DHIEN ~ Bab 02

Kau bukan wanita pembawa sial, tetapi gadis tangguh dengan hati teguh.

...****************...

Dhien menatap sengit sosok pria dewasa yang masih mengulurkan sapu tangan untuknya. “Siapa kau?”

“Sudahi kekonyolan mu, Dhien! Lap tu air mata dan ingus yang hampir bersatu padu!” dengusnya jengah.

Dhien langsung menarik paksa kain lembut terlipat segiempat, lalu mengelap wajahnya serta sisi ingus sekuat-kuatnya.

“Memang tak ada anggun-anggun kau jadi wanita!”

“Diam kau, Dzikri! Sedang apa dirimu di tengah hutan belantara ni?” Dhien memicingkan matanya, menatap penuh curiga. “Atau jangan-jangan kau mengikuti ku?”

Dzikri Ramadhan, yang sering di sapa Dzikri, pemuda tampan, berusia 24 tahun, berahang tegas, warna mata seperti madu itu menggelengkan kepalanya.

“Kepercayaan dirimu, sungguh patut diacungi jempol kaki, Dhien. Kalau kau lupa, sini ku ingatkan! Perkebunan karet ni milikku, jadi yang perlu dipertanyakan tu, mengapa dirimu bisa terdampar sampai sini? Mana menangis macam orang kesurupan lagi!”

Dhien yang tadi jongkok, kini sudah berdiri, berjarak satu langkah kaki dewasa dengan Dzikri. “Suka-suka ku lah! Napa pulak kau sibuk bertanya ini itu. Kau mengatai ku macam orang tak waras, tak nya kau ingat ... sewaktu dulu pernah ku lempar batu lalu dirimu menangis sambil menjilati air mata bercampur ingus, bukankah lebih jorok dirimu?”

Mata Dzikri melotot sempurna. “Tu kan semasa kanak-kanak, ya wajarlah!”

“Bagiku tak tuh!” Dhien bersedekap tangan, menatap menantang, wajahnya sudah kembali sinis, tidak lagi menangis.

Dzikri merogoh saku celana jeans nya, mengambil sebungkus permen karet. “Cukup ‘kan, untuk menutup mulut bocor mu tu?”

Dhien tersenyum sumringah, tetapi rautnya kembali masam. “Kau tahu kan, kalau mulutku ini bukan lagi bocor alus, tapi …?”

“Ini ambil semua!” Dzikri memberikan satu renteng permen karet. “Pulang sana kau! Tak baik sore hari berkeliaran di tengah hutan!”

“Mana rambut keriting mu sudah mengembang macam sarang Burung, buat sakit mata yang memandang saja!” sambung Dzikri seraya menatap rambut sebahu Dhien yang dibiarkan tergerai.

Dhien membuka satu bungkus permen karet, lalu langsung memasukkan ke dalam mulut, yang lainnya sudah dikantongi.

"Dzikri, kau pernah dengar pepatah ini tak? Antara Cinta dan Benci tu beda tipis loo, harap hati-hati jangan sampai jatuh hati padaku, nanti kau bisa mati berdiri karena sudah pasti akan ku tolak mentah-mentah cinta mu tu!”

“Tak akan! Aku bukan membenci, tetapi sering naik darah bila berhadapan dengan mu!” sanggah Dzikri seraya memalingkan wajahnya.

Dhien mengedikkan kedua bahunya. “Terserah kau sajalah! Oh ya … bila nanti telah bertemu calon jodohmu, tolong beritahu aku ya! Biar ku ungkap semua aib mu, coba kita lihat … tu orang masih tetap menyukaimu atau malah meninggalkan mu.”

“Astaghfirullah.” Dzikri mengelus dadanya, berbicara dengan teman masa kecilnya ini memang harus banyak-banyak beristighfar.

“Kau semestinya berterima kasih padaku, Dzikri. Karena diri ini seorang yang mampu membuatmu sering-sering beristighfar.”

“Mengapa sudah seminggu ini tak lagi pergi berlatih karate, Dhien?” Dzikri mengalihkan pembahasan mereka.

Dhien meletupkan permen karet nya. “Buat apa? Aku sudah bisa menyepak bahkan membanting orang. Jadi, tak ada gunanya lagi giat berlatih. Kecuali ada ilmu baru yang bisa membunuh tanpa menyentuh, baru ku rajin datang lagi!”

"Pergi berguru pada Dukun sana kau! Ternyata percuma aku cakap denganmu, Dhien! Assalamualaikum … saja lah!” Dzikri menyerah.

“Wee ... tunggu dulu!” Dhien memanggil Dzikri yang sudah berjalan beberapa langkah menjauhinya. “Kau bawa pulang sapu tanganmu ini!”

“Ada kurang-kurangnya ku tengok kau ni, itu bekas ingus mu, masa menyuruh orang lain yang mencucinya!” Dzikri menatap malas wajah Dhien.

“Jangan berlagak macam tak tahu ya, Dzikri! Sapu tangan ni sebelumnya sudah pasti bekas keringat mu! Mau ambil tak? Atau kubuang ni!” Dhien sudah bersiap mau membuang sapu tangan ke semak-semak tumbuhan pakis.

Dzikri kembali mengikis jarak, lalu merebut kain bekas air mata dan ingus Dhien. Tangannya seperti orang hendak mencakar. “Ihh … palak kali kutengok kau ni!”

Ha ha ha … tawa Dhien membahana.

“Kau bukan wanita pembawa sial Dhien, tetapi wanita tangguh seperti arti namamu, si pemilik hati teguh!” bisiknya begitu lirih sambil melangkah hendak pulang ke rumah pamannya.

.

.

“Dari mana saja kau, Dhien?” tanya Amala sahabatnya Dhien.

Dhien menyandarkan sepedanya pada pohon rambutan samping rumah Amala, lalu mendekati gadis berumur 21 tahun, sama dengannya.

“Bisakah kau berikan aku minuman soda Badak, Mala! Rasanya kering betul tenggorokan ni!” pintanya tidak tahu malu.

Amala mendengus, tetapi tetap memenuhi permintaan Dhien, dia masuk ke dalam rumahnya guna mengambil satu botol minuman soda.

“Terima kasih, sahabat terbaikku!” ucap Dhien, lalu menggunakan gigi membuka tutup botol. Mereka duduk di atas bebatuan kerikil belakang rumah Mak Syam, ibunya Amala.

“Kau dari mana?” Mala kembali mengulang pertanyaannya.

“Habis pulang berperang! Demi menegakkan keadilan dan menumpas kejahatan!” Jawabnya sekenanya, meletakkan botol bening di sampingnya.

“Kau ni, tak pernah serius bila ditanyain!” Amala mendorong bahu Dhien.

“Aku serius ya! Apa namanya kalau bukan menegakkan keadilan bila bertamu di rumah titisan Fir'aun? Makin hari, bertambah tirani saja mereka!” Dhien menghela napas panjang.

Mala memperhatikan wajah Dhien, netranya melihat warna merah cap jari.

“Kali ini siapa yang menampar mu, Dhien?” tanyanya ringan dikarenakan sudah terbiasa melihat bekas luka di tubuh sahabatnya ini.

Dhien pun menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi. Amala adalah sosok sahabat serasa saudara baginya, tempatnya bercerita, berkeluh kesah, bila dengan lainnya … Dhien seperti wanita tanpa beban, selalu ceria, sinis dengan mulut ceplas-ceplosnya.

“Mengapa kau setuju? Itu sama saja dengan memberikan makan hewan lapar, Dhien! Batalkan! Ayo ku temani kau, kita hadapi mereka sama-sama!” Amala hendak beranjak sambil menarik tangan Dhien, dia sungguh tidak terima sahabatnya mau menikah dengan penjahat kelamin.

Dhien menarik tangan Amala, agar terduduk kembali. “Mala, tolong dengarkan aku!”

Setelahnya Dhien menceritakan rencananya, meminta bantuan pada Amala agar semuanya berjalan seperti yang dia inginkan.

“Kau mau ‘kan membantu ku?” tanyanya penuh harap, dengan mata berkaca-kaca.

Amala menghapus air mata yang membasahi pipinya, lalu mengangguk pasti. “Aku mau! Meskipun nyawa taruhannya, tak kan mungkin diri ini mundur!”

"Tapi, kau harus berjanji! Selalu hati-hati, jagalah diri dengan baik. Jangan sampai masuk bui apalagi mati! Ayo berjanji, Dhien!" Amala meminta janji jari kelingking.

Dhien menautkan jari kelingking mereka. "Aku janji, Mala! Kalaupun harus ada yang celaka, maka itu mereka, bukan diri ini!"

Kedua sosok saling menyayangi itu berpelukan erat seraya menggumamkan kata-kata penyemangat.

Selepasnya Dhien pulang ke rumahnya sendiri, yang hanya berjarak 20 meter dari samping hunian Amala, baru saja masuk rumah lewat pintu belakang, dirinya sudah di sambut sosok wanita paruh baya berwajah sembab.

“Betulkah kabar yang Emak dengar ni, Dhien? Kau hendak menikah dengan Fikar? Jawab, Nak!!”

.

.

Bersambung.

Setting: Pemukiman Penduduk Transmigrasi, perbatasan Sumatera Utara dengan Aceh. Dimana ada beberapa suku yang mendiami, Jawa Sumatera, Melayu, Aceh, dan lainnya.

Terima kasih banyak ya Kak, atas sambutan hangatnya, dukungan luar biasanya, Hadiahnya, Gift, Vote, Like, serta komentarnya 🙏🥰

Terpopuler

Comments

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

NNPAPALE🦈🦈🦈🦈

zikri said aku sedang mengincar selendang milik mu dhien, biar aku umpetin trus tak jampi jampi biar kamu nikahnya sama aku...🤣🤣🤣🤣🤣

2025-02-05

14

hidagede1

hidagede1

saking seru nya berdebat ampe lupa sama sedih mu ya dhien 👍

2025-02-05

2

mery harwati

mery harwati

Dhien wanita tangguh seperti tokoh Cut Nya Dien dari tanah Rencong, Aceh 💪🥰

2025-02-05

2

lihat semua
Episodes
1 DHIEN ~ Bab 01
2 DHIEN ~ Bab 02
3 DHIEN ~ Bab 03
4 DHIEN ~ Bab 04
5 DHIEN ~ Bab 05
6 DHIEN ~ Bab 06
7 DHIEN ~ Bab 07
8 DHIEN ~ Bab 08
9 DHIEN ~ Bab 09
10 DHIEN ~ Bab 10
11 DHIEN ~ Bab 11
12 DHIEN ~ Bab 12
13 DHIEN ~ Bab 13
14 DHIEN ~ Bab 14
15 DHIEN ~ Bab 15
16 DHIEN ~ Bab 16
17 DHIEN ~ Bab 17
18 DHIEN ~ Bab 18
19 DHIEN ~ Bab 19
20 DHIEN ~ Bab 20
21 DHIEN ~ Bab 21
22 DHIEN ~ Bab 22
23 DHIEN ~ Bab 23
24 DHIEN ~ Bab 24
25 DHIEN ~ Bab 25
26 DHIEN ~ Bab 26
27 DHIEN ~ Bab 27
28 DHIEN ~ Bab 28
29 DHIEN ~ Bab 29
30 DHIEN ~ Bab 30
31 DHIEN ~ Bab 31
32 DHIEN ~ Bab 32
33 DHIEN ~ Bab 33
34 DHIEN ~ Bab 34
35 DHIEN ~ Bab 35
36 DHIEN ~ Bab 36
37 DHIEN ~ Bab 37
38 DHIEN ~ Bab 38
39 DHIEN ~ Bab 39
40 DHIEN ~ Bab 40
41 DHIEN ~ Bab 41
42 DHIEN ~ Bab 42
43 DHIEN ~ Bab 43
44 DHIEN ~ 44
45 DHIEN ~ Bab 45
46 DHIEN ~ Bab 46
47 DHIEN ~ Bab 47
48 DHIEN ~ Bab 48
49 DHIEN ~ Bab 49
50 DHIEN ~ Bab 50
51 DHIEN ~ Bab 51
52 DHIEN ~ Bab 52
53 DHIEN ~ Bab 53
54 DHIEN ~ Bab 54
55 DHIEN ~ Bab 55
56 DHIEN ~ Bab 56
57 DHIEN ~ Bab 57
58 DHIEN ~ Bab 58
59 DHIEN ~ Bab 59
60 DHIEN ~ Bab 60
61 DHIEN ~ Bab 61
62 DHIEN ~ Bab 62
63 DHIEN ~ Bab 63
64 DHIEN ~ Bab 64
65 DHIEN ~ Bab 65
66 DHIEN ~ Bab 66
67 DHIEN ~ Bab 67
68 DHIEN ~ Bab 68
69 DHIEN ~ Bab 69
70 DHIEN ~ Bab 70.
71 DHIEN ~ Bab 71
72 DHIEN ~ Bab 72
73 DHIEN ~ Bab 73
74 DHIEN ~ Bab 74
75 DHIEN ~ Bab 75
76 DHIEN ~ Bab 76
77 DHIEN ~ Bab 77
78 DHIEN ~ Bab 78
79 DHIEN ~ Bab 79
80 DHIEN ~ Bab 80
81 DHIEN ~ Bab 81
82 DHIEN ~ Bab 82
83 DHIEN ~ Bab 83
84 DHIEN ~ Bab 84
85 DHIEN ~ Bab 85
86 DHIEN ~ Bab 86
87 DHIEN ~ Bab 87
88 DHIEN ~ Bab 88
89 DHIEN ~ Bab 89
90 DHIEN ~ Bab 90
Episodes

Updated 90 Episodes

1
DHIEN ~ Bab 01
2
DHIEN ~ Bab 02
3
DHIEN ~ Bab 03
4
DHIEN ~ Bab 04
5
DHIEN ~ Bab 05
6
DHIEN ~ Bab 06
7
DHIEN ~ Bab 07
8
DHIEN ~ Bab 08
9
DHIEN ~ Bab 09
10
DHIEN ~ Bab 10
11
DHIEN ~ Bab 11
12
DHIEN ~ Bab 12
13
DHIEN ~ Bab 13
14
DHIEN ~ Bab 14
15
DHIEN ~ Bab 15
16
DHIEN ~ Bab 16
17
DHIEN ~ Bab 17
18
DHIEN ~ Bab 18
19
DHIEN ~ Bab 19
20
DHIEN ~ Bab 20
21
DHIEN ~ Bab 21
22
DHIEN ~ Bab 22
23
DHIEN ~ Bab 23
24
DHIEN ~ Bab 24
25
DHIEN ~ Bab 25
26
DHIEN ~ Bab 26
27
DHIEN ~ Bab 27
28
DHIEN ~ Bab 28
29
DHIEN ~ Bab 29
30
DHIEN ~ Bab 30
31
DHIEN ~ Bab 31
32
DHIEN ~ Bab 32
33
DHIEN ~ Bab 33
34
DHIEN ~ Bab 34
35
DHIEN ~ Bab 35
36
DHIEN ~ Bab 36
37
DHIEN ~ Bab 37
38
DHIEN ~ Bab 38
39
DHIEN ~ Bab 39
40
DHIEN ~ Bab 40
41
DHIEN ~ Bab 41
42
DHIEN ~ Bab 42
43
DHIEN ~ Bab 43
44
DHIEN ~ 44
45
DHIEN ~ Bab 45
46
DHIEN ~ Bab 46
47
DHIEN ~ Bab 47
48
DHIEN ~ Bab 48
49
DHIEN ~ Bab 49
50
DHIEN ~ Bab 50
51
DHIEN ~ Bab 51
52
DHIEN ~ Bab 52
53
DHIEN ~ Bab 53
54
DHIEN ~ Bab 54
55
DHIEN ~ Bab 55
56
DHIEN ~ Bab 56
57
DHIEN ~ Bab 57
58
DHIEN ~ Bab 58
59
DHIEN ~ Bab 59
60
DHIEN ~ Bab 60
61
DHIEN ~ Bab 61
62
DHIEN ~ Bab 62
63
DHIEN ~ Bab 63
64
DHIEN ~ Bab 64
65
DHIEN ~ Bab 65
66
DHIEN ~ Bab 66
67
DHIEN ~ Bab 67
68
DHIEN ~ Bab 68
69
DHIEN ~ Bab 69
70
DHIEN ~ Bab 70.
71
DHIEN ~ Bab 71
72
DHIEN ~ Bab 72
73
DHIEN ~ Bab 73
74
DHIEN ~ Bab 74
75
DHIEN ~ Bab 75
76
DHIEN ~ Bab 76
77
DHIEN ~ Bab 77
78
DHIEN ~ Bab 78
79
DHIEN ~ Bab 79
80
DHIEN ~ Bab 80
81
DHIEN ~ Bab 81
82
DHIEN ~ Bab 82
83
DHIEN ~ Bab 83
84
DHIEN ~ Bab 84
85
DHIEN ~ Bab 85
86
DHIEN ~ Bab 86
87
DHIEN ~ Bab 87
88
DHIEN ~ Bab 88
89
DHIEN ~ Bab 89
90
DHIEN ~ Bab 90

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!