Pemuda rambut hitam tersebut melangkah di antara kegelapan dan cahaya remang-remang dari lampu kristal. Sampai pada balai Kota Mylta, untuk sesaat Odo menghentikan langkah kakinya dan menghela napas kecil. Menoleh ke belakang, dalam hati ia merasa sedikit malu pada dirinya sendiri atas apa yang telah dirinya sampaikan kepada Elulu.
“Padahal aku sendiri masih terjebak dan dihantui masa lalu, besar kepala sekali diriku berani bicara seperti itu kepadanya,” gumam sang pemuda seraya kembali melangkahkan kaki.
Melewati rutinitas umum untuk memeriksa dapur serta basement toko, Odo memutuskan untuk pergi ke Atelier Hulla. Dalam langkah kaki menuju Distrik Pengrajin, sesekali pemuda itu menghela napas resah dan merasa sensitif dengan hal yang baru saja dirinya katakan sebelumnya.
Mengingatkannya dengan masa lalu, merasakan sebuah kemiripan dan sedikit membuat dirinya merasa sedih. Adik perempuan, bayangan dari keluarganya di masa lalu membuat Odo menghentikan langkah kakinya di persimpangan jalan yang sepi.
“Nama adikku di Dunia Sebelumnya … siapa, ya? Dia, adikku namanya adalah 0u4fn0!”
Pada saat itu, Odo baru saja menyadarinya, bahwa nama tersebut juga telah hilang. Seakan memang hal tersebut dilarang oleh semesta, sebab bisa saja mengantarnya menuju semakin dekat ke ingatan yang berkaitan dengan Awal Mula.
Odo tak bisa menyebutkan nama adik dari Dunia Sebelumnya, meski pun jauh di dalam jiwanya mengingat nama itu dengan sangat jelas.
Rasa cemas dan takut yang ada di dalam hati seketika berubah menjadi amarah, merasa dipermainkan dan langsung mengentakkan kakinya ke permukaan jalan. Susunan batu langsung retak dan aliran Ether di Kota Mylta seketika terganggu, membuat cuaca dengan cepat berubah dan angin bertiup kencang.
Seakan merepresentasikan suasana hati Odo, langit perlahan mendung dan membuat kota pesisir tertutupi kegelapan pekat. Lampu-lampu kristal yang ada pada beberapa sudut jalan mulai kedap-kedip, sirkuit sihir pada lampu jalan yang terhubung dengan reaktor sihir kota pun seketika terganggu. Itu membuat Mana bocor, lalu bercampur dengan Ether di udara dan layaknya asap mulai melayang ke langit membentuk gemuruh petir di dalam awan.
“Dewi ******** itu …. Dia bahkan menghapus nama adikku?!”
Kemarahan murni yang jarang dirinya rasakan, emosi yang seharusnya telah hilang darinya mulai kembali naik ke permukaan bersama dengan ingatan-ingatan dari masa lalu. Murka, kebencian, dan rasa ingin menghancurkan menguasai Odo. Dalam benak ia mulai menyesal tidak langsung menyerang dan memberikan perlawanan terhadap Dewi Helena saat bertemu dengannya.
“Tenanglah, Odo …. Dirimu ingin menghancurkan takhta yang telah terbentuk di kota ini? Kamu tak perlu sampai kehilangan pikiran rasional …..”
Di tengah amarah yang meluap-luap tersebut, suara Putri Naga membuat sang pemuda sedikit tersentak dan tersadar. Itu dengan jelas menggema di dalam kepala, langsung menyadarkan Odo bahwa amarah tidak akan menyelesaikan masalah yang ada.
Bersama emosinya yang perlahan redup, gemuruh mulai hilang dan awan mendung dengan cepat menyingkir dari langit. Sirkuit-sirkuit sihir yang terhubung dengan lampu-lampu kristal di beberapa sudut jalan mulai kembali normal, serta Ether yang tersebar pun kembali stabil dan bersirkulasi dengan semestinya mengikuti aliran topologi infrastruktur bangunan yang ada di Kota Mylta.
“Maaf …. Itu benar …. Kali ini aku akan menghabisinya sebelum jatuh banyak korban. Dewi yang hanya peduli dengan dunia dan sama sekali tidak memikirkan makhluk di dalamnya, itulah Helena. Dari awal sampai sekarang dia memang tidak berubah. Pertemuan ku dengannya membuat hal itu pasti.”
Menghela napas ringan, sejenak Odo memejamkan mata dan meluaskan persepsi untuk memastikan tidak ada orang yang melihat saat dirinya marah tadi. Meski hanya terlihat seperti orang yang menghentakkan kaki dan membuat jalan sedikit retak, tetap saja itu bisa menimbulkan kesalahpahaman jika dilihat oleh orang yang memiliki pengetahuan terkait sihir ilahi.
Setelah memastikan tidak ada hawa kehidupan kecuali para binatang serta tumbuhan di sekitarnya, Odo kembali membuka mata dan melanjutkan langkah kaki menuju Atelier Hulla untuk menemui para penyihir di sana.
ↈↈↈ
Ruangan dengan pot-pot tanaman herbal yang digantung, aroma obat-obatan yang khas serta kristal-kristal cahaya yang digantung di antara pot sebagai penerang. Dalam pencahayaan yang sedikit remang-remang tersebut, Odo Luke datang ke Atelier Hulla untuk membicarakan pemindahan wewenang atas pabrik di distrik pelabuhan sebelum Canna kembali ke Miquator.
“Kalian memutuskan akan kembali ke sana akhir minggu ini, ya? Sayang sekali …, padahal aku masih ingin meminta banyak hal dari kalian,” ucap Putra Tunggal Keluarga Luke tersebut kepada dua penyihir Miquator.
Odo duduk saling berhadapan dengan Canna dan Opium. Di antara mereka terdapat meja berisi camilan kering serta teh herbal, lalu di sebelah sang pemuda duduk sang pemilik Atelier, Luna Hulla. Dalam suasana yang sedikit canggung, keempat orang tersebut hanya sedikit menyampaikan kalimat jika dibandingkan dengan kelas sihir yang biasa mereka lakukan saat malam hari.
Dalam pertemuan ke-14 selama lebih dari satu bulan terakhir, setiap orang di dalam ruangan paham kalau pertemuan kali ini adalah untuk perpisahan. Baik Luna Hulla yang baru ikut kelas milik Odo di pertengahan ataupun Canna serta Opium, mereka paham kalau malam ini mereka tidak bisa lagi berdiskusi lepas sembari mendengar pelajaran dari sang pemuda.
“Hmm ….” Canna mengangguk, menatap Odo Luke dan dengan nada sedikit sedih menjawab, “Kalau kami terlalu lama mengambil cuti, kredit kehadiran kami akan bermasalah dan bisa tertinggal untuk mengambil sidang kenaikan tingkat.”
“Sidang, ya ….” Odo memasang senyum simpul, memalingkan pandangan ke arah salah satu pot herbal yang digantung dan berkata, “Berarti kalian mengajukan teori, lalu diuji oleh para instruktur?”
“Benar …. Ada juga ujian praktik tergantung jurusan yang diambil. Kurang lebih seperti itu.”
Dengan jawaban singkat dari Canna, pembicaraan mereka pun kembali terhenti dan suasana senyap mengisi ruangan. Begitu tenang sampai-sampai suara serangga di luar Lokakarya terdengar jelas.
Paham para penyihir tersebut tidak terbiasa dengan perpisahan, Odo menarik napas dalam-dalam dan kembali menatap dua perempuan di hadapannya. “Mungkin ini terdengar aneh kalau aku yang mengatakannya …, tapi tetap semangat ya! Jika kalian butuh bantuan soal anggaran pendidikan, kirim saja surat kepadaku. Sebisa mungkin akan aku bantu.”
Meski Odo menyampaikan maksudnya dengan sungguh-sungguh, namun bukan hal tersebut yang ingin Canna dan Opium dengar darinya. Kedua perempuan itu saling menatap, lalu memasang senyum kecil dan merasa pemuda itu juga bisa canggung dengan suasana yang ada.
“Tuan Odo, kenapa Anda malah membahas uang di saat seperti ini?” tanya Luna, pemilik Lokakarya yang duduk di sebelahnya.
Sang pemuda lantas lekas memperlihatkan mimik wajah bingung, mengerutkan kening dan dengan heran bertanya, “Lalu …, apa yang harus aku katakan? Aku paham kalau kelas kali ini untuk perpisahan, tapi hanya itu yang bisa kukatakan.”
“Ternyata kamu punya sisi kaku juga. Diriku kira … kamu orang yang selalu asal terobos dalam pembicaraan,” singgung Opium setelah tertawa kecil.
“Itu benar …. Padahal selama ini Odo selalu saja menyinggung kami tanpa ragu sedikitpun. Mengatai kami kurang pengetahuan, kolot, bahkan sampai pernah membentak. Tapi untuk hal seperti ini, ternyata sisik kikuk kamu bisa tampak,” sambung Canna yang ikut menyinggung.
“Terus aku harus bicara apa lagi?” Odo menatap mereka dengan sorot mata datar, lalu menghela napas sekali dan kembali berkata, “Sungguh, aku tidak tahu harus bicara seperti apa saat situasi seperti ini …. Aku juga sebenarnya datang cuma mau bicara soal pabrik di pelabuhan yang dipegang Canna, loh.”
“Iya, iya, saya tahu kok. Kamu memang orangnya seperti itu,” ucap Canna dengan sedikit riang. Sembari mengangkat telunjuk, perempuan rambut putih uban tersebut kembali menyampaikan, “Soal itu sudah aku sampaikan ke Kak Luna. Seharusnya, Kak Luna takkan kaget dengan jumlah pekerjaan yang ada saat gudang diserahkan kepadanya.”
“Hmm ….” Odo menoleh ke penyihir rambut cokelat kemerahan di sebelahnya. Memasang senyum kecil, ia dengan nada meragukan bertanya, “Apa tidak masalah kamu mengurus gudang dan Atelier ini sendirian? Bukannya nanti repot?”
Luna mengerutkan kening, merasa sedikit diremehkan dan ia pun segera menjawab, “Tentu saja tak masalah! Pekerjaan yang saya pegang di gudang hanya pencatatan dan pengawasan, lainnya akan diurus oleh pria Demi-human yang bekerja untuk kamu, ‘kan? Seperti transaksi dan negosiasi dengan para nelayan ….”
“Bukan soal pekerjaan, tapi waktu. Kau kemungkinan besar harus berada di gudang selama sembilan jam lebih loh, dari pagi sampai sore …. Kalau terus seperti itu, Atelier kamu kapan bukannya? Apa akan terus tutup?”
Luna sedikit tersentak dan baru menyadari hal tersebut. Selama dirinya membantu Canna di gudang, perempuan yang mengenakan gaun ungu khas penyihir Miquator tersebut hanya datang di siang hari dan pulang tidak sampai malam.
“Benar juga …. Apa perlu mengatur jadwal? Seperti satu hari libur, lalu satu hari berangkat?”
“Tidak bisa, gudang pabrik harus buka setiap hari,” jawab Odo dengan tegas. Menghela napas dan kembali menatap ke arah Canna, pemuda rambut hitam tersebut menyampaikan, “Kalau tutup satu hari saja aku sudah merugi banyak loh ….”
Dengan kalimat singkat yang langsung ke inti tersebut, suasana di ruangan seketika berubah menjadi canggung. Ketiga perempuan yang mengenakan jubah khas penyihir Miquator mulai menutup mulut, menujukkan betapa jelasnya mereka tidak ahli dalam hal manajerial.
Melihat mimik wajah mereka yang seketika cemas dan bingung, Odo menarik napas dengan resah dan menggelengkan kepala. Kembali menatap ke arah Luna, Putra Tunggal Keluarga Luke tersebut bertanya, “Kalau begitu, kau harus cari satu orang lagi …. Supaya bisa mengatur shift satu hari libur, satu hari kerja.”
“Eh?” Luna tersentak, lalu sembari pura-pura tidak tertekan berkata, “I-Itu benar! Kita harus cari orang lagi! Itu yang saya maksud ….”
Mendengar saran dari Odo, mimik wajah Opium berubah heran. Sembari meletakkan tangannya ke dagu, penyihir Expert Tingkat Pertama tersebut bertanya, “Tapi memangnya siapa yang bisa? Bukannya Kak Canna memilih Kakak Luna karena tak ada lagi yang bisa dimintai soal itu?”
Odo merasa perkataan tersebut memang masuk akal. Namun pada saat yang bersamaan, di dalam pikirannya terlintas salah satu kupu-kupu malam yang pernah dirinya temui dua kali di Kota Mylta. Yor’an Botan ⸻ Nama wanita malam dari Rumah Bordil Jasmine yang menjadi seorang pecandu tersebut tiba-tiba membuat Odo memutuskan sesuatu dalam benak.
“Bagaimana kalau Courtesan bernama Yor’an?”
“Yor’an …?” Luna sedikit memucat karena pertanyaan Odo, merasa tak nyaman saat nama tersebut naik ke permukaan dan menjadi topik pembicaraan. Menatap cemas pemuda di sebelahnya, sang pemilik Lokakarya bertanya, “Kenapa … Tuan Odo menyebut nama itu? Apa Anda kenal dengannya?”
“Hmm, kurang lebih ….” Odo memasang senyum tipis, lalu perlahan melirik tajam ke arah Luna sembari berkata, “Aku juga tahu tentang apa yang terjadi dengannya, begitu pula obat-obatan yang kau jual kepada para wanita penghibur.”
“Itu ….” Luna sesaat hendak memberikan alasan. Namun saat mengerti hal itu akan percuma, perempuan itu pun bertanya, “Apa Tuan Odo ingin melarang saya menjualnya lagi? Kalau meminta, saya akan berhenti menjual itu …. Lagi pula, saya nanti setelah bekerja di tempat Anda⸻!”
“Tak usah,” potong Odo dengan tegas. Perlahan mengangkat tangan kanannya ke arah Luna, pemuda itu langsung menyentil keningnya sampai memerah. “Kalau kau ingin melakukannya, maka lakukan sampai akhir,” tegurnya seakan tahu alasan Luna menjual obat kontrasepsi kepada para kupu-kupu malam.
“Apa … itu tidak masalah?” Luna perlahan menundukkan wajahnya, lalu dengan muram berkata, “Kalau saya menjual obat semacam itu lagi, pasti ada lagi yang kecanduan dan berakhir seperti Yor’an.”
“Kau menjual obat seperti itu untuk mencegah mereka hamil saat bekerja, ‘kan? Supaya tidak ada lagi anak yang lahir dan diperlakukan sebagai aib, seperti kau dan kupu-kupu malam itu.”
Luna tersentak karena perkataannya, benar-benar gemetar mendengar Odo mengetahui masa lalunya yang kelam. Ia mengangkat wajah dan menatap cemas, lalu dalam benak juga merasa tidak ingin dikasihani ataupun dipandang rendah oleh pemuda rambut hitam tersebut.
“Kenapa … Anda bisa tahu?” tanya Luna gemetar.
“Arsip Kota ….” Odo memalingkan pandangan dari penyihir tersebut, kembali melihat ke arah salah satu pot yang digantung dan berkata, “Saat aku memeriksanya di Kantor Pencatatan Sipil, namamu tidak ada dan hanya ada nama Selena Hulla, mendiang Ibumu. Dia tidak memiliki catatan pernah menikah, tentu saja catatan pernah melahirkan pun tidak ada …. Selebihnya, aku tanya-tanya ke Madam Theodora soal kau.”
Luna menghela napas panjang, lalu menatap kedua yuniornya dengan senyum yang terlihat tampak sedih. Kembali menoleh ke arah pemuda di sebelahnya, perempuan rambut cokelat kemerahan tersebut berkata, “Tuan Odo ternyata punya kepribadian yang usil juga ya, tak saya sangka Anda suka menyelidiki orang sampai seperti itu.”
Lekas menoleh ke arahnya, Odo Luke kembali bertanya, “Jadi, apa benar itu alasan kau menjual obat kontrasepsi yang mengakibatkan efek kecanduan?”
“Hmm, itu benar.” Luna memalingkan pandangan dan kembali menunduk. Sembari menyatukan jemari kedua tangan dan tampak gelisah, ia pun menjelaskan, “Mungkin Anda sudah tahu …. Saya sebenarnya lahir dari seorang kupu-kupu malam di dekat pelabuhan, jauh sebelum tempat ini didominasi oleh beberapa Rumah Bordil besar dan pemerintah melarang perdagangan orang. Sejak kecil … saya dianggap sebagai beban, diperlakukan dengan tidak layak, dan bahkan tubuh saya pernah dijual ke pelanggan …. Oleh mendiang ibu kandung saya sendiri.”
Meski sudah tahu masa lalu Luna, Canna dan Opium yang kembali mendengar cerita itu perlahan mulai memperlihatkan ekspresi sedih. Tetapi, tidak dengan Odo Luke. Pemuda dengan sorot mata tajam tersebut sama sekali tidak memperlihatkan mimik wajah iba.
Tanpa tersentuh sama sekali, pemuda rambut hitam tersebut bertanya, “Lalu, bagaimana kau bisa diadopsi oleh mendiang pemilik Lokakarya ini dan diangkat menjadi anaknya?”
“Bakat sihir ….” Luna mengangkat wajah dan menatap dengan mata berkaca-kaca. Lalu dengan suara yang terdengar ingin menangis, ia pun kembali berkata, “Mendiang Ibu Selena orangnya agak unik …. Beliau melajang sampai tua dan hanya fokus pada penelitiannya. Untuk mencari penerus tempatnya, beliau menyeleksi anak-anak secara acak dari berbagai tempat. Kebetulan … saya memenuhi kompetensi dan dibeli olehnya. Namun setelah peraturan pemerintah tentang pelarangan perbudakan dibuat, aku langsung diadopsi olehnya. Bukan berarti Ibu Selena memperlakukan saya dengan buruk sebelum diadopsi, beliau … sangat baik. Meski dingin, beliau mengajari saya banyak hal. Ia seorang wanita yang memiliki dedikasi kuat pada ilmu pengetahuan. Bahkan …, meski sakti beliau tetap menyuruh saya untuk pergi menuntut ilmu ke Miquator dan meninggalkannya sendirian.”
Odo sama sekali tidak bergeming, hanya menatap datar perempuan yang menceritakan masa lalunya dengan ekspresi sedih dan tampak seperti ingin menangis. Menarik napas ringan sekali, Putra Tunggal Keluarga Luke tersebut bertanya, “Kalau memang seperti itu, bukannya kau lebih baik terus menjualnya?”
“Tapi …, apa yang saya lakukan seperti hanya menghancurkan kehidupan mereka yang ada saat ini. Meski jumlah anak-anak seperti saya dulu berkurang, itu … serasa sama saja dengan saya yang membunuh mereka dengan obat-obatan.”
Odo membuka telapak tangan kanan, lalu mengaktifkan Dimensi Penyimpanan pada sarung tangannya dan mengeluarkan selembar perkamen. Menggulung itu, ia menyerahkannya kepada Luna sembari berkata, “Ubah resep milikmu. Paling tidak, dengan ini seharusnya efeknya akan berubah …. Mereka tidak akan kecanduan lagi.”
Kedua mata Luna terbuka lebar. Segera mengambil itu dari Odo dan membukanya, ia memeriksa resep obat yang Odo berikan. Dari bahan-bahan yang ada, itu memang tertulis hampir sama dengan obat yang Luna buat. Namun, untuk sebagian ada bahan yang tidak biasa.
“Resep ini …?”
“Itu resep pil KB⸻ Maksudku, pil kontrasepsi. Memang tetap ada efek sampingnya, tapi kurasa itu lebih baik daripada efek kecanduan.”
“Efeknya seperti apa?! Apa berbahaya?!” tanya Luna dengan sangat penasaran.
“Berat badan akan naik.” Odo perlahan memalingkan pandangan ke sudut ruang, lalu dengan nada sedikit tak nyaman menambahkan, “Bisa juga sebagai obat anti jerawat, atau malah berefek sebaliknya tergantung pengguna.”
“Hanya itu?! Yakin tidak ada yang lain?! Seperti pusing parah atau pendarahan dalam pada bagian intim?!”
“Kalau digunakan dengan benar, kurasa tidak ada lagi ….”
Perkataan tersebut kembali membuat Luna tersentak. Sekali lagi ia murung dan disadarkan dengan fakta tersebut. Pada dasarnya obat-obatan dibuat untuk mereka yang memerlukan. Namun, dalam penggunaan itu tergantung pada tiap orang. Layaknya kata pepatah, obat bisa menjadi racun jika berlebihan dan racun bisa menjadi obat jika dalam takaran yang tepat. Semua itu tergantung cara penggunaanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Ken Arrock
☕
2021-03-28
1
ime Queen
semongko bro
2021-02-01
2