsalam. Ada perlu apa, Nur?” Sahut sosok berpakaian kaos longgar, celana jeans, dan sepatu boots, dirinya sedang mengecek beberapa ekor Lembu dan juga Kambing yang hendak di bawa ke kota kecamatan.

"Boleh saya berbicara sebentar dengan, Abang? Ada yang hendak disampaikan!” Mala menunduk, tidak berani menatap manik hitam sosok rupawan itu.

Tanpa sepengetahuan Mala, Agam tersenyum samar. “Baik, mari kita ke teras rumah samping saja!”

Setelah sama-sama duduk di kursi kayu anyaman rotan. Amala pun menyampaikan maksudnya, dan Agam menyetujui permintaan itu.

“Nur ….”

“Ya, Abang?” Mala menatap sekilas wajah tegas Agam, lalu cepat-cepat menunduk kembali.

“Apa kau bahagia, menjadi tunangannya Yasir Huda?” nada suaranya terdengar lebih lirih dari sebelumnya, netranya menatap lurus kedepan.

Gadis berumur 21 tahun itu memilin ujung hijabnya. “Selama Mamak baik-baik saja, dan beliau bahagia, tak ada alasan bagi diri ini untuk merasakan hal yang berlawanan.”

Agam manggut-manggut. “Apa ada lagi yang bisa saya bantu, Nur?”

“Tak ada, Bang! Sekali lagi terima kasih, sudah berkenan menolong Dhien.” Amala sedikit menunduk sebagai tanda terima kasih, lalu dirinya pun berpamitan.

“Nur Amala … dari dulu hingga sekarang, kau tak jua berubah. Selalu mengutamakan kepentingan keluarga mu, entah itu bertentangan ataupun tidak, kau tetap terlihat baik-baik saja. Semoga memang dia jodoh terbaik mu!” Pria dewasa itu memandang sosok belakang gadis berhijab lebar yang tinggal di seberang rumahnya.

.

.

“DHIEN! KAU KEMANA KAN PIRINGNYA?!” Ramlah merasakan kepalanya berdenyut, dan emosinya semakin tersulut, tadi dirinya sudah senang kala melihat pintu kamar mandi yang tertutup, mendengar suara peralatan makan saling beradu, lalu kembali lagi merawat si Fikar, membiarkan Dhien seorang diri.

“Macam mana lah, Ibuk ni. Bukan kah tadi Ibuk yang menyuruh membereskan barang-barang di kamar mandi? Nah, coba lihat sekarang! Betul-betul bersih 'kan, ruangannya?” Dhien bersedekap tangan, matanya menatap isi kamar mandi yang sama sekali tidak ada barangnya, tong air pun lenyap.

“PAOK NYA KAU NI! Aku hanya menyuruh mu mencuci piring, bukannya menghilangkan semua barang! Di mana kau sembunyikan benda-benda milikku, Dhien?!” Ramlah keluar lagi dari kamar mandi, suaranya sampai serak dikarenakan terlalu banyak berteriak.

Dhien ikutan keluar, lalu mendekati meja makan, menuang air dalam ceret ke gelas. "Minum dulu, Buk! Biar pita suara mu tak putus!”

Ramlah langsung menyambar gelas kecil itu, dan meminum tandas isinya. “Cepat jawab pertanyaan ku, Dhien!”

“Sabar buk, biar makin lebar tu pantatnya!” Dagunya terangkat dengan mata menatap bokong Ramlah yang seperti gentong besarnya.

“Aku tak menyembunyikannya, cuma memendamnya saja di belakang Kandang Lembu tu!” Dhien menunjuk rumah yang semalam ia tinggali.

Tubuh Ramlah terhuyung, sampai menabrak tak piring susun warna biru, mulutnya terbuka lalu menutup lagi, mau berbicara tetapi tidak bisa mengeluarkan suara dikarenakan saking terkejutnya.

“Apa? Kau cakap apa tadi? Meng_ubur?” tanyanya terbata-bata.

“Iya. Soalnya semak kali ku tengoknya, Jadi, lebih baik ku pendam saja!”

“Astaghfirullah! Sebetulnya kau ni jenis apa, DHIEN?!” Ramlah kehabisan kata-kata.

“FIKAR! SINI KAU! URUS BINIK MU NI!”

"Ada apa sih, Mak? Bising betul!” Suci terlihat marah, dikarenakan tidurnya terganggu, padahal sudah hampir tengah hari, gadis yang seumuran dengan Dhien itu menguap lebar, lalu mengucek matanya.

“Kau apakan Mamak ku, sampai nya macam lihat hantu, Dhien?!” Suci menatap sinis kakak iparnya yang berdiri tenang sambil bersedekap tangan.

“Tak ada, cuma sedikit memberikan kejut jantung saja!”

“Kau tahu tak, Suci? Barang-barang di kamar mandi raib semua, bahkan sabun wajah mu juga ikutan menghilang! Semua itu, ulah wanita pembawa sial ni!” Lagi-lagi Ramlah menunjuk Dhien.

Mata Suci terbelalak, langsung saja berjalan memasuki kamar mandi, begitu melihat isinya yang bersih total, seketika amarahnya membubung tinggi, tanpa kata berlalu begitu saja, dia masuk kamarnya dan mengambil sesuatu.

"Sekarang kau cuci ni! Dasar wanita tidak tahu diri! Bisanya cuma membuat orang naik pitam saja!” Suci melempar seutas celana dalam yang terdapat noda darah tamu bulanan.

Beruntung Dhien dapat menghindari, dan celana tadi terlempar sampai keluar, karena memang posisi Dhien di depan pintu dapur.

“Ambil tu, Babu! Guna kau disini ya untuk jadi keset. Jadi, tahu diri sedikit lah! Kami telah menukar mu dengan dua ekor Kambing jantan, walaupun sangat tak sepadan dengan sosok mu yang murahan serta tak berpendidikan!”

Belum puas sampai di sana, karena memang Suci adalah tipe wanita yang mengutamakan kecantikan, dirinya tidak terima satu set pembersih wajah, lulur, dan juga sabun mandinya di buang, Suci melakukan hal lebih lagi, dia mengikis habis jarak mereka.

Gadis berambut sepunggung itu hendak meludahi wajah Dhien.

CUIH.

Dhien menutupi mukanya dengan kedua telapak tangan, berakhir punggung tangannya yang diludahi, begitu merasakan cairan lengket berbuih itu.

CUIH.

Bukannya menghapus, tetapi menambahi dengan ludahnya sendiri, lalu secepat kilat tangan kirinya menjambak rambut belakang Suci, membalurkan saliva tadi ke seluruh wajah wanita yang menjerit kesakitan, Dhien terus maju kedepan sampai punggung adik iparnya membentur dinding.

“Kau rasakan ini, Setan!” tanpa ampun, Dhien terus meratakan cairan berbau tak sedap itu.

“Abang! Tolong!” Suci meraung histeris, terus berusaha melepaskan jambakan Dhien yang kembali menarik rambutnya.

“Lepaskan anakku, Dhien!” Ramlah mencoba melerai, menarik pinggang sang menantu, tetapi perutnya ditendang oleh Dhien, sampai tubuhnya terjungkal ke belakang menghantam lantai keras.

Fikar yang baru saja sampai, membelalakkan matanya, napasnya memburu, tanpa berpikir panjang, mengambil sebilah parang yang di diselipkan pada jepitan bambu khusus tempat benda tajam.

“MATI SAJA KAU! WANITA PEMBAWA SIAL!!”

BRAK

Seseorang menabrakkan motornya pada cagak kayu teras gudang hunian Dhien dan juga Fikar, seketika atap seng nya ambruk.

.

.

Bersambung.

Bagi yang penasaran, bisa klik permintaan updatenya 🙏❤️

Terpopuler

Comments

Reni

Reni

Mak Ramlah dan suci salah sasaran dikiranya Dhien bakal seperti wanita2 disinetron ikan terbang yg bakal tertunduk takut dan diem aja dijadiin keset dan baby gratisan hemmmm tidak semudah itu Dhien itu tangguh biarpun rapuh dia keras kepala walaupun sebenarnya cengeng dia menyimpan semua sendiri dan menunjukkan keberanian sebagai benteng

piye Dzikri sakit nggak liat pujaan hatimu diperlakukan begitu ???? kenapa juga g kau tabrak aja tu trio ketan hemmmm

2025-02-10

3

SasSya

SasSya

🤣🤣😂🤣🤣😂🤣
ini yg bener "membereskan" !
bagos Dhien 😆👍🏻👍🏻👍🏻

2025-02-10

3

Yana Phung

Yana Phung

kok nggak yakin aku bang Agam yg datang??
pasti zikri,, makanya jd tambah runyam
soalnya ada di bab brp yg dhien vs rani,, amala bilang kalo dhien itu belum damai dg dirinya sendiri

2025-02-10

1

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!