DHIEN ~ Bab 08

Mahar 500 rupiah, tanpa seserahan, meniadakan cincin kawin, enggan sungkeman, tak jua syukuran, begitulah caranya aku dinikahi.

...****************...

Setelah kata sah terucap, pak penghulu meminta calon pengantin wanita untuk mendekat.

“Dhien, ayo!” Mala menggenggam tangan sahabatnya, menyembunyikan air mata yang sudah mendesak ingin berderai.

“Ya.” Dhien berdiri, penampilannya jauh dari kebanyakan pengantin wanita pada umumnya, hanya mengenakan baju kurung warna putih gading milik ibunya yang sudah 5 tahun lamanya tidak dipakai, dengan selendang warna senada.

Sosok sederhana itu berjalan pasti mendekati sang suami, rautnya sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun selain datar.

Air mata Emak Inong tidak berhenti berderai, hatinya bagai ditusuk ribuan duri, bahkan bernapas pun kesulitan kala melihat penampilan putrinya yang lebih pantas disebut hendak pergi tidur daripada ijab kabul.

‘Malang betul nasib mu Dhien, dinikahi dengan mahar sangat merendahkan padahal mereka berkecukupan, bahkan secuil barang seserahan pun tak diberikan.’

“Sudah Mak! Kita harus kuat, biar tak menambahi beban pikiran Dhien yang sudah berat, agar nya juga fokus mencapai tujuannya!” Amala menggenggam tangan Emak Inong.

“Ya, kau benar Mala.”

'Mengapa hatiku tak nyaman macam ni? Rasanya masih tak ikhlas melihatnya bersanding dengan laki-laki bejat tu!' batinnya begitu berisik, netranya hampir tidak berkedip menatap Dhien yang sedang membubuhkan tanda tangan di buku nikah.

.

.

“Mengapa nya tak menangis ataupun berteriak? Minimal protes lah. Aku tak suka melihat wajah angkuhnya tu!” Winda berisik lirih dan hanya Suci yang dapat mendengar.

“Tak usah risau, sebab nanti malam waktunya dia menangisi nasib malangnya. Setelahnya pasti macam orang gila nya nanti!” balas Suci, lalu dirinya melirik dua sosok pria dewasa yang sudah lama dikaguminya.

“Apa tengok-tengok? Apa mau ku colok mata gatal mu tu! Tak tahu malu betul!” Meutia melototi Suci dan juga Winda, yang sedari tadi sudah dalam pantauan nya.

“Maaf Tia, kami tak bermaksud demikian, hanya hendak menyapa Abang mu saja!” Winda beralasan, berharap Meutia paham.

“Tia Tia Tia … Jangan sok akrab ya, kita tak sedekat itu!” Meutia menatap nyalang dua sosok wanita yang duduk di sampingnya dengan sedikit berjarak.

“Maaf ya Meutia!” ucap Suci dengan nada mendayu, lalu menghadap serta menatap penuh adik dari laki-laki yang dia dambakan. “Apa boleh aku tanya_”

“Tak boleh! Sebab aku lagi malas main kuis tanya jawab. Hadap sana lagi kau! Sakit mataku melihat bibirmu yang merot-merot (miring-miring) kalau cakap di buat-buat!”

Agam menggelengkan kepalanya, tanpa bertanya pun dia sudah tahu bila adik bungsunya itu sedang berulah, lalu tatapannya beradu dengan wanita berwajah sendu yang langsung menunduk malu.

Winda meremas lengan Suci, agar sahabatnya ini tidak lagi meladeni Meutia.

Fikar menatap penuh minat wajah istri yang terlihat sama sekali tidak tersentuh makeup, kemudian dia mengulurkan tangan meminta untuk di salim, tanpa aba-aba langsung saja mencium kening Dhien.

Dada Dhien bergemuruh hebat, giginya bergemeletuk, tetapi dia tetap membiarkan saja, karena belum waktunya.

“Sekarang Bang Fikar dan Kak Dhien, sudah sah menjadi pasangan suami istri baik secara agama maupun negara. Semoga Sakinah Mawadah Warahmah rumah tangganya, serta diberikan keturunan yang sholeh dan sholehah … Aamiin,” ucap pak penghulu, setelah menyelesaikan tugasnya menikahkan pasangan pengantin baru ini.

"Kami hendak pamit dulu, maaf tak bisa lama-lama, sebab ada pasangan lainnya yang juga melakukan ijab kabul pada hari ini.” Pak penghulu dan pak RT berpamitan, menyalami para lelaki, dan menangkupkan tangan ke kaum Hawa.

Agam serta Dzikri juga berpamitan, tidak ikut makan bersama.

Tinggallah keluarga inti beserta mempelai laki-laki, dan tambahan Meutia dan Amala.

“Ck … cuma segini kemampuanmu dalam menjamu tamu, Inong? Sungguh keterlaluan kau! Kami rela datang demi menghadiri pernikahan putri mu, tapi cuma di suguhi oleh menu gulai Ayam, tumis genjer, tauco kembang tahu! Dasar tak berguna! Dari dulu hingga sekarang masih tetap sama, BODOH!” Nek Blet sengaja mencaci maki Emak Inong, agar mantan menantunya ini kehilangan muka.

“Mala, Meutia, tolong angkat semua piring di atas lantai, dan bawa ke amben dapur! Para orang sok kaya ini tak pantas mencicipi masakan olahan tangan kita!” Dhien begitu geram kala ibunya di hina, dia yang memilih duduk dekat dengan Meutia dan lainnya, ikut berdiri dan bergegas membawa peralatan makan untuk disimpan kembali.

“Apa-apaan kau, Dhien? Jangan buat malu!” hardik Ayie, sang bibi.

Meutia begitu semangat mengangkat baskom berisi irisan buah mentimun, bahkan menarik paksa sayap Ayam gulai yang sedang digigit oleh Suci.

“Dasar tak tahu malu! Sudah datang dengan tangan kosong, tapi paling semangat menyantap makanan kami!”

Ramlah, Fikar, dan lainnya, sampai melongo melihat aksi Dhien.

"Ayo kita pulang! Kalau lama-lama disini, yang ada ketiban sial nanti!” Nek Blet begitu murka, dia merasa sangat direndahkan, tidak menyangka kalau kalimatnya barusan ditanggapi serius oleh Dhien.

“Kami tunggu kau di rumah, Dhien! Cepat menyusul! Maaf, tapi memang sengaja tak memberikan tumpangan. Takut kali kami, bila nanti mobil nya menjadi sering mogok karena kau diduduki!” Fikar berkacak pinggang, menatap tajam punggung istrinya yang masih sibuk membawa ceret dan gelas.

“Inong! Kami tak terima diperlakukan hina! Harusnya kau bersyukur karena ada yang bersedia mempersunting anak pembawa sial mu tu!” Nek Blet berteriak seraya menatap tajam Emak Inong yang terlihat tenang.

“Beruntung hanya untuk Anda, Nek Blet! Tapi, buntung ada pada kami! Tak usah sok berlakon paling tersakiti, padahal aslinya kau lah penjahat sesungguhnya! Menukar putriku dengan dua ekor Kambing, menyebarkan fitnah dengan mengatakan dia hamil duluan, belum lagi mengancamnya menggunakan selembar kertas bukti pembelian tanah yang jelas-jelas memanglah haknya!”

“Sekarang, siapa yang tak tahu malu, Nek Blet? Kami atau kalian?” untuk pertama kalinya, ia berani bersuara bahkan menentang dengan tegas.

Badan Nek Blet sampai mundur kebelakang dan membentur dinding, bola matanya nyaris keluar. ‘Apa benar dia Inong? Mengapa tajam betul mulutnya?’

Acara makan bersama itu harus bubar sebelum terlaksana, para tamu pulang dalam keadaan perut lapar. Kue kudapan pun belum sempat mereka cicipi.

Ramlah masih begitu terkejut mendapati kenyataan yang tidak sesuai harapan, sepertinya dia salah dalam memilih pembantu berkedok menantu.

***

"Mala, selama aku tak ada, tolong jaga Emak ya!” pintanya sungguh-sungguh.

“Jangan kau khawatirkan Emak, Dhien! Cemaskan saja dirimu sendiri! Hati-hati dan waspada lah selalu!” Emak Inong berkata tegas, tetapi netranya bergetar menahan tangis.

“Kau tenang saja, Dhien! Emak aman bersama ku! Yang perlu dirisaukan tu dirimu, tolong jangan gegabah, jaga emosi agar tak bertindak ceroboh!” Mala memeluk erat tubuh sahabatnya, yang dibalas tidak kala kuat.

Emak Inong juga melakukan hal yang sama.

.

.

Dengan mengayuh sepeda, kini Dhien sudah sampai di rumah belakang yang terpisah dari bangunan utama, sebuah gubuk yang lebih pantas dikatakan seperti kandang Kambing.

Begitu membuka pintu tidak terkunci, dirinya langsung disuguhi sosok Fikar yang tidak mengenakan baju.

Fikar menyeringai culas, matanya memindai lekuk tubuh Dhien yang sedang membelakanginya, langsung saja dirinya mengelus Burung Emprit nya, lalu berdiri mengikis jarak hendak meremas buah dada sang istri.

Dhien yang peka akan sekitar langsung membalikkan badan, berakhir Fikar memegang pinggulnya.

Dhien berjinjit, mencium sisi leher suaminya. “Harap bersabar sebentar, tunggu aku mempersiapkan diri agar mudah kau masuki!”

"Ternyata kau binal juga macam perempuan gatal diluaran sana!” Fikar meremas bokong Dhien, membiarkan istrinya berlalu ke kamar mandi.

.

.

“Makanlah dulu gulai Ayam ni, sengaja tadi ku sisihkan untuk mu!”

Fikar tidak langsung menurut, terlebih dahulu memperhatikan semangkuk daging ayam campur kentang berkuah santan.

“Kau tak percaya dengan ku? Baiklah ... biar ku coba terlebih dahulu!” Dhien menyendok kentang dan langsung memakannya.

.

.

“Ayah … Dhien lelah, bolehkah menyerah saja …?”

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Mommy'ySnowy 💕

Mommy'ySnowy 💕

bagus mak inong,,tunjukan taringmu pda manusia lacknat itu,,, ksh ajar besanmu,, tuman org2 yg menganggap menantu itu pembantu,murka aq klo udh kedpetan mertua yg merendhkn menantunya sbgaimna pembantu... pda kgk ngaca apa y merekapun pnya ank prempuan yg ntinya akn memiliki mertua jga.... blegedeeeessss .../Hammer/

2025-02-09

2

Mommy'ySnowy 💕

Mommy'ySnowy 💕

heh nek blet yg suka kebelet be'ol, ngaca dong, pihak besannya aja kgk ada hormat2nya sma mak inong,malah menghina itu namanya mas kawin asal2an.. emng bner meminang wanita tu yg maharnya kecil tp tdk menghinakan dirinya jga.... kterlaluan dasaarr titisan fir'aun, ank buah dazal.../Curse/

2025-02-09

2

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

kasih paham tia,, jurus huba huba marsupilami sepertia apa... 🤣🤣🤣

2025-02-09

2

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!