Ryzef dan Livia berlari secepat mungkin.
Semakin jauh mereka melangkah, semakin mereka tersesat dari jalur pulang. Napas mereka terengah-engah, tapi tidak ada waktu untuk berhenti. Meskipun tubuh mereka kecil, kemungkinan diinjak oleh ratusan kaki kera yang mengamuk tetap tinggi. Jika tidak berhati-hati, mereka bisa berubah menjadi noda di tanah sebelum bisa berevolusi lebih jauh.
“Livia, ke kiri! Kita ambil jalan memutar!” seru Ryzef sambil menarik Livia ke jalur lain.
Mereka berlari melewati akar-akar pohon besar yang menjulang seperti dinding raksasa. Saat akhirnya mereka bisa mengambil napas sejenak, mata Ryzef tiba-tiba menangkap sesuatu di kejauhan.
Seekor anjing api raksasa terbaring di antara semak-semak. Api yang menyelimuti tubuhnya berpendar merah menyala, mengeluarkan hawa panas bahkan dari kejauhan.
“…Kita beruntung, dia tidur,” bisik Livia.
Ryzef mengangguk cepat. Tanpa membuang waktu, mereka mengendap-endap melewati monster itu, menghindari setiap ranting dan daun kering di tanah. Namun, nasib sial datang begitu saja.
“GRAAAAHHHH!!”
Raungan kawanan kera kembali menggema dari kejauhan.
Anjing api itu menggeliat, lalu mengangkat kepalanya. Mata merahnya terbuka lebar, memantulkan cahaya kemarahan. Panas tubuhnya meningkat drastis, api yang berkobar di tubuhnya tumbuh lebih besar. Dalam hitungan detik, suhu di sekitar mereka naik begitu drastis hingga udara terasa membakar.
“Ini buruk…” gumam Ryzef, tubuhnya mulai terasa kepanasan.
Namun, sebelum sempat mengambil keputusan, tiba-tiba waktu di sekitarnya melambat.
Langkah kawanan kera melambat seperti gerakan dalam air, api dari tubuh anjing itu berkobar dalam gerakan slow-motion, dan angin yang berhembus terasa seolah berhenti.
“Hah?! Aku tidak mengaktifkan skill ‘???’! Kenapa ini…”
[Pandanganmu benar. Tubuhmu mengaktifkannya secara refleks.]
Suara 'pemandu' muncul tiba-tiba dalam pikirannya.
[Tapi jangan lengah! Skill ini mengonsumsi mana dalam jumlah besar. Gunakan waktu ini dengan baik sebelum kehabisan energi.]
Ryzef menatap ke arah Livia, yang masih berada dalam aliran waktu normal.
"Bagus, sekarang aku tinggal—"
[Jangan! Jangan menyentuh Livia di dimensi alternatif ini!]
Suara ‘pemandu’ terdengar lebih keras dari biasanya, membuat Ryzef hampir melompat kaget.
"Apa?! Kenapa?"
[Kau berada dalam ruang waktu berbeda. Jika kau menyentuhnya sekarang, tubuhnya bisa terjebak dalam transisi dimensi yang tidak stabil! Itu sama saja dengan membunuhnya!]
"...Baiklah, kalau begitu, apa yang harus kulakukan?"
[Pukul anjing api itu. Keras.]
“…Hah?”
[Tendang, gigit, serang! Kalau perlu, buat dia menyesali kehidupannya sebagai monster api!]
Seketika semangat Ryzef naik.
"Baiklah, kalau itu perintahmu...!"
Dengan cepat, Ryzef mengambil ancang-ancang. Ia melompat dan menendang kaki anjing api itu sekuat tenaga. Benturan keras terdengar, membuat tubuh monster itu berguncang.
Tak berhenti di situ, Ryzef langsung melebarkan rahangnya. Dengan gerakan cepat, ia mengayunkan rahangnya seperti pedang, menciptakan tebasan tajam yang menggores kulit monster tersebut.
Serangannya berlanjut dalam waktu kurang dari dua menit, meski bagi monster itu, semua terjadi dalam sepersekian detik.
Lalu, waktu kembali berjalan normal.
"AOOOOOOOHHHHH!!"
Monster anjing api itu melolong kesakitan, mencIptakan suara menggelegar yang bergema ke seluruh hutan. Luka-luka di tubuhnya mulai menyala dengan kobaran api yang tidak stabil, seolah tubuhnya kehilangan keseimbangan energi.
Namun, lolongan itu membawa masalah lain.
*Braaak! Braaak! Braaak!
Puluhan kera berukuran besar melompat dari pepohonan, mengepung mereka dari segala arah.
Ryzef dan Livia membeku di tempat.
“…Oke, ini buruk,” gumam Ryzef.
“…Ryzef, sebaiknya kita…”
“…Lari lagi?”
Kawanan kera berteriak semakin keras, menggedor-gedor dada mereka seperti genderang perang.
Lalu, dalam satu detik hening…
Semua kera melompat bersamaan.
“AAAAAAAAAHHHHHH!!”
Livia dan Ryzef menjerit sekeras mungkin, seperti dua bocah yang baru saja melihat setan di pojokan kamar. Mereka saling berpelukan erat, tubuh mereka bergetar kencang, bahkan kaki mereka sampai lemas.
Kawanan kera sudah melompat—atau begitulah yang mereka pikirkan.
Namun…
…Tidak ada yang terjadi.
Setelah hampir satu menit berteriak dengan suara cempreng, akhirnya Ryzef menyipitkan satu mata, mengintip dengan gemetar.
Hening.
Tidak ada kawanan kera.
Tidak ada serangan membabi buta.
Yang ada hanya jasad anjing api yang tergeletak dengan asap mengepul dari tubuhnya.
"...Hah?"
Ryzef akhirnya membuka kedua matanya sepenuhnya. Livia juga menyusul, wajahnya penuh kebingungan.
“…Mereka?” gumam Livia.
“…Pergi?” sahut Ryzef.
Mereka melongok ke kanan, ke kiri, ke atas pohon, ke semak-semak—tetap tidak ada tanda-tanda kawanan kera di mana pun.
Ryzef menatap datar, melepaskan pelukannya dari Livia, lalu menepuk bahunya sendiri seolah menyingkirkan rasa malu.
“Sepertinya… mereka kabur karena mayat itu.”
Livia masih menatap sekitar dengan ekspresi kosong. “Benarkah? Darimana kau tahu?”
Ryzef mendongak penuh kebanggaan, memasang ekspresi ala karakter mentor dalam film-film pahlawan.
“Dari film,” ucapnya serius.
“Film? Apa itu?” Livia mengernyit, kebingungan.
Ryzef langsung membeku di tempat.
Ah, sial.
Ia lupa kalau dunia itu bukan dunia asalnya.
Keringat dingin menetes di kepalanya. Haruskah dia menjelaskan soal bioskop, Netflix, dan segala macamnya kepada seekor semut berevolusi?
“…Ehem, itu… semacam cerita visual yang ditampilkan di layar!” Ryzef mencoba terdengar meyakinkan.
Livia menyipitkan matanya, lalu mengepalkan tangan ke dagunya. “Oh… Jadi seperti teater?”
“…Kurang lebih.”
Livia tampak berpikir, lalu tiba-tiba menepuk tangan dengan semangat. “Berarti kau seorang pendongeng, ya! Wah, kau hebat! Aku tidak menyangka semut bisa memiliki kemampuan seperti itu!”
“…Hah?”
“Tolong ceritakan satu kisah film itu padaku, aku ingin tahu lebih banyak!”
Ryzef langsung panik. “Ehh?! Sekarang?!”
Livia mengangguk cepat. “Iya! Ceritakan satu!”
“…Baiklah,” Ryzef menghela napas, mencoba mengingat film yang paling gampang dijelaskan…
Dan yang pertama terlintas di kepalanya adalah…
“Ant and Furious"
Ryzef mengambil napas dalam sebelum mulai bercerita.
“Jadi, ada seekor semut bernama Domis Semutretto, dia adalah pemimpin geng balap tercepat di koloni.”
Livia mengangguk serius.
“Mereka bukan sekadar balapan biasa, tapi balapan di atas daun yang melayang di sungai deras.”
“Oh! Itu pasti sulit!” Livia terkejut.
“Benar sekali! Tapi mereka punya satu prinsip utama…”
Ryzef berhenti sejenak, menatap mata Livia dengan penuh keyaKinan.
“…Di dunia ini, tidak ada yang lebih cepat dari KELUARGA.”
Livia mengedip. “…Apa?”
“KELUARGA, Livia. Kau tidak perlu mesin, tidak perlu sihir, selama kau punya KELUARGA, kau bisa menabrak semut lain tanpa takut terbalik!”
Livia mulai terlihat bingung. “Tapi… bukankah kalau menabrak sesuatu itu bahaya?”
Ryzef menggeleng dengan penuh keyakinan.
“Tidak bagi KELUARGA.”
Livia menghela napas. “…Lalu bagaimana ceritanya berakhir?”
Ryzef tersenyum.
“Domis Semutretto dan kawanannya melompat dari puncak pohon pakai daun. Mereka melayang di udara selama 10 menit, lalu mendarat di sarang tanpa lecet sedikit pun.”
Livia terdiam lama.
“…Kau yakin ini bukan sihir?” tanyanya datar.
“Tidak! Ini murni fisika keluarga!”
Hening.
Lalu, tanpa diduga…
PLAK!
Livia menepuk kepalanya sendiri. “Aduh, kenapa aku percaya omong kosong ini…”
Ryzef tertawa bangga. “Jadi, kau paham sekarang? Kekuatan keluarga lebih kuat dari akal sehat!”
Livia memutuskan untuk tidak menanggapi lebih lanjut, karena kalau tidak, otaknya mungkin akan meleleh seperti lilin.
...~𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Topik Bayangan
kemaren kagak up thor?
2025-02-17
4
~sya
wkwkwk pilem kesukaan adek gua itumah
2025-02-16
4
Annnnisssseeee
bjir gak pelanggaran kah
2025-02-16
2