DHIEN ~ Bab 06

Daripada dikasihani, lebih baik memilih mati.

......................

Sosok berpakaian serba hitam itu, sedang mengencangkan tali sarung parang yang diikatkan pada pinggang.

Dhien melepaskan sepatu boot-nya, menggulung lengan kaos lengan panjang sampai siku, dirinya mengambil ancang-ancang hendak memanjat pohon karet.

“Bismillahirrahmanirrahim.” Kedua tangan serta kakinya begitu ringan dalam memanjat, begitu sampai atas, Dhien menarik napas terlebih dahulu, lalu tangan kirinya berpegangan erat pada batang pohon, dia berdiri di pohon bercabang dua.

Dhien mengayunkan parangnya, memotong dahan yang kering, saat di rasa cukup, sebelah kakinya menginjak batang kayu tadi.

Krek, Bugh.

“Alhamdulillah.” Dhien bergegas turun lagi, saat sudah menjejak tanah, segera dirinya memotong kayu lumayan panjang tadi menjadi beberapa bagian.

Ya, begitulah caranya mencari kayu bakar, bukan hanya mengais yang ada di tanah saja, tetapi memanjat dan memotong ranting kering yang belum lepas dari pohon.

Tumpukan potongan kayu sudah cukup tinggi, tapi Dhien masih sibuk mencari lagi agar hasil yang diperoleh lebih banyak, sehingga upahnya pun bertambah pula.

“Hust … pergi sana kau! Aku tak berniat memotong mu, tapi kalau kau mencoba melukai ku, jangan salahkan diri ini menebas mu!” Dhien mendapati ular hijau yang sedang menegakkan kepalanya.

Ular tadi seperti mengerti kalau sedang berhadapan dengan gadis hutan, cepat-cepatnya menyingkir dari sana.

“Amala pasti mau juga sayur pakis ni, lebih baik ku petik lebih banyak lagi!” Dhien sedang ramban pakis.

“Apa betul kau hendak menikah dengan Fikar, Dhien?”

“Astaghfirullah. Mengejutkan saja kau, Dzikri! Udah macam Jelangkung sosok mu tu!” Dhien begitu terkejut akan kehadiran pria berpakaian kerja, sampai kayu yang ia susun di sepeda jatuh lagi.

Dzikri membantu Dhien memasukkan kayu di sela bagian tengah sepeda.

“Aku bertanya padamu, Dhien!”

“Tanpa ku jawab pun, kau sudah tahu bukan? Lantas, apa gunanya bertanya lagi?”

Sebelum menanggapi, Dzikri mengambil sepotong kayu untuk cagak sepeda, setelahnya ia berdiri tegak memandang wajah kemerahan Dhien yang bercampur keringat.

“Tak nya kau tahu bagaimana perangainya, Dhien? Fikar bukanlah laki-laki baik, tapi kasar, suka be-cewek, belum lagi hobi betul dirinya berjudi dan sabung Ayam macam Zulham. Yakin kau, hendak dipersunting oleh orang macam tu?”

Dhien memasukkan kembali parangnya. “Allah Maha membalikkan hati manusia, dan setiap insan pasti bisa berubah, tergantung dengan siapa nya berpasangan. Aku yakin kalau dibalik sifat jelek Fikar, tersembunyi sedikit kebaikan.”

‘Ya, baik untuk dilenyapkan!’ sambungnya dalam hati.

“Kau cinta dengannya? Padahal setahuku, kalian tak pernah terlihat dekat.”

“Tahu apa kau tentang ku, Dzikri?” Dhien menatap tegas pria bertopi bulat dengan tali terikat di bawah dagu. “Apa pulak bahas tentang cinta, apa kau pernah merasakannya?”

“Aku pernah mendengar pepatah ni, ‘Cinta bisa datang karena terbiasa’, anggap saja tu benar adanya, entah esok ataupun kelak … pasti diri ini bisa mencintai sosok suaminya!” Dhien tidak memberikan kesempatan untuk Dzikri menanggapi pertanyaannya.

Namun, Dzikri belum mau menyerah. “Apa semua ni, skenario dari keluarga almarhum Ayahmu, Dhien?”

Mendapati teman masa kecilnya bungkam, dan enggan menatapnya. “Kalau memang betul, bisakah aku yang menggantikannya? Sebagai Sahabat, sungguh aku tak rela kau bersuamikan laki-laki macam si Fikar_”

“Cukup, Dzikri!” Dhien menyela kalimat tidak sempurna itu, lalu memegang setang sepedanya, bersiap hendak pergi.

“Daripada kau kasihani, lebih baik aku memilih mati!” Sepenuh tenaga, Dhien mendorong sepeda bermuatan penuh kayu bakar dan ada dua ikat pakis di atas tumpukan nya.

Dzikri belum beranjak, matanya menatap lekat pada sosok yang terseok-seok menuntun sepeda bermuatan berat.

***

Untuk pertama kalinya, calon suami Dhien datang bertandang ke rumah calon istrinya, sebelumnya mereka telah bertemu dua kali di kantor balai desa kala hendak mengurus berkas syarat pernikahan.

Pada ruang tamu sederhana beralaskan tikar, dua sosok berbeda jenis itu duduk berhadapan, masih saling diam.

Dhien enggan menatap dikarenakan malas, sedangkan Fikar begitu semangat serta penuh nafsu memandang bukit kembar calon istrinya yang terlihat menonjol, walaupun sudah ditutupi oleh kaos longgar.

“Tak takut bintitan (bentol) tu mata? Suka betul menikmati pemandangan haram!” sarkas Dhien.

“Sah-sah saja bila sedikit mencuri pandang, lagipula esok kita sudah resmi menjadi sepasang suami istri,” jawabnya tanpa malu.

‘Sabar sabar … orang sabar, pantatnya bertambah lebar,’ Dhien terus berusaha mengolah emosi yang siap meledak.

“Sekarang sudah bertemu bukan, cepatlah pulang sana! Aku masih banyak pekerjaan daripada meladeni laki-laki mata keranjang macam kau, Fikar!”

“Sungguh tak sopan kau, Dhien! Tapi, itulah daya tarik mu, membuat bagian bawah celana ku langsung mengembang.” Fikar menjilat bibir bawahnya, menatap mesum wajah Dhien.

“Dasarnya Kuntul murahan, lihat pantat Ayam pun pasti nya berdiri!” balas Dhien seraya menatap jijik sosok pria berpenampilan necis.

“Kau!” Fikar menuding wajah Dhien, jelas dirinya tersinggung. “Tunggu sampai ijab kabul ku ucapkan, setelahnya akan ku buat kau tak bisa berjalan, menjerit kesakitan di bawa kungkungan diri ini!”

“Siapa takut!” sahut Dhien begitu berani.

Dada Fikar bergemuruh, hatinya memanas, entah mengapa sikap menantang Dhien memancing jiwa lelakinya. ‘Ku pastikan kau tak bisa lepas dari cengkeraman ku, Dhien!’

Tanpa berpamitan dengan Emak Inong, Fikar langsung pulang, dirinya merasa terhina, tidak ada suguhan minuman apalagi camilan, sosok calon mertuanya pun enggan menemuinya.

***

Pagi hari di kediaman rumah Emak Inong.

“Aku yang memotong atau kau, Mala?” Dhien bertanya sambil mengasah mata pisau agar lebih tajam.

“Kau sajalah, Dhien! Biar aku bagian memegang saja … ini mangkuk kacanya!” Mala meletakkan mangkuk kaca di tanah.

"Baiklah.” Dhien menangkap Ayam jantan yang sudah ia kurung dari semalam, lalu memberikan ke sahabatnya.

Amala langsung tanggap, memegang erat kedua kaki dan sayap.

Sebelum menyembelih, terlebih dahulu Dhien mencabut sedikit bulu leher, kemudian membaca basmallah dan mulai melajukan pisaunya sampai urat leher Ayam jantan tadi putus.

Cublik ~ Sebelumnya saya sudah membaca dan mencari tahu, kalau seorang wanita dewasa diperbolehkan menyembelih hewan. Asalkan berakal, tidak datang bulan, pisau tajam, dan membaca basmallah. Maaf, kalau kiranya masih salah.

Dhien dan Amala menampung darah Ayam dalam mangkuk kaca, setelahnya baru dibiarkan hewan tadi kejang-kejang sampai tidak bernyawa.

“Nanti biar aku saja yang memasak daging ayamnya, pasti lezat rasanya, sampai si gila tu tak menyadari bila ada campurannya!” Mala menawarkan diri, sebenarnya malas, tapi demi Dhien dia menyanggupi.

“Tak tahu lagi macam mana hendak berterima kasih. Yang pasti, aku bersyukur memiliki sosok istimewa seperti kau, Mala!” Dhien tersenyum begitu tulus, yang langsung dibalas dengan senyum hangat oleh Amala.

“Kesinikan botolnya! Biar aku saja yang melakukannya!” pinta Dhien.

Dhien memasukkan darah Ayam tadi pada botol kaca bekas minyak rambut urang-aring yang sudah terlebih dahulu dicuci bersih dan pastinya kering.

“Nak …!”

“Ya.” Dhien menanggapi panggilan ibunya.

“Untuk ijab kabul siang nanti, kau hendak mengenakan baju apa?” tanya Emak Inong sambil menghapus air matanya.

Amala memalingkan wajahnya, tidak sanggup menatap sosok ibu dan anak itu. Untung saja ... ibunya sendiri sedang berada di kota Provinsi, menjenguk adiknya yang sedang kuliah.

“Pakai ….”

“KAK DHIEN! MENGAPA HENDAK KAWIN LARI, TAK BILANG-BILANG!!”

.

.

Bersambung.

Terima kasih banyak Kak atas dukungannya yang luar biasa ini 🙏 🥰

Terpopuler

Comments

Upil Mercon

Upil Mercon

sebelum tahu kalau darah haram,, dulu kalo nyembelih ayam, darahnya di wadahin mangkok lalu di rebus jadi marus, terus dimakan deh..
apalagi bapakku dipercaya banget buat motongin ayam kalo ada orang yg minta tolong, maklumlah, bapakku dulu pemimpin tahlil diacara selametan..

2025-03-03

2

Lisstia

Lisstia

si dzikri ini kyaknya udah lama suka sama dhien

2025-02-26

2

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

bolek mbak othor,,, bagi yg tega,, kalo saya mah bagian makan aja... 🤣🤣🤣🤣

2025-02-07

1

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!