"Jahat !" cabiknya, dengan bibir yang mengerucut, "Selalu saja aku ditinggal," lanjutnya.
"Salahmu." Ajeng hanya terkekeh melihat sahabatnya sedang ngambek. Walau sahabatnya ini sering ngambek, tapi percayalah, tidak akan pernah bertahan lama, dengan rayuan maut berupa traktiran dari Ajeng, dapat meluluh kan hati Mutia. Perut is number one yah bagi Mutia.
Keduanya melanjutkan perbincangan yang sempat tertunda, disertai candaan, dengan banyak curhatan dan celotehan dari seorang Mutia. Tiba-tiba ditengah perbincangan, mereka dikejutkan dengan suara gebrakan meja.
BRAK !!
"Eh kodok, eh kodok, buset dah! woy..., santai aja kale, gak usah gebrak meja gitu," celoteh Mutia dengan spontan. Sementara Ajeng hanya memandang datar kearah asal suara itu.
"Heh, diam lo ! " bentak Sirena, "Oohhh ini perempuan j*l*n* yang merusak hubungan orang lain, " ucapnya dengan senyum sinis di bibirnya memandang rendah kearah Ajeng.
"Eh jaga tuh mulut, diambil malaikat baru tau lo," ucap Mutia "j***ng teriak j***ng," imbuhnya dengan wajah kesal.
"Ha ha ha ha."
PLAK !!
Pipi mulus gadis cerewet itu seketika menjadi merah, terlihat jelas berbekas, panas menjalar di seluruh wajahnya yang menahan amarah.
"KAU...!" Ajeng menahan amarah sahabatnya itu, sedangkan ia tetap dalam mode datar nya, menatap tajam tanpa berkedip.
"Huh, hanya seperti ini kemampuan dari putri seorang pembalap terkenal, tidak ada apa-apanya, hanya gen p*****r dan j****g dari ibunya yang diturunkan, benar-benar sangat menjijikkan." Berbagai celaan dan hinaan di lontar kan Sirena kepada Ajeng
Telinga Ajeng memanas, darahnya seakan mengalir lebih kencang, deru suara nafasnya sudah tak beraturan. Tangannya mengepal dengan kuat, mendengar orang lain menjelekkan kedua orang tuanya. Jika hanya dirinya yang selalu jadi bahan omongan ia tidak perduli, namun ketika menyangkut orang yang disayang ia tidak akan tinggal diam.
"Sudah selesai bicara? Sekarang giliranku, dengarkan baik-baik karna ini sangat penting, pertama, aku tidak kenal denganmu dan kekasihmu, kedua, jika kekasihmu meninggalkanmu, berarti kamu tidak menarik lagi, mungkin sudah terlalu tua, dan lihatlah, kulitmu sudah mulai keriput," ucap Ajeng dengan tatapan tajam, suara lantang namun terdengar begitu dingin, dan tak ada ekspresi, dan membuat merinding bagi siapa saja yang melihatnya
"Oh.. dan satu lagi."
PLAK.!!
Tamparan keras mendarat di pipi mulus Sirena, membuat ia hampir jatuh karna kehilangan keseimbangan "Lagi dan lagi." tambah Ajeng sembari tangannya menjambak rambut Sirena dua kali, sampai Sirena tersungkur ke lantai. "itu untuk sahabat dan kedua orang tua ku, dasar HAMA," imbuhnya sambil menarik Mutia melangkahkan kaki perlahan untuk pergi dari tempat itu.
Banyak orang yang melihat adegan pertengkaran itu, ada yang mengabadikan momen yang dianggap langka, ada juga yang saling berbisik, menatap kagum dengan keberanian Ajeng, tapi tak banyak juga yang memandang rendah Ajeng karna tingkah lakunya di depan umum.
Namun tidak bagi seseorang yang menyaksikan dari awal kejadian itu, senyum tipis tergambar jelas di bibirnya, ada rasa hiburan tersendiri baginya.
"Gadis liar," gumamnya dalam hati
"Jalan Lym," perintahnya
"siap bos."
***
"Semuanya sudah siap bos," lapor Lyman.
Griffin melangkah kan kaki memasuki ruang meeting, mendudukkan dirinya di kursi singgahsananya. Sorot tajam matanya menatap ke depan, menusuk dan membunuh bagi siapa saja yang bertatapan langsung dengannya.
"Selamat siang, maaf telah mengganggu waktu istirahat kalian, pasti kalian bertanya-tanya maksud dan tujuan saya datang kemari, langsung saja, Lym, bagikan." dengan wajah datar, sikap dingin, dan tegasnya saat berbicara, sungguh memang ia adalah sosok seorang pemimpin.
"Untuk apa tuan Griffin datang ke perusahaan ini?"
"Benar, biasanya ia hanya akan memantau dari jauh."
"Apa ada masalah besar yang terjadi?"
Suara bisik bisik memecah keheningan beberapa saat yang lalu.
Tidak mungkin dia tau tentang kecurangan ku.
wajah pucat pasi, takut, itulah yang dirasakan oleh seorang pengkhianat itu saat ini. Seharusnya ia lebih tau resiko dari pelanggaran yang ia lakukan.
"Sudah dibaca ? Bagaimana, ada yang ingin menjelaskan? atau biar saya bantu untuk jelaskan?" tanyanya, dingin nya AC tidak mengalahkan dinginnya seorang Griffin, tajamnya katana pun, tak setajam tatapan membunuh seorang Griffin.
"Tuan, bukannya ini adalah bentuk laporan keuangan perusahaan? Tapi kenapa begitu banyak dana pengeluaran yang tidak jelas?" tanya seorang anggota dewan dengan hati-hati.
"Benar," jedanya "Masih bungkam? Baiklah, Lym, seret pengkhianat itu kehadapanku sekarang," perintahnya.
"Baik bos." Langsung saja, tanpa aba-aba, Lyman menyeret paksa salah seorang anggota dewan, dia adalah Anggara Prasetyo, direktur keuangan. Pengkhianatan yang ia lakukan ialah menggelapkan dana proyek pembangunan perusahaan, dengan jumlah yang tidak sedikit.
"Tuan, apa maksudnya ini?" tanya Anggara dengan hati-hati, mencoba seolah-olah dia tidak tau menahu dengan apa yang terjadi. Jangan panggil Griffin jika ia tidak bisa mengetahui hama kecil di perusahaannya.
"Sudah jelas bukan, dari awal sudah saya katakan, saya paling benci seorang pengkhianat, apalagi seperti anda Anggara Prasetyo, yang tidak mau mengakui kesalahannya, dasar hama kecil yang mencemari peeusahaanku." Ia berdiri dengan kaki kanannya di atas tubuh Anggara,
"Beri dia kebebasan hidup di jalanan, tapi tidak di atas angin," titahnya pada Lyman, dan sedikit menendang Anggara sampai mengeluarkan darah dari hidungnya. Ouuuhhh bang Griffin, itu bukan ditendang sedikit namanya.
"Tuan tolong maafkan saya, saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan saya lagi, tuan....tuan.... tuan... tolong." Anggara bersimpuh di kaki Griffin, mencoba membuat Griffin memaafkan nya, tapi jelas itu percuma.
Ada rasa kasihan bagi yang melihatnya, tapi mereka masih sayang dengan nasib mereka masing-masing, lebih tepatnya takut akan menjadi salah satu daftar gelandangan di jalanan.
Griffin pergi meninggalkan ruang meeting, tanpa memperdulikan suara tangisan Anggara, diikuti Lym dibelakangnya.
"Lym, setelah ini kita tidak langsung pulang, aku masih ingin menikmati waktuku disini." Senyum tipis itu terlihat sangat menawan. entah apa yang membuatnya tiba-tiba betah di sana, tapi sepertinya ada hubungannya dengan senyumnya itu.
"Baik bos." Tak ingin menambah pertanyaan, Lyman hanya berkutat dengan pikirannya saat melihat senyum bosnya, yang jarang terlihat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Little Peony
Like like like
2021-05-28
2
Riris Safitri
mulai seru kayakya
2020-11-17
4