“Maksud kamu?” Mavis sedikit menurunkan kedua alisnya.
“Nyonya bisa mengurangi jumlah Shieal yang ikut dengan Tuan Odo dan memasukkan mereka.” Fiola berdiri tegak, menatap ke arah Di’in dan Ra’an dan kembali berpendapat, “Kita kekurangan tenaga di Mansion untuk mengurus dokumen dan menjaga keamanan. Meski kita bisa menyewa pengawal untuk tempat ini nanti, namun tetap saja Nyonya pasti bisa lebih merasa aman saat dijaga oleh orang yang Anda percaya.”
Meski pun diberikan pendapat yang terdengar sangat masuk akal, Mavis tetap tidak menurunkan alisnya dan menatap kesal. Setelah menghela napas ringan, tanpa menoleh wanita rambut pirang tersebut menunjuk kedua perempuan Moloia sembari bertanya, “Lalu membiarkan Odo pergi dengan orang-orang mencurigakan di sana?”
“Itu ….”
Fioal tidak bisa menyingkirkan risiko yang ada, merasa apa yang dikatakan majikannya tersebut ada benarnya juga. Sangat tinggi kemungkinan kedua perempuan Moloia tersebut berkhianat dan mencelakakan Odo.
“Huh, dari awal diriku juga sudah merasa tak nyaman dengan mereka.” Mavis berhenti menurunkan alis, memalingkan pandangan dan mimik wajahnya berubah sedikit resah. Sembari menatap ke arah Di’in dan Ra’an, wanita rambut pirang tersebut berkata, “Rasanya … orang-orang seperti mereka tak punya loyalitas dan hanya mementingkan diri sendiri.”
“Soal loyalitas Bunda tak perlu cemas,” ujar Odo masuk ke dalam diskusi ibunya dengan Fiola.
“Tak perlu cemas?” Mavis menoleh dengan heran, menatap bingung putranya tersebut dan bertanya, “Apa maksudnya? Bagaimana bisa Bunda tak cemas kalau mereka tidak loyal?”
“Sebenarnya, aku sendiri tak percaya dengan mereka.”
““Eh?””
Baik Mavis ataupun semua orang di ruangan tersebut, mereka terkejut mendengar itu. Perkataan tersebut juga berarti dirinya berniat menjadikan orang-orang yang tidak dirinya percaya sebagai pendamping.
Tanpa menatap ibunya dan hanya melihat ke arah Di’in dan Ra’an, Odo memasang senyum kecil dan menyampaikan, “Aku membawa mereka bukan untuk dijadikan pengikut loyal, namun hanya butuh kemampuan mereka. Hanya itu. Tak lebih dan tidak kurang ….”
Ekspresi Odo memberitahu Mavis tentang kebulatan hatinya, membuat wanita rambut pirang tersebut menghela napas ringan dan menyerah untuk melarang. Menoleh ke arah Fiola, ia dengan nada yang terdengar pasrah bertanya, “Apa kamu bisa mengaturnya? Paling tidak, mereka harus tahu cara melayani seorang bangsawan dan membantunya dalam pekerjaan ….”
Fiola meletakkan telapak tangan kanan ke dada kiri, membungkuk dengan hormat dan berkata, “Jika hal tersebut kehendak Nyonya, saya akan mengurusnya.” Kembali berdiri tegak, perempuan rambut cokelat kehitaman tersebut bertanya, “Untuk Shieal yang tidak jadi ikut dengan Tuan Odo ….”
“Tarik Gariadin, lalu beritahu Minda untuk membantu kamu saat mendidik mereka.”
“Sesuai perintah Anda, Nyonya Mavis.”
Dengan begitu, kesimpulan pun diambil dan kedua perempuan Moloia tersebut diputuskan akan menjadi pendamping Odo saat bekerja di Pien’ta pada musim gugur nanti. Untuk hal tersebut, mereka pun akan menempuh pendidikan dasar seorang Shieal dengan prosedur rata-rata untuk mengetahui dasar-dasar menjadi seorang pelayan dari Keluarga Luke.
Untuk masalah Hilya sendiri, setelah pembahasan panjang lain, pada akhirnya Mavis memperbolehkan anak kecil tersebut untuk tinggal di Mansion. Namun bukan sebagai anak adopsi ataupun adik Odo Luke, melainkan diperlakukan sebagai pelayan magang di kediaman mereka.
ↈↈↈ
Sebelum hari berganti, sebelum malam sampai pada puncaknya, pemuda rambut hitam terebut memutuskan untuk pergi ke Kota Mylta sesudah menyelesaikan beberapa urusan terkait ketiga perempuan yang dirinya bawa ke Mansion.
Odo melangkahkan kaki menuju kamarnya sendiri dan segera membuka pintu untuk masuk. Tanpa membawa apa-apa kecuali pakaian yang dikenakan, pemuda rambut hitam tersebut langsung menggunakan Puddle dan membuat genangan air bercahaya di permukaan lantai.
Menginjak itu dan seketika tenggelam di dalamnya, Putra Sulung Keluarga Luke tersebut seketika berpindah menuju tempat yang dituju pada Kota Mylta. Dalam jeda hanya beberapa detik saja setelah ia tenggelam ke dalam genangan air bercahaya, di lantai dua toko Ordoxi Nigrum keluarga genangan air yang sama dan Odo pun keluar dari dalamnya.
Air yang membasahi tubuh serta pakaian menetes di lantai kayu, menguap dengan cepat dan lenyap dari tempatnya berdiri. Melihat sekeliling tempat yang digunakan untuk pekerjaan pembukuan tersebut, pemuda rambut hitam itu sama sekali tidak melihat orang di sana.
Sunyi, gelap, dan hanya ada perkamen serta alat tulus di atas meja. Memaklumi hal tersebut karena sekarang sudah hampir tengah malam, Odo segera berjalan menuju salah satu meja dengan pembatas sekat dan mengambil salah satu laporan dari laci.
Seakan dirinya telah paham dan tahu seluruh susunan pengarsipan yang digunakan Nanra untuk pembukuan, pemuda itu mengambil satu lembar pencatatan keuangan yang dirinya butuhkan. Dengan pencahayaan minim dari satu lampu gantung yang menyala, ia mulai membaca, mencermati, dan melakukan kalkulasi ulang untuk mengetahui hasil dari rapat tadi siang.
“Hmm, jadi Arca memutuskan untuk menerima penaikan pajak itu? Dan juga, tak aku sangka dia juga inisiatif menjalin kerja sama dengan kelompok pedagang dari luar negeri seperti Ungea dan Kekaisaran. Biasanya harus disuruh dulu ….”
Mengambil kursi dan duduk, pemuda itu meletakkan kertas perkamen tersebut ke atas meja dan mengambil yang lain. Setiap laporan dan pencatatan ia periksa satu persatu, memastikan tidak ada langkah yang merugikan dari keputusan para pegawainya.
Dari semua perkamen baru yang ada di meja tersebut, ada dua lembar kertas yang menarik perhatiannya karena berisi tentang perjanjian unik dengan Sekte Dagang Teratai Danau dan Aliansi Samudera Majal. Mengesampingkan nama besar kedua kelompok pedagang tersebut, Odo sedikit tertarik dengan daftar barang dagang yang mereka jual dan sumber barang-barang tersebut berasal.
“Gelatin Sapi dan Saffron, aku juga tak menyangka ini ….” Odo memasang senyum kecil, menyilangkan kaki kanannya ke atas kaki kiri dan kembali berkata, “Wajar mereka menjual Saffron dengan harga terjangkau karena mungkin tak tahu nilainya. Tapi …, untuk Gelatin ternyata orang-orang Ungea sudah bisa membuatnya. Terakhir kali aku dengar gelatin hanya ada di Moloia dan itu pun dari **** …. Apa ini hasil asimilasi dengan Moloia? Sejarah dua negeri itu cukup panjang sih, tak heran kalau pengetahuan seperti itu menyeberang. Awalnya aku berniat membuat gelatin dari awal, tapi kalau ada ini seharusnya waktu bisa ku hemat.”
Odo bangun dari tempat duduk, menata kertas-kertas perkamen yang dirinya keluarkan dan memasukkannya kembali ke dalam laci. Sedikit meregangkan jemari kedua tangan, pemuda dengan penampilan khas kemeja putih dan celana hitam itu berjalan ke pintu untuk turun ke lantai bawah.
Saat ia memegang gagang pintu, struktur sihir yang ada pada bangunan toko aktif dan membuat mekanisme kunci terbuka dengan sendirinya. Melangkah keluar dan berdiri di anak tangga yang ada pada bagian samping bangunan, untuk sesaat pemuda itu terdiam sembari mengamati orang-orang yang masih keluyuran di malam hari. Mereka adalah orang-orang yang terpinggirkan di Kota Mylta, para buruh kasar dan imigran ilegal tanpa tanda penduduk serta rumah.
Meski tidak membawa perubahan yang besar bagi mereka, Odo merasa telah melakukan banyak hal dan berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Bukti dari hal itu adalah pakaian layak yang mayoritas orang-orang seperti mereka kenakan. Tidak lagi kain compang-camping dan kusam, namun baju tunik sederhana yang layak.
Namun kembali teringat dengan apa yang akan terjadi dalam waktu dekat, rasa lega dalam hatinya seketika sirna. “Semua hasil yang ada akan percuma kalau Dewi itu memilih untuk mengambil langkah besar. Segalanya … akan berakhir sama kalau seperti waktu itu,” gumam Odo seraya kembali menutup pintu.
Saat mekanisme aktif dan pintu terkunci kembali, pemuda dengan ciri khas kemeja putih dan celana hitam tersebut berjalan menuruni anak tangga. Beberapa Demi-human yang merupakan imigran gelam menyadari keberadaannya, menatap bingung pemuda dengan aura misterius tersebut.
Meski mereka tahu bahwa pemuda itu adalah orang yang baru saja mendapat gelar Viscount dan pemilik dari tempat yang memberikan mereka pekerjaan dengan upah layak, tidak ada satu pun yang berani memanggil. Bahkan hanya untuk mengucapkan terima kasih atau sekadar menyapa pun mereka tak berani.
Begitu agung, mulia dan memancarkan wibawa yang tinggi. Meski di tengah malam dan pencahayaan terbatas dari lampu-lampu kristal di jalan, wajahnya seakan memancarkan cahaya dan tampak jelas dalam kegelapan.
Tidak melirik ke arah mereka yang menghentikan langkah kaki karena tertarik kepadanya, Odo Luke segera melangkah ke pintu depan untuk masuk ke dalam toko dan memeriksa hal lain di dapur serta basement. Namun sebelum sempat membuka pintu, pemuda itu menyadari tatapan berbeda dari orang yang dirinya kenal.
“Elulu, ya? Habis mengantar Nanra dan Mirin pulang?” tanya Odo seraya menoleh.
Hanya beberapa meter dari tempat sang pemuda, berdiri perempuan rambut cokelat kepirangan yang diikat kepang tunggal. Ia mengenakan seragam Toko Ordoxi Nigrum, memiliki kulit putih cerah dan mata cokelat keemasan.
Di sebelah perempuan bernama lengkap Elulu Indul Kalama tersebut, berdiri juga adik perempuannya, Ririru Indul Kalama. Sekitar dua minggu yang lalu, sang adik yang juga dari golongan pedagang tersebut dijemput ke Kota Mylta setelah dibebaskan dari konspirasi yang menjerat Keluarga Indul Kalama di Wilayah Rein.
Ririru memiliki ciri fisik yang sangat mirip dengan kakaknya, entah itu dari mata sampai rambut. Meski masih berusia sekitar 14 tahunan, gadis tersebut tidak memanjangkan rambut layaknya anak perempuan di usianya. Dirinya pun memiliki tatapan yang berbeda dari anak pada umumnya. Tampak begitu gelap, dalam, dan kosong. Seakan dirinya telah melihat banyak hal buruk dari dunia dan kecewa dengan kehidupannya sendiri.
“Biarawati di panti asuhan itu menitipkan mereka, sih …. Meski tingkat kejahatan di Mylta kata kebanyakan orang berkurang, namun tetap saja saya tak bisa membiarkan dua anak perempuan pulang malam-malam begitu saja.”
Odo tidak bereaksi mendengar perkataan tersebut, hanya menatap ke arah adik perempuan dari salah satu pegawainya itu. Ia kenal dengan tatapan yang ada pada Ririu, sebuah sorot mata penuh kekecewaan dan benar-benar menyerah untuk percaya kepada orang lain.
Hal tersebut tidak bisa dimungkiri. Skandal dan korupsi ayahnya, penyitaan rumah dan harta, gaya kehidupan yang seketika berubah, dipenjara, serta berbagai hal buruk lain. Untuk seorang anak kecil sepertinya, terlalu banyak hal mengerikan yang dirinya lalui selama beberapa tahun terakhir.
Pindah menatap ke arah Elulu, Odo memasang senyum ringan dan berkata, “Besok kita akan melanjutkan rencananya. Nanti aku sampaikan ke Arca, kamu siapkan saja toko seperti biasanya.”
Mendengar itu, untuk sesaat perempuan rambut cokelat kepirangan tersebut menatap heran. Memalingkan pandangan ke samping dan meletakkan jempol tangan kanan ke dagu, ia pun dengan nada sedikit ragu bertanya, “Apa … Tuan Odo tidak penasaran dengan hasil rapat tadi pagi? Atau … Anda sudah tahu dari Tuan Arca?”
Elulu menurunkan jari dari mulut dan kembali menatap, memperlihatkan mimik wajah heran dan dalam hati juga muncul pertanyaan mengenai kepentingan Odo malam-malam datang ke toko. Rasa penasaran itu sangatlah wajar. Sebab meski pemuda rambut hitam itu melakukan rutinitas seperti memeriksa pembukuan dan hal-hal lain, tak ada satu pun pegawai yang melihatnya.
“Aku belum bertemu Arca lagi dari siang,” jawab Odo dengan nada seperti menghela napas. Menarik napas dengan berat, pemuda itu memutuskan untuk tidak masuk ke dalam toko dan melangkahkan kaki ke arah Elulu. Sembari menajamkan tatapannya, Odo Luke kembali berkata, “Kalian adalah orang yang aku pilih, mana mungkin hal semudah itu bisa menghambat kalian …. Aku percaya pada hasil yang ada.”
Mendengar itu dari pria yang berhenti tepat di hadapannya, Elulu untuk sesaat tertegun. Ia lekas menggandeng erat adiknya, sedikit dibuat gemetar oleh tatapan pemuda yang mempekerjakannya tersebut. Bukan sepenuhnya karena rasa takut, namun juga kagum atas cara pandang dan sikap sang pemuda.
“Kenapa Anda bisa berbicara seperti itu? Padahal saya dulu pernah ingin menjebak Anda untuk Tuan Arca …. Saya ….”
Memasang ekspresi sejuk dan senyum tipis, Odo menepuk pundak perempuan itu dan berkata, “Masa lalu memang adalah sesuatu yang membentuk dirimu sekarang. Itu berharga dan harus disimpan dalam sudut hati. Namun, kau tak perlu terjebak karena hal seperti itu. Lihat ke depan, ambil langkah terbaik dan teruslah maju …. Bukannya kau sudah memiliki alasan kuat untuk melakukannya?” Setelah mengatakan hal tersebut, sang pemuda berjalan melewati.
Perkataan yang disampaikannya membuat Elulu sesaat membuka kedua mata lebar-lebar, segera menoleh dan menatap pemuda yang berjalan pergi tersebut. Meski baru kenal selama beberapa bulan saja, Odo Luke seakan menjadi orang yang paling mengerti dirinya setelah sang Adik.
“Kenapa … dia seakan tahu segalanya seperti itu?” gumam Elulu.
“Kakak ….” Ririru memegang erat tangan kakaknya, memasang mimik wajah cemas dan bertanya, “Kenapa semua orang selalu berbicara hal baik tentangnya? Apa … memang dia orang sebaik itu?”
“Kenapa kamu bertanya seperti itu, adikku?”
“Senyumannya …. Ekspresi kakak tadi mirip seperti Ayah, penuh kebohongan.”
Apa yang disampaikan adiknya sedikit membuat Elulu kembali mempertimbangkannya, apakah memang pemuda bernama Odo Luke tersebut adalah orang baik atau bukan. Namun saat mengingat orang-orang puritan di kota asalnya, rasa ragu dalam hati Elulu seketika lenyap.
“Tak masalah ia orang baik atau bukan ….” Elulu balik menggenggam erat tangan sang adik, menatap dengan senyum lebar dan berkata, “Pemuda itu mau mengulurkan tangan untuk kakak, tidak seperti orang-orang puritan yang terus mengubar kalimat bajik namun hanya diam saat kita menderita. Tuan Odo mau bergerak untuk kita, memberi kakak kesempatan untuk mengeluarkan kamu dari tempat itu dan membawamu ke sini. Ia telah menepati janjinya …. Itu sudah cukup bagi kakak untuk mempercayainya.”
“Tak masalah meski kakak hanya dimanfaatkan?” tanya Ririru dengan ekspresi tak suka mendengar kakaknya berkata seperti itu. Dalam hati anak gadis tersebut, percaya pada orang lain hanya akan mendatangkan kehancuran.
Tersenyum kecil dan menatap ke arah langit malam yang hanya diisi oleh bulan sabit serta bintang, perempuan yang lahir dari golongan pedagang tersebut dengan tanpa ragu menjawab, “Di dunia ini memanfaatkan dan dimanfaatkan adalah hal wajar, itulah yang Ayahanda ajarkan kepada kita. Namun …, kita berbeda dengan orang-orang busuk yang hanya peduli dengan hartanya saja. Meski berat, kakak akan mencobanya. Sekali lagi percaya dengan orang lain ….”
Berbeda dengan apa yang dirasakan kakaknya, Ririru sama sekali tidak berniat untuk percaya dengan orang lain kecuali kakaknya sendiri. Baik itu Odo Luke ataupun semua orang di toko Ordoxi Nigrum yang menyambutnya dengan hangat sejak pertama kali datang, Ririu dalam hati memutuskan untuk tidak mempercayai mereka.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Ken Arrock
😃
2021-03-27
1
Xeviorynz
Orang Jahat pasti akan mengatakan "aku ini orang yg baik".
Dan orang baik akan selalu mengatakan "Aku bukan orang yg baik".
2020-12-15
1
Myura
maling aja tdk mengakui bahwa dia maling begitu pula orang baik:v
2020-12-14
0