Hari yang dokter Harfa lalui begitu berat. Pikirannya berkecamuk seiring berjalannya waktu.
Pernikahan Bumi hanya menghitung hari. Apa dokter Harfa sanggup hadir melihat bagaimana laki-laki pemilik hatinya bersanding dengan wanita lain.
Semua permasalahan mereka berawal dari dokter Harfa. Maka dokter Harfa tak ingin terlihat lemah. Itu juga akan memberatkan langkah Bumi. Dokter Harfa merasa dirinya adalah beban. Sungguh, dokter Harfa tak ingin berada di situasi ini.
Pikirannya begitu kacau sampai dokter Harfa tak bisa mempertahankan keprofesionalan nya.
Sampai-sampai kena tegur dokter Yeri. Dokter yang selalu tegas dalam menyikapi apapun.
Dokter Harfa memijit pelipisnya yang begitu berdenyut. Dokter Harfa memilih meninggalkan rumah sakit. Jika di teruskan pun ia tak akan mampu.
"Dokter Harfa."
Dokter Harfa menghela nafas berat terlihat malas.
"Ada apa?"
Sungguh hari ini Dokter Harfa tak mau di ganggu oleh siapapun.
"Mau kemana? Tumben! Hm, ini buka jam pulang atau istirahat."
Tanya dokter Langit hati-hati. Merasa tak enak hati melihat raut wajah dokter Harfa yang di tekuk.
Dokter Langit sangat senang sekali ketika mendengar kabar jika Dokter Harfa dengan Bumi sudah selesai. Namun, bukannya mudah bagi dokter Langit mendekati Dokter Harfa malah semakin sulit. Bahkan dokter Harfa selalu membatasi diri dengan dokter laki-laki. Tidak seperti sebelumnya yang selalu welcome. Entah kenapa hal itu bisa terjadi.
"Terus!"
Dokter Harfa menautkan kedua alisnya, tak ingin basa-basi. Dokter Harfa merasa jengkel melihat dokter Langit malah menggaruk tengkuknya sendiri seperti orang bodoh.
"Saya pergi."
Kesal dokter Harfa pergi begitu saja.
Dokter Langit menatap punggung dokter Harfa dengan tatapan rumit.
"Ternyata aku terlambat. Andai aku yang pertama menyembuhkan luka mu, mungkin aku adalah laki-laki beruntung yang kamu cintai. Tapi .., aku tak akan menyerah. Meski terlambat, aku akan berjuang kembali agar kamu melirik ku."
Tekad dokter Langit begitu percaya diri.
"Pengacara Bumi atau pun aku. Kami tak sama dan tak seperti laki-laki brengsek seperti mereka."
....
Dokter Harfa duduk termenung menatap hamparan rumput sana. Genangan air besar yang begitu tenang setidaknya mampu membuat dokter Harfa sejenak bisa mengontrol perasaan nya.
Danau yang dulu tempat mereka berdua menenangkan pikiran ketika pekerjaan mereka penat.
Dokter Harfa datang ke sana bukan berarti ingin mengenang kenangan bersama Bumi. Tidak! Dokter Harfa hanya ingin menenangkan pikiran saja.
Semilir angin menyapa, seiring hembusan nafas Dokter Harfa yang mulai teratur kembali. Matanya terpejam menikmati suasana sepi.
Terkadang, kita butuh suasana sunyi untuk menenangkan pikiran.
Tuk .. Tuk ...
(Anggap suara gesekan batu yang di lempar ke air.)
Huh!
Dokter Harfa menghela nafas berat. Dirinya ingin tenang sejenak. Siapa orang yang berani menggangunya. Sangat menyebalkan.
Dokter Harfa membuka kedua matanya. Menatap sekeliling, siapa orang yang melempar batu ke arah danau.
"Hey, berhentilah. Air danau gak cocok menjadi pelampiasan amar mu. Karena dia tidak akan merasakan yang namanya sakit."
Seru dokter Harfa kesal. Matanya memicing melihat seorang pemuda memakai Hoodie hitam. Wajahnya terhalang kupluk membuat dokter Harfa sulit melihat dengan jelas wajah pemuda tersebut.
Dokter Harfa beranjak dari duduknya. Dengan wajah jengkel menghampiri pemuda tersebut.
"Berhentilah wahai anak muda."
"Sit, aku tak sesabar kakak Ifa."
Dumel dokter Harfa semakin mendekati pemuda yang tak merespon dokter Harfa sama sekali. Pemuda tersebut malah semakin gencar melempar batu seolah sedang melempar hal yang membuatnya marah.
"Kau tuli, hah. Saya bilang berhenti."
Sentak dokter Harfa menahan tangan pemuda tersebut.
Pemuda itu seketika menatap tajam dokter Harfa yang membulatkan kedua matanya. Tupil dokter Harfa hampir saja loncat saking kagetnya.
Darah segar mengalir di sudut bibir pemuda itu. Wajahnya penuh lembab dan mata itu begitu mengerikan.
"Astaghfirullah.."
Dokter Harfa sampai istighfar berkali-kali. Wajah terkejutnya tak bisa di bendung lagi.
"Kamu kenapa? Siapa yang melakukan hal keji ini kepadamu?"
"Bukan urusan kakak."
"Berhenti, luka kamu harus di obati."
"Jangan ikut campur."
"Diam!"
Sentak dokter Harfa tersulut emosi juga. Dokter Harfa menahan tangan pemuda itu kuat agar tidak melarikan diri. Hatinya teriris melihat banyak luka di wajah tampan itu.
"Duduk lah."
Dokter Harfa beruntung di dalam mobilnya ada kotak P3K.
Dengan hati-hati dokter Harfa mengobati luka pemuda itu. Sesekali dokter Harfa meringis seolah merasakan rasa sakit luka tersebut.
Namun, pemuda itu hanya diam saja dengan tatapan datar. Seolah tak merasakan sakit sedikit pun. Seolah rasa sakit itu sudah biasa ia rasakan.
Kruk ...
Wajah datar itu berubah memerah tatkala perutnya berbunyi. Sangat memalukan bukan. Tapi, dokter Harfa tak menertawakan sama sekali. Justru dokter Harfa merasa iba. Siapa yang begitu tega memukul pemuda ini.
Di lihat dari celana yang di pakai. Sepertinya pemuda itu anak SMK.
Sudah mengobati luka di wajah pemuda itu. Dokter Harfa membawa pemuda itu ke rumah makan agar tidak menimbulkan pertanyaan banyak orang.
"Makan lah, jangan sungkan. Kakak yang akan membayar nya."
Ucap Dokter Harfa, nadanya mulai melembut tidak setegas tadi.
Pemuda itu tanpa bicara langsung makan. Perutnya sudah keroncongan karena sejak kemarin dia belum makan.
"Siapa nama kamu?"
Dokter Harfa menghela nafas pelan. Pemuda itu sendiri tadi hanya diam. Tatapannya begitu dingin berselimut amarah dan ketakutan. Tapi dokter Harfa tak tahu apa yang terjadi dengan pemuda itu. Di tanya saja malah diam bagaimana dokter Harfa bertanya ke hal lain.
Sudah makan, dokter Harfa mengantar pulang pemuda itu. Anehnya pemuda itu menurut saja, bahkan menunjukan jalan arah pulang ke rumahnya.
Dokter Harfa mengerutkan kening. Merasa ragu apa benar jalan yang di tunjukan pemuda itu.
Pasalnya pemuda itu menunjuk ke arah perumahan elit.
Dokter Harfa tak banyak tanya, hanya menurut saja ke mana arah pemuda itu menunjuk.
"Berhenti."
Titah dingin pemuda itu, membuat dokter Harfa langsung menghentikan mobilnya.
"Terimakasih."
Dokter Harfa menganga melihat kepergian pemuda itu. Yang lebih tidak dokter Harfa percaya, dokter Harfa pikir rumah pemuda itu adalah rumah dimana dokter Harfa berhenti. ternyata salah.
Dengan cepat dokter Harfa keluar mengejar pemuda itu. Dokter Harfa bersembunyi dari kejauhan melihat pemuda itu di bawa masuk ke rumah besar di ujung sana. Terlihat beberapa pengawal juga di sana.
"Siapa dia?"
Gumam dokter Harfa penasaran dan juga khawatir.
"Seperti nya dia memang anak orang kaya. Tapi .., keluarganya berantakan."
Tebak dokter Harfa, menerka-nerka. Dokter Harfa berharap anak itu baik-baik saja.
Dokter Harfa tak tahu, kenapa hari ini dia di pertemukan dengan hal yang mengerikan.
Dokter Harfa termenung sejenak, meresapi apa yang terjadi barusan.
"Apa Engkau ingin mengingatkan, jika masalah ku tidak lebih kecil atau lebih besar dari orang tadi."
Monolog Dokter Harfa, seketika senyuman kecil terlihat. Dokter Harfa merasakan perasaan yang luar biasa.
Terkadang, kita merasa jika Allah menguji kita terus menerus seolah kita yang berantakan. Padahal, ada banyak orang yang jauh lebih sulit masalahnya dari pada dokter Harfa sendiri.
Sekarang, hanya bagaimana cara kita memandangnya saja. Karena setiap orang berbeda-beda pandangan tentang ujian hidup.
"Ternyata kamu masih lemah Harfa. Dunia tak mengutuk kamu. Kamu hanya perlu menarik nafas sejenak lalu keluarkan perlahan. Begitu juga dengan masalah. Telan walau pahit, nanti juga kepahitan itu akan keluar sendiri."
Gumam dokter Harfa, bibirnya spontan mengucapkan sebuah kalimat yang sering Bumi ucapkan ketika menenangkan Harfa. Entah sadar atau tidak, kata-kata penenang itu melekat di ingatan dokter Harfa.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen dan Vote Terimakasih ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
lily
lanjut Thor🥰
2025-02-04
2