Bagaimana Jika Perasaan Ini Salah?

Anan bukan tipe orang yang banyak ngomong kalau dia sadar, tapi kalau udah mabok, ya ampun, nggak ada yang bisa nyetop dia.

"Lo dengerin gue nggak, Ella?" Dia nunjuk gue sambil ngoceh keras.

"Iya, lo udah bilang itu empat kali."

Dia mendesah panjang, kayak balon yang bocor. "Gue nggak tahu kenapa, tapi gue kayak lagi gila."

Ah, Anan...

"Anan, ini udah jam empat pagi, lo nggak mau tidur?"

Dia geleng-geleng kepala. "Gue harus ketemu dia."

"Ini jam EMPAT pagi," ulang gue lagi. "Dia pasti lagi tidur, jadi mending lo tidur juga."

Gue nggak bisa ninggalin dia gitu aja karena dia keukeuh mau ke rumah Zielle. Kalau dia nekat ke sana jam segini, bisa-bisa cuman bikin kacau.

"Gue cuma mau liat dia sebentar aja, Ella, please."

"Tunggu sampe pagi. Gue janji bakal nemenin lo, tapi sekarang, plesae lah, tidur dulu."

Anan akhirnya jatuh telentang di kasur, nutupin matanya pake lengan.

"Gue benar-benar nggak tahu cara ngadepin semua ini, Ella."

Gue ngelirik dia dan ngomong pelan, lebih ke diri sendiri, "Lo jatuh cinta, tolol."

Beberapa menit berlalu dalam hening sebelum akhirnya Anan melepas lengannya dan mulai tidur dengan posisi lebih nyaman.

Gue bantuin dia melepas sepatu, melonggarkan kancing kemejanya biar dia lebih enak tidur. Setelah nutupin dia pake selimut, gue ngeliatin dia sebentar.

Dia kelihatan begitu rapuh dan polos, rambut hitamnya berantakan di sekitar wajahnya. Gue seneng akhirnya dia bisa nemuin seseorang yang bikin dia ngerasain sesuatu, yang bisa narik dia keluar dari lingkaran one-night-stand tanpa perasaan.

Gue keluar dari kamarnya dengan hati-hati, jongkok biar nggak bikin suara. Gue bahkan nggak mau mikirin kejadian tadi sama Antari. Otak gue masih muter-muter di situ.

Gue tidur dengan membayangkan bibirnya di bibir gue, tangannya di dada gue, dan gue gigit bibir, ngerasain lagi efek dari orgasmo yang masih teringat jelas di tubuh gue.

...ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩ᯓᡣ𐭩...

Gue deg-degan.

Walaupun gue nggak mau ngaku, walaupun gue berusaha melawan rasa ini, gue tetep aja deg-degan banget buat ketemu Antari setelah kejadian semalem.

Aneh, gue nggak malu sama sekali meskipun kita nggak cuma ciuman, tapi dia juga nyentuh gue dan... ya, bawa gue terbang dengan jarinya. Gue cuma nggak tahu harus bersikap bagaimana di dekat dia sekarang.

Akhirnya gue mutusin buat ngikutin arus. Apa pun yang terjadi di antara kita, gue bakal biarin ngalir. Gue capek terus-terusan melawan sesuatu yang udah jelas nggak bisa dihindari. Mungkin, kita emang cuma butuh satu malam buat menyelesaikan semuanya, buat melampiaskan ketertarikan ini biar bisa move on.

Tapi...

Bagaimana kalau satu malam itu justru bikin gue ngerasa lebih dalam?

Tenggelam?

Ini benar-benar wilayah yang nggak gue kenal dan berbahaya. Kalau ini sama orang lain, gue nggak bakal berani coba. Tapi ini Antari. Dia selalu bikin gue ngerasa aman dan tenang. Gue mau percaya kalau dia nggak bakal nyakitin gue.

Tapi...

Bagaimana kalau gue salah?

Yaudah lah, gue hadapin aja. Gue nggak bisa selamanya ngumpet di zona nyaman.

Ah, gue sendiri nggak ngerti lagi apa yang gue pikirin, kejadian kemarin bikin kepala gue kacau.

Gue ngikat rambut gue asal-asalan sambil jalan ke dapur buat nyiapin sarapan. Begitu masuk, hampir aja gue kena serangan jantung, Anan duduk di meja, keliatan kayak nggak tidur semalaman. Bajunya masih sama, terus matanya ada lingkaran hitam parah.

"Selamat pagi?" tanya gue, soalnya dia kayak tidur dengan mata kebuka.

Dia cuma ngelirik gue sebentar, terus balik bengong ke arah kosong.

"Gue butuh makan biar bisa tidur."

"Gila, lo nggak tidur semalaman? Gue kira tadi lo udah tidur pas gue tinggal."

"Gue pura-pura tidur," dia ngaku. "Begitu matahari keluar, gue pergi ketemu dia."

Oh...

Dari ekspresinya sih, kayaknya hasilnya nggak bagus.

"Lo baik-baik aja?"

Dia ngeluarin napas berat. "Gue nggak ngerti dia, Ella," katanya. "Serius, gue benaran nggak ngerti."

"Lo udah ngomong ke dia soal perasaan lo?"

"Iya." Dia ngangguk.

"Terus?" Gue sebenarnya nggak enak buat tanya, tapi kepo.

Dia senyum kecil. "Dia malah ketawa."

Ouch.

Gue nggak nanya lebih jauh karena gue tau dia bukan tipe yang suka dipaksa cerita. Kalau dia mau ngomong, dia bakal ngomong sendiri. Jadi, gue cuma nyiapin sarapan buat dia dan liatin dia makan dengan pikiran yang jelas lagi ke tempat lain.

Sebelum ke kamar, dia tiba-tiba meluk gue dari samping terus cium kepala gue sekilas.

"Makasih ya, Ella, udah mau ngehadapin gue."

Gue senyum kecil. "Sama-sama. Tidur yang nyenyak, Anan."

Abis nyiapin sarapan buat nyokap, gue lanjut beresin dapur. Nggak banyak kerjaan, paling nyiapin beberapa snack dan sarapan kalau ada yang mau makan di rumah, soalnya ini hari Minggu.

Gue beberapa kali ngelirik ke arah pintu, nungguin Antari masuk. Dia biasanya adalah orang pertama yang turun buat sarapan tiap akhir pekan. Gue pengen cepet-cepet ketemu dia biar bisa beresin rasa gugup yang nggak jelas ini.

Gue lagi naruh kopi di mesin espresso, tiba-tiba, tanpa aba-aba, Antari masuk ke dapur.

Terpopuler

Comments

Ummi Yatusholiha

Ummi Yatusholiha

jeng.. jeng.. jeng

2025-02-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!