Dua orang polisi dari bagian Reserse berjalan memasuki kamar pasien yang terletak dibangsal rumah sakit.
Mereka menemui seorang wanita yang terbaring dengan lemah dan mengalami stroke yang tidak diketahui penyebabnya, bahkan suaminya tidak datang menjenguk malam ini.
Setelah keduanya tiba ditempat yang dituju, kini mereka berdiri disamping ranjang brangkar dan menatap wanita bernama Ayu Sutini yang mana sidik jarinya ditemukan ditempat kejadian perkara saat malam kejadian pembunuhan itu berlangsung.
Ayu Sutini menatap kedua petugas dengan tatapan miris. Ia tidak mengerti mengapa harus terlibat urusan dengan kedua petugas itu, sedangkan dirinya juga bingung mengapa juga ia sampai stroke dengan secara tina-tiba, entahlah, semuanya juga ikut bingung, termasuk reader.
"Selamat pagi, Bu," sapa petugas dengan berusaha lembut. Karena tidak ingin mengganggu pasien lainnya.
Ayu Sutini hanya menatap nanar, jangankan untuk menjawab, menggerakkan lidahnya saja ia keluh, dan menjawab dengan kerutan dibagian keningnya saja.
"Dimana malam tadi ibu berada saat kejadian?" tanya salah satu penyidik dengan berusaha tenang.
"Heeem... Heeem....," Sutini kesulitan membuka mulutnya. Bahkan ia tidak mengerti mengapa.ia harus ditanyai seperti itu, dan kejadian apa yang dimaksud?
Kedua penyidik itu saling pandang. Bagaimana mungkin mereka dapat menyelesaikan perkara ini, jika yang menjadi terduga menjawab pertanyaan dengan bahasa yang tidak dimengerti.
"Panggilkan dokter!" titah salah satunya yang merupakan atasan dari polisi tersebut.
Petugas itu menganggukkan kepalanya, lalu menghubungi Dokter yang menangani Sutini untuk meminta penjelasan tentang kesehatan wanita itu.
Tak berselang lama, seorang wanita menggunakan seragam serba putih berjalan masuk menuju brangkar pasien dan menghadap dua petugas tersebut.
"Selamat pagi, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita tersebut dengan sangat ramah.
"Terimakasih, Bu Dokter atas kesediaannya. Kami hanya ingin mendapatkan catatan riwayat penyakit yang dialami oleh pasien, karena beliau masih dalam pengawasan kami," Penyidik itu menjelaskan.
Sang Dokter mengambil berkas yang telah disipakan sebelumnya dan menjadi catatan untuk riwayat penyakit yang dialami oleh Sutini.
Disana dijelaskan jika wanita itu mengalami stroke sekitar tiga hari yang lalu dan artinya itu jauh sebelum kejadian pembunuhan terjadi.
Dijelaskan Ayu Sutini mengalami benturan dibagian kepalanya, sepertinya dipukul benda keras yang mengakibatkan ia lumpuh, sebab cidera pada tengkorak kepalanya.
Kedua penyidik itu saling pandang. Jika Sutini tidak dapat berjalan, maka siapa yang melakukan pembunuhan itu, dan mustahil bagi Ayu Sutini untuk membunuh, sedangkan ia saja mengurus dirinya saja tidak bisa.
"Ok, terimakasih, Dokter. Kami memerlukan catatan ini, dan jika nanti membutuhkan bantuan Dokter, kami akan memanggil kembali." petugas itu menyimpan berkas milik Ayu Sutini untuk dijadikan rujukan pada kasus tersebut.
"Apakah ada orang lain yang tinggal didalam rumah itu, selain mereka berdua?" tanya salah satunya.
"Mungkin saja. Nanti kita kesana setelah ini," jawab sang pimpinan. "Ibu Ayu Sutini, dengarkan instruksi saya," pria itu menatap wanita yang terbaring lemah diranjang pasien.
"Ibu Ayu hanya menganggukkan kepala jika jawabannya iya, dan menggelengkan kepala jika jawaban tidak, apakah ibu mengerti?" petugas memberikan instruksi.
Ayu Sutini mengangguk.
"Ok, kita mulai," penyidik memulai penyelidikannya. "Apakah malam kehadian itu ibu ada dirumah?"
Ayu Sutini menganggukkan kepalanya, dan petugas mencatatnya.
"Apakah ada orang lain yang tinggal dirumah itu selain pak Mahardika dan ibu?"
Wanita itu menganggukkan kepalanya.
Kedua petugas itu saling pandang, dan mencatat semuanya.
"Apakah perempuan?"
Ayu Sutini mengangguk kembali. Lalu keduanya menyudahi penyidikan hari ini dan mereka meninggalkan Sutini yang masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.
Pembunuhan? Siapa yang terbunuh? Wanita itu masih bertanya-tanya.
***
Dua orang berseragam coklat berdiri didepan rumah Mahardika yang terbilang cukup megah dan juga mewah untuk ukuran dikampung.
Akan tetapi, jika dilihat dari hasil kekayaan yang memiliki ratusan hektar perkebunan kelapa sawit, maka hal itu sangat wajar.
Salah satunya mengetuk pintu dan membawa surat tugas pemeriksaan untuk Mahardika.
Tok... Tok.. Tok...
Pintu diketuk dengan cukup.keras, sebab rumah itu tidak memiliki bel untuk membuat pemilik rumah mendengar tamu yang datang.
Terdengar suara langkah kaki menuju pintu, dan tak berselang lama terbuka lebar. Namun kedua penyidik tercengang, sebab tidak ada sesiapapun yang membuka pintu untuk mereka, sedangkan mereka jelas mendengar langkah kaki yang begitu nyaring.
Sesaat mereka mencium aroma mawar yang sangat semerbak memenuhi ruangan. Lalu sekilas bau bangkai menyengat, dan kembali lagi bau mawar yang menutupi aroma bangkai yang datang silih berganti.
"Hallo, ada orang didalam?" tanya.petugas dengan tatapan mengawasi ruanga.
Semua lengang, dan sepi. Namun bulu kuduk keduanya meremang dan merasakan hal yang tak biasa dan membuat terasa tidak nyaman.
Salah satu penyidik menyapu tengkuknya dan punggungnya menebal tiba-tiba.
"Pak Mahardika!" panggil salah satunya yang bernama Eko. Ia melangkah masuk dengan tetap pandangan mengawasi.
"Tak berselang lama, terdengar suara langkah kaki dari lantai dua dengan disertai batuk yang pendek menuju lantai bawah.
Kedua penyidik itu menatap seseorang yang sedang menuruni anak tangga dan ternyata itu adalah Mahardika.
Pria itu terlihat terkejut dengan kehadiaran dua polisi berseragam coklat tersebut.
"Eh, Pak. Sejak.kapan datang?" tanyanya bingung dan juga kikuk. Ia paling malas berurusan dengan polisi, dan jika.salah jawab akan membawa masalah.
"Bisa kita bicara sebentar, Pak?" petugas memperlihatkan surat tugas kepada Mahardika yang sudah berada dilantai bawah.
Pria itu tampak gugup, sebab berhadapan dengan dua seragam coklat merupakan bukan impiannya.
"Ya," jawab Mahardika singkat.
"Apakah ada orang lain yang berada tinggal disini? Sebab tadi membuka pintu untuk kami," tanya penyidik tersebut.
Mahardika menganggukkan kepalanya. "Ya, ada masa bapak tidak lihat," jawab Mahardika yang melirik Dayanti sedang berdiri tak jauh dari mereka.
"Bisa tunjukkan dimana orang tersebut?" tanya penyidik tersebut.
"Itu, disebelah, Bapak!" tunjuk Mahardika pada penyidik Eko yang berdiri dengan tegak dihadapannya.
Petugas itu menoleh kesisi kiri tempat dimana Mahardika menunjuk kearahnya.
Tidak ada sesiapapun, hanya aroma mawar yang menguar dengan kuat diruangan.
Kedua penyidik saling pandang. "Jangan bercanda, Pak. Kita lagi serius dan bertugas!"
"Siapa yang bercanda? Itu sepupu saya, tepat disamping, Bapak!" Mahardika tersenyum pada wanita cantik tersebut dan mmebuat kejanggalan pada kedua penyidik.
Dayanti mengulas senyum yang manis pada Mahardika dan membuat pria itu klepek-klepek, namun perutnya sedikit mual.
"Tolong jawab yang benar, Pak! Siapa nama penghuni rumah ini selain bapak dan juga ibu Sutini?" petugas itu mendesak dan mulai kesal, apalagi Mahardika senyum-senyum sendiri.
"Yanti, namanya Yanti," Mahardika tiba-tiba menyingkat nama Dayanti dengan sendirinya.
"Dimana kamarnya?" tanya penyidik.
"Dibelakang, Bapak!" jelas Mahardika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Yuli a
udah pakai aroma mawar lagi .... sepertinya dayanti lagi kasmaran... Gonta ganti parfum terus....🥰🥰🥰🥰
2025-02-22
5
🍒🌸Sri Murni Andini🌸🍒
ubur ubur ikan lele /Chuckle/
lanjut lagi dong leeeee/Smirk//Smirk//Smirk/
2025-02-22
4
V3
knp aku jadi ikutan mengangguk dan menggeleng yaaa pas kedua polisi itu mengintrogasi Ayu Sutini 🤦🤣🤣
2025-02-22
4