Bayangan hitam yang besar dan menakutkan mendekati Arka. Bentuknya, awalnya seperti kegelapan malam, perlahan-lahan memadat menjadi seekor harimau raksasa berwarna hitam pekat dengan garis-garis putih yang mencolok. Mata birunya yang tajam memancarkan aura mistis dan kekuatan luar biasa, membuat udara di sekitarnya terasa lebih dingin. Geraman rendah keluar dari mulutnya, penuh ancaman.
Pangeran muda yang melihat pemandangan itu langsung merasa tubuhnya kaku. Ketakutan menyelubunginya, membuatnya terjatuh ke tanah dengan wajah pucat pasi. "W-Wiroka..." gumamnya terbata, suaranya bercampur antara rasa takjub dan ngeri. Makhluk yang selama ini hanya dia dengar dalam legenda kini berdiri di depan matanya.
Arka hanya melirik ke arah Pangeran muda yang terlihat sangat ketakutan dengan tatapan acuh tak acuh. Dia bukan orang kejam yang tidak tau benar dan salah, secara keseluruhan pangeran muda ini cukup baik untuk mereka sehingga Arka tidak akan melakukan apapun padanya. Bahkan jika pangeran muda ini bisa menebak identitas Wiroka dalam sekali pandang, yang menunjukkan latar belakangnya tidak mudah. Arka tidak terlalu memikirkannya.
Dia sudah mengangkat tangannya pada wajah Vanya sejak tiga penjahat hilang. Tapi Vanya tidak bisa melihat apapun karena kegelapan malam. Meskipun Vanya tidak bisa melihat segala sesuatu dalam kegelapan dengan jelas, dia bisa merasakan sesuatu yang besar di sekitar mereka.
Tidak sampai, Arka melemparkan pedang ke arah 'Wiroka'. Vanya bisa melihat makhluk yang berada beberapa kaki dari mereka. Sebuah bayangan hitam besar yang tampak seperti kegelapan itu sendiri, kini lebih terlihat seperti harimau raksasa. Tubuhnya berwarna hitam pekat dengan garis-garis putih yang mencolok, mata birunya bersinar tajam dan memancarkan aura yang sulit dijelaskan.
Namun, bagi Vanya, ada sesuatu yang menarik perhatian lain. Bulu harimau itu terlihat sangat halus!
Vanya adalah orang yang memiliki ketertarikan dengan hewan berbulu.
'Wiroka' tanpa ragu menelan pedang yang dilemparkan Arka dalam satu gigitan. Pedang itu lenyap tanpa jejak, seolah ditelan oleh kekosongan yang gelap.
Vanya merasa takut pada hewan raksasa itu, tetapi di saat yang sama, dia juga gemas dan penasaran. Matanya berbinar, tidak mampu menahan rasa terpesona pada makhluk berbulu besar yang berdiri di hadapannya.
Ingin menyentuh!!!
Melihat tatapan Vanya yang bersemangat, penasaran, ragu dan takut. Arka menggelengkan kepalanya sebentar sebelum menghela nafas. "Suka?" Nadanya datar, malas, tanpa emosi lain yang terlihat.
Vanya yang mendengar suara kakaknya langsung terkejut. Dia juga merasa malu. Bagaimana mengatakannya, dia adalah seorang pengelana dari masa depan, seseorang yang sudah remaja sebelum dia meninggal!
Namun sekarang, dia terjebak dalam tubuh anak kecil. Terlihat seperti ini, begitu rapuh dan bergantung, cukup memalukan baginya. Tapi, dia tidak bisa hanya diam—dia harus menjawab Arka.
"Menakutkan," bisik Vanya lirih, nyaris tak terdengar.
Tentu saja itu bohong. Entah bagaimana, rasa takut yang tadi menguasainya perlahan memudar. Kehadiran Arka di sisinya membuatnya merasa aman. Tidak tahu sejak kapan, dia sudah menarik sudut baju kakaknya dengan erat. Rasa ketergantungan itu begitu alami, meskipun hati kecilnya menolak mengakuinya.
Melihat adiknya yang penurut dan berperilaku baik, Arka tidak bisa menahan diri untuk menyentuh kepala Vanya dan mengacak-acak rambutnya. “Wiwi, ukuran normal,” katanya santai, seperti memberi perintah pada teman lama.
Pangeran muda yang menyaksikan seluruh interaksi ini merasa pikirannya terguncang. Dia menatap makhluk besar di depan mereka dengan tidak percaya. Dengan jelas dia melihat 'Wiroka', makhluk legendaris yang sering muncul dalam buku monster atau peringatan gurunya, memutar matanya. Ya, dia memutar matanya, seolah tidak percaya pada perintah yang diterimanya.
Lalu, tanpa peringatan, Wiroka melompat anggun ke udara, tubuhnya yang besar berputar dengan kecepatan sempurna, menciptakan bayangan gelap di tanah di bawahnya. Ketika kakinya menyentuh tanah, tubuh raksasanya mulai menyusut, perlahan-lahan berubah menjadi harimau biasa, tidak itu bahkan sedikit lebih kecil. Sama tingginya dengan anak perempuan disebelahnya.
Pangeran muda: ......
Dia merasa hidup dalam fantasi!
Bu, dia juga ingin peliharaan seperti ini!
Vanya melihat Wiroka yang ukuran tidak jauh berbeda dari dirinya dengan kagum. Dia melihat kakaknya dengan bersemangat, dia ingin menyentuh binatang itu.
Tapi Vanya merasa ada sesuatu yang dia lewatkan.
Tidak, dia harus menyentuh makhluk berbulu itu dulu!
Wiroka yang kini kecil melirik Vanya sekilas, lalu mengibaskan ekornya dengan elegan, seolah berkata, ‘Aku tahu aku luar biasa.’
"Kamu bisa menyentuhnya, tapi jelaskan dulu apa kesalahanmu," kata Arka dengan nada malas, namun tetap tegas. Dia memang selalu memanjakan adiknya, tetapi bukan berarti dia akan membiarkan Vanya tumbuh menjadi anak yang sembrono dan tidak disiplin. Dunia ini terlalu berbahaya untuk sikap ceroboh.
Vanya tiba-tiba mematung. Matanya mengelak dengan rasa bersalah. Bisakah dia mengatakan bahwa dia baru saja pergi ke gunung untuk melakukan penyelidikan agar kakaknya tidak mengalami tragedi dan berakhir seperti penjahat. Bukankah kakaknya akan menganggapnya sebagai orang gila.
"Aku... aku..." Vanya akhirnya membuka mulut, tetapi suaranya hampir tidak terdengar. Kata-kata itu keluar perlahan, penuh keraguan, sementara pikirannya terus mencari-cari alasan yang masuk akal. Namun, semakin lama dia berpikir, semakin kosong otaknya.
Arka menunggu dengan sabar, matanya tetap terpaku pada Vanya. Dalam keheningan itu, hanya suara angin yang terdengar, namun Arka tetap tidak bergerak, memberi kesempatan bagi adiknya untuk merenung dan mengumpulkan kata-kata.
"Aku, aku seharusnya tidak meninggalkan rumah dan pergi ke gunung sembunyi-sembunyi." kata Vanya akhirnya, dengan suara gemetar.
Arka mengangguk. “Lalu?”
Vanya merasa sedikit cemas, tapi dia tahu dia harus melanjutkan. “Aku, aku seharusnya meminta ijin ke kedua orang tuaku. Tapi tetap saja aku tidak boleh pergi ke gunung pada malam hari karena sangat berbahaya. Aku seharusnya tidur di rumah. Aku, aku..,” katanya dengan lebih lancar.
Arka kembali mengacak-acak rambut Vanya. "Aku tidak marah. Kamu boleh pergi ke gunung tapi seperti yang kamu bilang, kamu harus meminta ijin. Jika aku tidak ada disini hari ini, apa yang akan terjadi padamu? Apa kamu sudah memikirkan perasaan ayah dan ibu jika sesuatu terjadi padamu? Bagaimana kakek, nenek dan semuanya? Kamu paling suka mengikuti kakak dulu, lincah, tapi tidak ceroboh. Kenapa sekarang kamu menjadi sembrono seperti ini." Katanya dengan suara lembut. Meskipun dia mengingatkan Vanya, dia tidak menggunakan nada keras.
Vanya tiba-tiba memiliki lapisan air di matanya. Dia tau dia salah, bahkan jika dia ingin menyelamatkan penduduk desa dan keluarganya, dia harus memiliki kemampuan. Dia tidak bisa bertindak semena-mena seperti ini. "Maafkan aku." Kata Vanya penuh penyesalan. "Aku tau aku salah, Kak."
Arya tersenyum. Meskipun adiknya menjadi ceroboh, dia bisa melihat adiknya lebih bijaksana dari sebelumnya.
"Baiklah, kalau kamu sudah tau itu bagus. Sekarang jangan menangis. Pergi bermain dengan Wiwi." Kata Arka dengan lembut. Vanya mengangguk dan mendekati Wiroka.
Wiroka segera melangkah maju dengan anggun, tubuh besarnya bergerak dengan halus. Vanya menahan napas sejenak, ragu apakah dia harus menyentuh makhluk besar itu atau tidak. Namun, Wiroka tampak sabar, menunggu sentuhan pertama. Dengan hati-hati, Vanya meraih kepala Wiroka dan menyentuhnya dengan lembut.
Begitu ujung jarinya menyentuh bulu hitam yang halus itu, Wiroka bergerak sedikit, memberi isyarat bahwa dia menerima sentuhan Vanya. Mata Vanya berbinar, senyumnya mulai muncul kembali saat dia merasakan kehangatan dari makhluk raksasa yang aneh ini.
Vanya perlahan mulai mengelus bulu punggung dan perut Wiroka dengan penuh kegembiraan. Momen itu membuatnya melupakan segala kesedihannya, seolah-olah dunia hanya berputar pada dirinya dan Wiroka. Tangannya tergerak dengan lincah, menemukan bagian-bagian lembut di tubuh Wiroka yang membangkitkan rasa ingin tahu.
Dia tidak menyangka kakaknya akan sangat kuat dan memiliki teman seperti ini.
Hm? Apa?
Tunggu sebentar!
Bagaimana kakaknya bisa memiliki teman seperti ini dan menjadi sangat kuat!!
Vanya melihat kakaknya yang berdiri memperhatikannya dan segera menggelengkan kepala. Lupakan saja, dia juga belum siap mengatakan rahasianya tentang penyintas dari masa depan. Ketika dia siap, dia akan bertanya pada kakaknya dan dia harap kakaknya juga akan mengatakan kejujuran padanya.
Sementara itu, Pangeran muda yang sejak tadi diam melihat interaksi antara Vanya dan Wiroka merasa sedikit cemburu. Melihat bagaimana Vanya tampak begitu nyaman dan riang dengan hewan legenda itu, dia tidak bisa menahan perasaan iri. Namun, dia juga menyadari posisinya.
Siapa yang membuatnya tidak memiliki kakak sekuat ini.
Pangeran muda menghela nafas dalam hatinya.
Seiring berjalannya waktu, rasa lelah mulai merayapi tubuh Vanya. Semua kejadian yang baru saja terjadi membuat tubuhnya lelah, dan tanpa disadari, dia akhirnya tertidur di perut Wiroka yang besar dan nyaman. Wiroka tampak sabar, tubuhnya bergerak pelan, berbaring dengan hati-hati agar Vanya tetap terlelap.
Melihat adiknya tertidur dengan tenang, Arka berniat untuk mengangkat Vanya dan membawanya pulang. Namun, langkahnya terhenti ketika Pangeran muda yang sudah lama diam tiba-tiba menghentikan mereka.
“Tunggu, permisi,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments