Di Kediaman keluarga Hardiana.
“Assalamualaikum.”
Seruan salam yang datang dari arah luar, mengalihkan perhatian tiga orang yang sedang makan malam di meja makan. Mendengar salam, ketiga nya pun kompak menjawab salam itu.
“Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,”
“Oma, Opa.”
“Mama, Papa,” ucap ketiganya secara bersamaan.
Melihat Oma dan juga Opa nya pulang, Gendis dan kedua anaknya pun langsung berlari menghampiri keduanya. Lalu menyalami keduanya dengan takzim.
“Eh, ada cucu Oma sama Opa ternyata,” sambut sang Oma, sambil memeluk kedua cucunya itu.
“Iya, Papa lagi keluar kota. Makanya, kami menginap disini. Kan biasanya juga begitu.” jawab si kecil Ardi.
Mendengar jawaban dari cucu laki lakinya, Oma Dewi dan Opa Yandi pun kompak langsung menoleh ke arah putrinya, Gendis yang berdiri tepat di belakang kedua anaknya.
Kedua baya itu menatap penuh tanya ke arah sang putri yang tidak biasanya ada disana. Disaat menantu mereka pergi ke luar kota.
“Aku yang minta Mama untuk tidak ikut Papa, Oma, Opa. Lagipula, Papa kan sudah tua. Masa harus ditemani terus. Yang butuh Mama kan nggak cuma Papa, tapi kami juga,” sambung Gisya, saat menyadari tatapan aneh Oma dan Opa nya yang tertuju ke arah sang Mama.
“Sudah. Sekarang bagaimana kalau Oma sama Opa gabung sama kita. Kebetulan tadi Mbok Rumi masaknya kebanyakan,” lanjut Gisya lagi, mencoba mengalihkan perhatian kakek dan neneknya yang terlihat kurang percaya dengan apa yang dia katakan.
“Oma sama Opa kan baru pulang dari undangan, sayang dan kami masih sangat kenyang. Kalian lanjutkan saja makannya, nanti kita lanjutkan ngobrolnya di ruang keluarga setelah kalian selesai makan. Bagaimana?”
“Baik, Oma,” jawab kakak beradik itu, dengan kompaknya.
“Ya, sudah. Habiskan dulu makanan kalian, Oma sama Opa naik dulu ke atas, ya. Kami mau ganti baju dulu sama baju yang lebih nyaman,”
“Siap, Oma, Opa.”
Kedua anak dari Gendis itu pun kembali menuju ke meja makan yang diikuti oleh ibunya, yaitu Gendis.
Sementara Oma Dewi dan Opa Yandi, pergi ke lantai atas untuk berganti pakaian dengan pakaian rumahan yang lebih nyaman digunakan saat bersantai.
Setibanya di kamar utama, Oma Dewi pun langsung mengutarakan apa yang ada di dalam hatinya kepada sang suami.
“Pa, sepertinya ada sesuatu deh dengan putri kita,” ucap Oma Dewi, tiba tiba. Membuat dahi Opa Yandi berkerut, tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh istrinya
“Maksud Mama, apa? Anak kita terlihat baik baik saja kok,” jawab Opa Yandi, lempeng. Atau lebih tepatnya, tidak peka dengan apa yang terjadi saat ini.
“Baik baik saja gimana. Mama yakin, pasti terjadi sesuatu antara dia dan suaminya,”
“Walaupun terjadi sesuatu antara mereka. Ya, wajarlah. Namanya juga rumah tangga, Ma. Tidak akan lempeng lempeng aja. Kita aja dulu, waktu seumuran mereka sering banget ributnya dari pada akur nya. Mereka mah masih mending, selama menikah hampir 15 tahun, ini pertama kalinya mereka berantem sampai sampai Gendis tega meninggalkan suaminya pergi ke luar kota sendirian. Suatu pencapaian itu,”
“Pencapaian apanya? Masa berantem sampe pisah pisahan kok dibilang pencapaian. Papa ini aneh, bukan nya khawatir anak ada masalah rumah tangga. Ini, malah dibilang pencapaian,” gerutu Oma Dewi, dengan nada kesal.
“Bukan begitu, Ma. Hanya saja, kadang bertengkar, berdebat, beda pendapat. Itu dibutuhkan loh dalam hubungan rumah tangga. Dengan begitu, kita akan didewasakan oleh masalah itu sendiri dan Papa rasa, selama tidak ada kekerasan yang dialami oleh putri kita. Maka, kita tidak perlu terlalu khawatir,”
“Tapi, Pa,”
“Ssstttt… Sudah. Jangan terlalu ikut campur. Biarkan mereka selesaikan sendiri masalah mereka. Kita, sebagai orang tua cukup mendoakan dan memberi dukungan saja untuk mereka dan juga rumah tangganya. Ok?” ucap Opa Yandi, menghentikan ucapan Oma Dewi perihal kekhawatiran nya terhadap Gendis.
“Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Sebaiknya, kita cepat cepat ganti baju. Kasihan cucu cucu kita sudah menunggu kita dibawah.” lanjut Opa Yandi yang disetujui oleh Oma Dewi.
Kedua paruh baya itu pun akhirnya bergegas berganti pakaian dengan pakaian yang lebih santai. Lalu, setelah nya kembali turun ke lantai bawah untuk menghabiskan waktu bersama anak serta cucu mereka.
*
*
Sementara itu, Arya masih tampak berdiam diri didalam kamar nya seorang diri. Padahal, malam sudah semakin larut dan jam dinding di kamar itu pun sudah menunjukan pukul 02.00 wib.
Akan tetapi, Arya masih belum bisa memejamkan matanya. Pria itu terus saja menatap ke arah samping. Dimana biasanya disana, ada sosok cantik yang terbaring, menemaninya tidur di setiap malamnya.
Dreettt….
Dreettt…
Dreettt…
Lagi, suara getar dari ponselnya kembali terdengar. Namun, lagi dan lagi Arya mengabaikan suara ponselnya itu.
Sudah ada ratusan panggilan tak terjawab dan juga puluhan pesan yang dikirim oleh Sharon untuknya. Namun, tidak ada satupun yang Arya respon.
Isi kepalanya sekarang hanya diisi oleh Gendis dan juga anak anaknya. Arya khilaf, dia gelap mata. Kisah masa lalu yang belum tuntas kembali mengusiknya dan membuatnya goyah.
Hingga akhirnya, kisah cinta terlarang itu pun terjadi antara dirinya dan juga Sharon. 15 tahun menjalani kehidupan yang sama dengan orang orang yang sama. Tentu suatu saat akan menimbulkan rasa jenuh dan juga bosan.
Sialnya, Sharon datang di waktu Arya mengalami hal itu semua. Hingga tanpa sadar, Arya pun sudah melakukan kesalahan besar terhadap keluarga nya.
Tidak tahan dengan rasa gelisahnya. Arya pun kembali mencoba menghubungi ponsel istrinya. Sayang, ponsel sang istri masih belum bisa dihubungi.
Entah bagaimana kabarnya sekarang. Yang pasti, Arya benar benar merindukan istrinya itu. Ingin rasanya segera memeluk tubuh wanitanya itu dan meminta maaf atas apa yang sudah dia lakukan.
Hanya saja, Arya masih ingat akan pesan dari putrinya. Agar dia, tidak mengganggu mereka dulu. Sebelum mereka siap menemuinya.
“Maafkan aku, sayang. Aku benar benar minta maaf.” gumam Arya, sembari merenungi kesalahannya yang teramat sangat fatal itu.
Sementara Gendis sendiri. Kini sedang duduk bersimpuh di atas sajadah. Tak kuasa lagi menahan sesak di dadanya, Gendis pun akhirnya mengadukan semua keresahan hatinya kepada sang pemilik kehidupan.
Wanita itu menangis sejadi jadinya, meluapkan semua amarah yang selama berjam jam dia tahan. Gendis masih tidak menyangka, jika pria yang selama ini dia percaya. Ternyata mengkhianati cintanya.
“Apa salahku, Mas? Kenapa kamu tega mengkhianati aku dan juga anak anak. Masih kurangkah baktiku kepadamu selama ini? Kenapa Mas, kenapa kamu melakukan ini kepada kami.” gumam nya, disela isak tangisnya malam ini.
Beruntungnya, kamar di rumah itu memiliki kedap suara. Jadi, Gendis tidak perlu merasa khawatir jika tangisan nya yang pecah akan terdengar oleh orang luar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Nar Sih
hati wanita mana yg ngk sakit bila lihat suami berduan dgn wanita lain ,udah gendis gk ush mikirin suami mu yg udah mengianati mu lbih baik kmu fokus pada j
hidup mu juga anak,mu
2025-02-06
0
Sukhana Ana lestari
Percuma kamu nyesal Arya.. krn semua sudah terlambat.. si ja*lang rasa sahabat bakal hancurin rumah tangga kamu.. si laron bukan cinta tp ambisi buat dapetin kamu Arya..
2025-02-06
0
Sugiharti Rusli
selalu yah nafsu manusia yang bermain, dan Arya kalah sama nafsunya sendiri ditambah orang lama datang kembali menggodanya,,,
2025-03-02
0