Luna telah bersiap-siap. Ia hanya mengenakan pakaian casual, Celana jeans, tangtop dan jacket crop, tetapi tidak menutupi kecantikan alaminya.Setelah berpamitan ke sang paman, Vano dan Luna segera pergi.
"Mau kemana kita?" Tanya Vano
"Jalan aja terus, nanti gue kasi tau". Luna mendekatkan wajahnya ke arah Vano. Karena jika di atas motor, maka suara akan terbawa angin.
"Kalo mau nyium, nggak usah sungkan. Nih!."
Vano memberhentikan motornya, dan mendekatkan wajahnya ke arah Luna.
"Ckkkk!, Apaan sih, Dasar gil*. Mimpi apa ya gue, kok bisa paman mengejodohin gue sama makhluk ini?." Ucap Luna kesal.
Vano hanya terkekeh, Ia kembali melajukan kendaraannya.
"Nanti sebelum lampu merah, sebelah kiri ada gerokan dan sepanduk bertuliskan
_pecel lele sambal lamongan_ berhenti di situ!." beritahu Luna.
Tidak lama kemudian tempat yang di tuju kelihatan dan Vano menepikan kendaraannya.
"Yakin nih makan disini?, tempat parkirnya saja tidak ada." Ujar Vano ragu.
"Udah nurut aja, ini udah kesepakatan kita tadi siang. Kalo nggak Gue pulang jalan kaki aja nanti, silakan kalo mau pulang duluan." Timpal Luna, Ia segera turun dari motor dan menuju ke gerobak penjual.
Vano hanya menghirup udara dan menghembusnya, supaya tetap sabar.
"Lo mau pesan apa?..." Tanya Luna.
"Emang di sini ada apaan? Steak ada?."
Luna memutar bola matanya malas.
"Ya udah gue samain aja!." Ucapnya tanpa terbantahkan.
"Mang, pecel lele 2 porsi sama es teh aja." Luna kembali nyamperin gerobakan Mang Asep.
"Siap neng!." Balasnya.
Sedangkan Vano, Ia kelihatan tidak nyaman dengan lokasi sekitarnya. Banyak pasang mata yang menatap kagum ke arahnya.
Terbiasa makan di restoran, Vano menjadi kaku makan di kaki lima. Makan di tempat paling biasa saja menurutnya, ketika ia makan di kantin SMA nya.
Luna menahan tawa melihat ketidak nyamanan Vano.
"Kasian neng, sepertinya pacar neng Luna tidak nyaman makan di sini. Dari tampang nya saja kelihatan Dia anak konglomerat." Ucap mang Asep, tangannya lihai meracik bumbu.
"Ia seperti itulah. Sesekali anak orang kaya harus merasa suasana dan makanan orang kelas bawah. Tapi, Menurutku pecel lele ini bukan hanya untuk kelas bawah. Rasanya tidak kalah enak dengan masakan restoran. Hanya saja kita jarang temui makanan khas di restoran, kecuali di beberapa resto saja." Ungkap Luna.
"Selesai. Neng silakan duduk, nanti mamang antar makanannya." Ucap.mang Asep.
"Nggak perlu, Niar Luna yang bawain. Nggak banyak ini pesanannya." Luna memang seperti itu, Dia ramah kepada siapa saja.
Vano hanya melihat interaksi keduanya.
"Nih, cobain!". Luna mencoba menyuapi Vano ikan lele yang di cocol sambal Lamongan.
"Aaaa... Buka mulutnya."
Awalnya Vano menolak, setelah melihat beberapa orang tertawa akan tingkah mereka berdua, akhirnya Vano terpaksa membuka mulutnya.
“Gimana?..." Luna tersenyum, menaik turunkan alisnya. Ia bisa menebak jika
Vano menyukai rasa makanan itu, terlihat dari ekspresi Vano, tapi iya jaim. Luna tau itu.
"Hm, lumayan.... Tidak buruk." Jawab Vano. Ia terlalu gengsi untuk jujur.
"Lumayan berarti enak bangetkan?…, udah nggak usah sungkan mengakui."
Vano hanya diam, dia meminum tes ice nya.
Dari Jalan terlihat mobi yang kaca depannya sedikit terbuka.
"Hmm,,, Kesempatan emas." Ucapnya. Segera ia melajukan kendaraannya ke arah menuju kediaman Vano.
.
.
.
Setelah makan malam, (makan kedua bagi Vano), Luna mengajak Vano ke suatu tempat.
"Kok kesini?..." Tanya Vano, saat Luna menyuruhnya berhenti di tempat keramaian dan beraneka mainan juga makanan.
Ya! Luna membawa nya ke pasar malam.
Vano yang tidak biasa kesana tentu saja Ia Ingi menolak, tapi terlambat karena Luna sudah duluan masuk, tidak mungkin juga dia membiarkan Luna sendirian dan di goda pria lain.
Luna tiba di depan penjualan aneka makanan. Dia membeli kue tradisional dan beberapa makanan Frozen, tak lupa minuman dingin. Vano hanya mengikutinya. Karena memang dirinya tidak pernah ke tempat seperti ini.
"Sudahkan?..., Ayo kita ke taman!." Ajak Vano.
Dia mengira, tujuan Luna kesini hanya untuk membeli makanan.
"Enak aja, aku belum cobain satu wahana pun!." Timpal Luna, Ia menuju tempat menjual tiket dan meninggalkan Vano yang bengong.
Mereka tiba di depan wahana yang memacu adrenalin. Ya! Luna memilih roller coaster.
Vano menelan ludah kasar.
"Nanti kamu pusing, aku nggak mau kamu sakit sayang." Vano mencoba menghentikan keinginan Luna.
"Alah bilang aja kamu takutkan?!." Ucap Luna meledek. Ia tersenyum remeh.
"Siapa takut, baik ayo kita naik!."
Vano setengah mati menahan kejolak perutnya yang mual dan menahan agar mulutnya tidak berteriak ketika rollercoaster itu meliuk-liuk.
Beberapa menit kemudian wahana itu berhenti. Vano dan Luna segera turun.
"Sebentar , aku ke toilet dulu." Vano berlari menuju ke arah toilet.
Tiba di toilet, Ia muntah. Wajahnya pucat dan berkeringat dingin.
Vano keluar toilet, betapa terkejut dirinya, ternyata Luna telah berdiri di depan pintu.
"Katanya kuat dan nggak takut, makanya jangan gengsian jadi orang. Ini di minum!." Ucap Luna memberi cup berisi teh hangat.
Luna sudah menebak, Vano pasti nggak kuat naik rollercoaster. Tapi dirinya tidak menyangka jika akan separah ini.
"Gimana?..., Udah mendingan?". Tanya Luna seraya memijat dahi Vano.
"Udah mendingan, ayo aku antar kamu pulang." Ucap Vano. Ia beranjak dan menggenggam tangan Luna dan keluar dari area pasar malam.
.
.
.
.
...🌾🌾🌾🌾🌾...
Dirumah Vano, orang tua nya sedang duduk di ruang keluarga sambil minum teh dan ngobrol ringan. Tiba-tiba bel rumah berbunyi.
"Bi!!!, tolong bukakan pintu." panggil mommy minta tolong ke pembantu mereka.
"Baik buk." Bibi segera ke depan.
Ceklek!!!!!
Saat pintu di buka, tampak seorang perempuan sexy berdiri di hadapan bibi. Dirinya menatap si wanita dari ujung kaki hingga kepala.
"Maaf, cari siapa mbak?" tanya bibi.
"Apakah Ibu nya Vano ada?". Tanya nya.
"Ia ada, saya panggilkan du.......
Bibi berhenti berkata, karena perempuan yang tidak lain adalah Tiara itu langsung nyelonong masuk. Bibi hanya geleng-geleng kepala saja.
"Selamat malam Om dan Tante!." Tiara berdiri di depan orang tua Vano dengan wajah yang di buat sesopan mungkin.
"Kamu!..., Untuk apa kamu bertamu malam-malam?." Mommy belina begitu kaget. Perasaannya tidak enak.
"Apa kabar Tante?, lama nggak ketemu. begitukah respon Tante menyambut calon ibu dari calon cucu Tante?!" Tiara memulai akting nya.
"Apa maksud mu?..., Langsung saja, jangan basa-basi."
"Aku kesini hanya minta pertanggung jawaban Vano." Ucapnya. Dirinya mengeluarkan sesuatu dari dalam tas dan memberikan pada mommy.
"Heh, Apa ini? Kamu fikir kami orang tuanya percaya?" Mommy tidak termakan akting Tiara sedikitpun.
.
.
.
"Segera nikahkan mereka!" seru suara dari arah ruang tamu.
"Aldo?... Kamu mendengar semua nya dan kamu percaya?!" Kali ini Daddy angkat bicara.
"Apa maksud mu Aldo?... Kenapa kamu malah membela wanita ular ini?!" pekik mommy tertahan.
Sementara Aldo hanya tersenyum smirk.
"Tenang mi, Ingat darah tinggi mommy." Ucap sang suami menenangkan.
"Tiara, sebaiknya kamu pulang dulu!, jika mommy Vano kenapa-kenapa, aku yakin Vano tidak akan menikahimu." Tekan Aldo.
"Baik, tapi ku tunggu pertanggung jawaban dari Vano. Aku tidak mau bayi ku ini tidak punya ayah." Timpalnya. Segera ia berlalu meninggalkan kediaman Vano.
...🌾🌾🌾🌾🌾...
Vano mengantar Luna.
"Makasih traktiran nya. Aku nggak nawarin masuk, karena sudah pukul setengah 10 malam." Ucapnya. Ia segera masuk rumah dan menutup pintu.
"Biasanya juga siang nggak di tawarin juga." gumam Vano..setelahnya melajukan motornya.
Di jalan ia mendapat telpon dari sang sahabat.
"Hallo!!!
......
"Apa?!!!..., Shit! Jadi, gimana mommy?."
......
"Oh ya sudah, sebentar lagi aku nyampe rumah."
Vano melanjutkan perjalanannya.
Assalamu'alaikum 🙏
Akhirnya sampai di bab 20 juga.
Terima kasih, karena sudah sudi membaca novel sederhana ini🤗
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments